Mohon tunggu...
Siwi W. Hadiprajitno
Siwi W. Hadiprajitno Mohon Tunggu... Freelancer - Pewarta Penjaga Heritage Nusantara.

Energy can neither be created nor destroyed; rather, it can only be transformed or transferred from one form to another.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ratu Kalinyamat

14 Oktober 2015   07:51 Diperbarui: 14 Oktober 2015   07:51 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedang membayangkan:

Sosok perempuan Jawa di masa lalu. Di tahun 1500-an. Bernama Retna Kencana, puteri dari Raja Demak, Sultan Trenggana. Sang Ratu memimpin kabupaten Jepara. Anti terhadap penjajahan. Anti terhadap Portugis. Di bawah komandonya, ia mengirimkan 4.000 tentara Jepara dalam empat puluh buah kapal.

Berderet kapal perang. Terjajar rapi dengan bendera warna warni. Setiap kapal mengangkut 100 prajurit. Panglima perang berdiri gagah tak gentar. Pasukan besar itu, dilepas di pelabuhan Jepara oleh Sang Ratu sendiri. Dengan busananya yang feminin dan anggun. Aura ketegasan terpancar dari sorot matanya.

Diiringi tabuh genderang, menalu semangat dengan teriakan "Allahu Akbar....!", pasukan menuju Johor, bergabung dengan pasukan persekutuan Melayu. Mereka bersama-sama membebaskan Malaka dari kekuasaan bangsa Eropa. Pasukan gabungan dengan jumlah total 200 kapal perang, menyerang dari arah utara! Upaya itu berhasil merebut sebagian Malaka.

Sayangnya Portugis berhasil membalasnya. Pasukan persekutuan Melayu dipukul mundur. Namun pasukan Jepara masih bertahan. Setelah pemimpinnya gugur, pasukan Jepara ditarik mundur.

Pertempuran sengit terus berlanjut. Di pantai dan di laut. Dua ribu prajurit Jepara gugur. Badai menerjang. Dua buah kapal pasukan Jepara terdampar di pantai Malaka. Tak ayal, mereka tewas di tangan penjajah berkebangsaan Portugis. Air laut bercampur darah. Pasir pantai bersimbah darah. Darah leluhur orang Jepara. Darah pendahulu Raden Ajeng Kartini. Darah pendahulu kita: mereka sungguh pemberani.

Prajurit Jepara yang berhasil kembali ke Jawa tidak lebih dari setengah dari yang berhasil meninggalkan Malaka.

Terbayangkan, Sang Ratu menumpahkan tangisnya di sepertiga malam saat tak berjeda dengan Sang Illahi. Sajadahnya basah bermalam-malam. Hanya kekuatan Sang Pencipta-lah, yang menegarkannya. Betapa tidak? Prajuritnya gugur. Banyak. Lebih dari 3000 orang! Sholat gaib pun digelar di masjid-masjid dan surau. Rakyat Jepara turut berduka. Namun semangat melawan penjajahan di sanubari rakyat Jepara tak berkurang kadarnya, satu persen pun.

Semangat Ratu Kalinyamat tidak pernah padam melawan penjajahan. Melawan Portugis. Permintaan orang-orang Hitu di Ambon untuk menghadapi gangguan bangsa Portugis dan kaum Hative, dipenuhi oleh Ratu Kalinyamat dengan mengirim kembali pasukannya.

...................

Sekarang.
'Penjajahan' bangsa asing atas kehidupan bangsa Indonesia tak terelakkan.

Di mana Ratu Kalinyamat-Ratu Kalinyamat kita?
Kapan kita akan bangga dengan produk-produk merek negeri sendiri?

29 September 2012.
17:09 WIB.
Terinspirasi tulisan mbak Siwi Dwi Saputro di hari yang sama.

Ref: Wikipedia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun