Mohon tunggu...
Siwi W. Hadiprajitno
Siwi W. Hadiprajitno Mohon Tunggu... Freelancer - Pewarta Penjaga Heritage Nusantara.

Energy can neither be created nor destroyed; rather, it can only be transformed or transferred from one form to another.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Jokowi: Humas, Narasi Tunggal dan Country Branding

5 Februari 2016   23:40 Diperbarui: 7 Februari 2016   23:39 819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jakarta, 4 Februari 2016. Bertempat di Istana Negara - Jakarta, Presiden Jokowi, Kamis (4/2) lalu menerima ‘pasukan Humas Pemerintah Indonesia’ yang terdiri dari perwakilan humas dari berbagai instansi yaitu Kementerian, Lembaga, dan BUMN, dalam sebuah acara yang berjudul Pertemuan Koordinasi Humas Kementerian/Lembaga & BUMN untuk Percepatan Pembangunan 2016. Penulis hadir mewakili salah satu BUMN dari 62 BUMN yang diundang, yaitu Peruri, bersama 29 BUMN lain.

Pertemuan tersebut berlangsung dari pukul 09.30 WIB hingga pukul 14.00 WIB yang diakhiri dengan jamuan makan siang di Istana Negara Jakarta. Kementerian Kominfo, sebagai koordinator yang mengundang para praktisi humas tersebut menerima seluruh peserta pertemuan tersebut di Ruang Serba Guna Kementerian Kominfo untuk penyamaan persepsi terlebih dahulu sebelum seluruh rombongan berangkat bersama-sama menggunakan bus Kemenkominfo menuju Istana Negara.

Acara dibuka dengan Kata Pengantar dari Menteri Kominfo, Rudiantara, dilanjutkan dengan sambutan Presiden, serta paparan dari tiga orang pembicara yaitu Kepala Staf Kepresidenan (Teten Masduki), Staf Khusus Komunikasi Kepresidenan (Johan Budi), dan Sekretaris Pribadi (Anggit Nugroho) dan diakhiri dengan ramah tamah serta makan siang.

Forum dihadiri oleh 34 orang dari berbagai Kementerian, 19 orang dari Lembaga, 30 orang dari berbagai BUMN, serta dihadiri oleh RRI dan TVRI. Permasalahan yang dihadapi, di Kementerian Kominfo dari semula ada 8000 orang pranata humas, tinggal 1069 orang. Regenerasi tidak berjalan dengan baik. Oleh karenanya, tahun 2015 ditetapkan adanya Government Public Relation (GPR) atau Tenaga Humas Pemerintah (THP). Dengan adanya GPR, diharapkan terbentuk Narasi Tunggal. Narasi Tunggal pertama yang diterbitkan adalah mengenai issue BBM. THP merupakan tenaga kontrak 2 tahun, penempatannya attached ke masing-masing menteri. Persyaratan recruitment diantaranya TOEFL 500. Dari 100 orang yang ditargetkan, diperoleh 47 orang. Kompensasi yang diberikan adalah Rp 15 – 16 Juta/bulan. Guna menunjang Narasi Tunggal, diminta agar 5% dari seluruh alokasi website kementerian/lembaga dan BUMN dialokasikan ke THP.

Dalam kesempatan tersebut, Presiden mengemukakan bahwa terdapat dua view terkait dengan akses informasi, yaitu view dari rakyat dan view secara global. View dari rakyat: menghendaki informasi yang sifatnya segera, cepat dan real time. View secara global: saat ini adalah era kompetisi/persaingan. Sehingga diperlukan country branding. Semua negara melakukan country branding, untuk membentuk image negara seperti apa yang dikehendaki untuk diciptakan. Dimana image yang terbentuk harus sama dengan yang terjadi di lapangan. Sehingga, terbentuklah persepsi yang sama dengan kenyataan yang ada. Negara-negara yang berhasil dalam hal country branding, yaitu USA dan India, tidak lain adalah karena timnya juga solid.

