Ini kali cerita tentang burung Kedasih
ratapannya terdengar begitu pilu
menyayat, mengiris hati
seorang kawan terperanjat mendengarnya
aku pun terhisap pusaran kejut
tertegun
tergugu
ngeleg idu
pertanda kemalangan, kata orang
pesan kematian
getaran dari gelombang suara yang sudah lama tidak menyentuh gendang telinga kami
entah di mana burung itu hinggap
mungkin di dahan pohon Mangga tertinggi di halaman rumah tetangga
namun seorang pujangga tua tertawa ketika kusampaikan cerita burung Kedasih itu padanya
:
bukankah kicau itu demikian merdu?
seperti nyanyian kekasih yang hatinya penuh rindu
nada yang dieja penuh rahasia
kode Morse berjeda dengan durasi berbeda-beda
:
burung Kedasih lah justru yang sedang berduka
bukan kita, manusia
Kedasih lah yang kehilangan karena kematian
sebab bulan tak lagi memantulkan cahaya matahari ke bumi
:
Bulan Mati
Tilem
Sang Kedasih menyambut bulan baru
_
kicau itu terdengar lagi
kali ini berkali-kali
bagai tertenung aku tenggelam dalam renung
Tilem, sebentar lagi
bulan sebentar lagi baru
hari ini segera berlalu
Kedasih, aku berjanji akan membawa hanya sebisa energiku menanggungnya
selebihnya
kuserahkan pada Gusti Ingkang Akarya Jagad saja
12 Januari 2021
Catatan Penulis:Â
Ngeleg idu: menelan ludah
Kedasih, disebut juga Daradasih, atau Cung Cuing (Jawa Barat), Cacomantis merulinus (Latin/taksonomi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H