Aku punya seorang sahabat. Wajahnya manis. Matanya cerlang indah berbinar. Mata yang selalu memercikkan semangat setiap kali antusias bercerita tentang mimpi-mimpinya. Kecil mungil perawakannya tak sebanding dengan kreativitasnya yang seperti mata air abadi tak pernah habis-habisnya.
Beberapa hari ini aku berada di Makassar untuk sebuah acara bersama teman-temanku yang juga teman-teman sahabatku. Seru sekali acara kami. Sayangnya sahabatku tak bisa turut serta. Ada banyak pekerjaan yang harus diselesaikannya.
42 km dari Makassar, ada Kerajaan Kupu-Kupu, tepatnya di Taman Nasional Bantimurung, Maros. Aku lalu berniat bikin kejutan untuk dia. Dia suka sekali warna biru, selain warna merah favoritnya. Lalu kudatangi penjual kupu-kupu awetan yang banyak kujumpa. Kupilih-pilih kupu-kupu bersayap biru. Kutawar-tawar harganya hingga kudapat harga se-masuk-akal-mungkin. Deal! Sepigura kupu-kupu bersayap biru awetan jadi milikku. Nantinya kuberikan pada sahabatku Si Manis Berhati Biru.
Acara berjalan seru. Aku sibuk dibuatnya mengurus ini-itu. Telepon berdering-dering tak usai. Whatsapp chat tak henti-henti percakapannya. Tanpa kusadari, sepigura kupu-kupu bersayap biru awetan itu tertinggal saat aku meninggalkan para penjual menuju pusat acara. Jam berlalu. Kesibukan menelanku.
Hingga saat gelombang riuh sibuk mereda, kusadari hadiah kejutanku sudah tak ada. Tertinggal berkilometer dari posisiku. Hadiah yang tadinya kurencanakan sebagai buah tangan kejutan, kini zonk, nol, hampa. Dan aku sangat kecewa tentu saja.
Kuhubungi sahabatku di seberang pulau sana. Kukatakan bahwa Makassar adalah kota indah di Indonesia dengan kupu-kupu yang cantik-cantik. Apalagi yang biru. Biru seperti laut. Biru seperti langit. Biru seperti selimut gunung yang meningkahi hijaunya warna vegetasi dari kejauhan. Biru seperti batu safir cincin Lady Di yang kini dikenakan Kate Middleton. Biru seperti hati sahabatku. Aku bilang padanya bahwa aku sedang sangat sedih karena sesuatu yang indah dan biru yang semula akan kuhadiahkan untuknya ternyata tertinggal tak terbawa olehku. Sesuatu yang kurasakan sudah kuperjuangkan dari Abang Penjual Kupu-Kupu Awetan kini entah dimana dan aku merasa sia-sia.
Tak kusangka, di seberang sana, sahabatku tertawa. Riang, dan lega. Awalnya dia utarakan terima kasihnya atas kasihku yang masih saja mengingatnya di kejauhan dan keterpisahan jarak dan kesibukan. Lalu dia bilang,
"You know what, Riana...? Tuhan, Allah Subhannahu Wata'ala, adalah Sebaik-baik Pembuat Rencana...."
Sahabatku melanjutkan bahwa yang kurutuki dan kusedihi karena tertinggalnya sepigura kupu-kupu awetan bersayap biru adalah bagian dari Perencanaan-Nya, ujarnya.Â
Aku bingung.Â
Aku bertanya mengapa.Â