Indonesia, saat ini memiliki jumlah pengguna internet sebangak 100 juta orang. Kepemilikan HP mencapai 308 juta (hal ini karena beberapa orang memiliki lebih dari satu HP). Dan informasi yang disukai oleh para pengguna internet adalah informasi yang real time. Oleh karenanya, koordinasi, konsoliasi antara lembaga, kementerian dan BUMN harus “sambung”. Presiden mengungkapkan, “Saya pelajari selama 1 tahun, yang terjadi jauh dari hal itu. Kementerian A ngomong A, kementerian B ngomong B. Bahkan, antar BUMN saja tarung PR. Ada peristiwa terjadi, diem aja, sehingga yang didengerin oleh rakyat adalah pengamat, yang adalah 'orang luar' dan sudah pasti full of assumption”. Presiden memberikan pertanyaan retoris dan pemacu adrenalin untuk para praktisi humas begini, "Masa Negara kalah dihajar oleh Pengamat?"

BUMN harus dibangun, dengan memperhatikan positioning perusahaan dan diferensiasinya apa, harus ditentukan. Termasuk juga image perusahaan, dan brand perusahaan. Presiden mengatakan, “Setelah ini, saya akan lihat, BUMN sudah bergerak atau belum”. Jika tidak bergerak, maka akan diganti personilnya.

Saat ini kita dalam posisi kejar-kejaran waktu. Setiap detik dan menit ada saja pergantian ‘acara’. Depresiasi Yuan di China. Perubahannya cepat sekali. Lalu issue moneter Saudi/Iran. Sehingga diperlukan kecepatan merespons informasi pada rakyat/dunia. Jangan terus semua ke presiden. Yang dihadapi saat ini adalah era kompetisi. Persaingan antar negara-negara. Tidak bisa lagi business as usual. Jangan lagi hadapi dengan pola-pola lama.

Salah satu respon informasi yang bagus yang dicontohkan oleh Presiden adalah tentang bom di Thamrin. Dimana kecepatan informasi sangat bagus. Gerakan masyarakat social media. Sehingga sekali lagi produktivitas, efisiensi, kecepatan merespons dan etos kerja. BUMN jangan kalah dari korporasi swasta. Goal terakhir adalah trust dari masyarakat, rakyat dan dunia yang pada akhirnya berujung pada turisme dan perdagangan.

Jokowi mengungkapkan, visi besar kita adalah: Kompetisi. Kompetisi. Kompetisi. Dan Kompetisi. Pola-pola konsumsi harus diubah menjadi pola produksi. Subsidi-subsidi dialihkan ke produksi. Hal ini tidak terinformasikan dengan baik. Hal-hal produktif yang dilakukan oleh petani. Menteri ngomong makro, detil-detilnya dilakukan oleh humas.

Banyak hal yang positif yang terjadi di negeri ini, namun rakyat tidak tahu (baca: terinformasi dengan benar). Misalnya: tentang KUR, Anggaran Negara dan Pembubaran Petral.

KUR, dulu memiliki bunga 22-23%, 11-12% (korporasi), sekarang besaran bunga menjadi 9%;Anggaran 2016, didedikasikan untuk rakyat. Pendidikan 419,2 T (naik 27,5%), Infrastruktur 311 T (naik 76,2%), Subsidi 182,8T (turun 47,6%), Kesehatan 104,8T (naik 75,4%), defisit dijaga pada angka 2,15%.Pembubaran Petral yang sudah puluhan tahun menjalankan praktek yang kurang baik. Pembubaran ini menghasilkan mekanisme yang lebih efisien, yaitu Pertamina menghemat US$ 133 juta selama tahun 2015. Humas harus aktif ke publik/rakyat, dan mendorong keterlibatan masyarakat. Dicontohkannya oleh Jokowi: mintakan pendapat dan masukan masyarakat nama untuk kereta api cepat.

Country Branding, adalah hal yang harus segera dimulai dan digarap bersama-sama. Untuk memudahkan komunikasi dan koordinasi dengan para praktisi Humas Pemerintah, Presiden menginstruksikan untuk menginformasikan nomor kontak Teten Masduki, Johan Budi, Ari Dwipayana dan Sukardi Rinakit.

Teten Masduki, selaku Kepala Staf Kepresidenan menyampaikan bahwa tugas dari GPR/THP adalah membumikan Nawa Cita. Ada 3 pembagian komunikasi, yaitu:

Pencapaikan yang telah diraih oleh Pemerintahan saat ini harus dikomunikasikan dengan baik, memahami substansi, membangun reputasi, meliputi Visi Jangka Panjang, Solutif, Aksi turun ke lapangan dan terobosan-terobosan. Menjaga momentum ekonomi, dengan merilis 9 paket kebijakan ekonomi. Indonesia sentris: Meliputi Tol Trans Sumatra; Pos Lintas Batas Entikong; Jembatan Merah Putih; Bendungan Tanju NTT; dan Trans Papua.

Membawakan presentasi berjudul “Seputar Humas Pemerintah”, Johan Budi Staf Khusus Komunikasi Kepresidenan mengungkapkan bahwa Humas sering dipersepsikan secara salah, yaitu: (1) tugasnya seputar kliping koran; (2) Berada di posisi yang tidak penting atau level bawah; (3) Menyampaikan yang baik-baik cenderung menutupi keburukan pimpinan atau lembaga.

Sedangkan Paradigma baru Humas yang harus dipahami oleh para praktisi humas adalah: (1) Menjadi bagian tidak terpisahkan dari pemutus dam pemberi saran kepada pimpinan lembaga; (2) Berada di posisi strategis; (3) aware terhadap perkembangan media content maupun IT; (4) Tidak boleh berbohong, menutupi fakta dan data; (5) Menguasai materi/tidak selalu harus menyatakan semuanya. Humas harus bisa membatasi mana yag bisa di-share ke media, dan yang tidak.

Humas harus membangun hubungan dengan media masa, prinsip utamanya adalah : wartawan mudah mengakses informasi, yang terkait pada aspek-aspek: (1) harus berdasarkan data yang benar dan akurat dari Kementerian; (2) Cepat merespon pertanyaan wartawan; (3) Jangan menjawab pertanyaan yang belum dipahami; (4) Tidak boleh menjawab “No comment”.

Pengelola Humas, harus selalu update informasi tentang kebijakan lembaga; memperoleh akses kepada semua pejabat di lembaga, dan membangun relationship dengan pihak luar lembaga maupun masyarakat. Selain itu, Humas juga harus memiliki kemampuan untuk melakukan risk assessment (menilai suatu kejadian untuk mencari sumber masalah, menyiapkan solusi untuk berbagai potensi masalah) serta risk management, yaitu mengantisipasi krisis atau “konflik” yang kemungkinan terjadi, mengatasi konflik yang sudah terlanjur terjadi.

Sebagai Sekretaris Pribadi Presiden Jokowi, Anggit Nugroho banyak menceritakan tentang bagaimana proses pembentukan profile branding dan profile differentiation dari sosok Jokowi, yang bisa diambil analoginya untuk membangun brand perusahaan/BUMN/lembaga/kementerian bahkan negara. Kualifikasi Humas yang diharapkan mampu mendorong terbentuknya country brand tentu saja tidak lepas dari kemampuan untuk memahami kerja wartawan, memahami psikologi media, dan paham redaksional berita.

Tentang Narasi Tunggal, diberikan contoh yaitu:

‘Kementerian memperkuat narasi’: Presiden Canangkan Program listrik 35.000 MegaWatt.
‘Keroyokan membuat narasi’: terkait dengan butir a, maka seluruh jajaran akan membuat narasi positif di masing-masing porsi sehingga terbangun informasi yang inline. Misalnya kemendikbud (anak-anak usia sekolah yang terbantu proses belajarnya dengan adanya penerangan yang memadai), kemendag (industri yang berkembang karena cukupnya daya listrik), Menkominfo, Kemenpar (misalnya: Karimunjawa sebagai daerah wisata terbantu karena tidak lagi mengandalkan genset di malam hari), Kemen desa dan PDT, Kemenaker, dan pihak Kementerian/Lembaga serta BUMN lain.

Kata Kunci: Sinergi. Harus ada sinergitas dan kerjasama antar kelembagaan, dan tidak bekerja sendiri-sendiri. Antara Kementerian/Lembaga jangan berpolemik di media. Harus koordinasi, sinkronisasi sehingga terbangun narasi tunggal.

***

Siapkah praktisi Humas Pemerintah berkolaborasi dan bersinergi membentuk Country Branding? 

Sumber Ilustrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun