Aku mundur satu dua tiga langkah sambil senyum-senyum masam, hingga kakiku menyentuh kursi putarku. Aku terduduk secara otomatis. Kupasang senyum nyengir senatural mungkin kearahnya, sambil tanganku membentuk huruf "V". Lanjutan 'gumaman' Angga masih terdengar. Lamat-lamat, lalu hilang.
Jantungku berdegup kencang banget. 'Itu' tadi suara 'apa'? Kepalaku berdenyut-denyut untuk beberapa lama. Setelah berpuluh menit berlalu -ketika aku sudah bisa menguasai diri-, setelah lari sana-sini, serta sebuah rapat koordinasi dengan jajaran keuangan rampung, aku singgah ke kubikal Angga. Mencomot sepotong biskuit asin dari bungkusnya yang sudah terbuka, mencelupkan ke dalam mug berisi kopi putih kesukaannya, mengunyahnya tenang dan bilang padanya dengan jelas dan speed pelan , "Angga, mending 'lo beli Nm*x aja, muat banyak. Bagasi bawah joknya itu guede banget. Bisa taro helm, jaket, tas cewek 'lo, belanjaan... Kalau perlu, bisa buat nyimpen kulkas dua pintu.."
Detik berikutnya, Angga, tentu saja, terbeliak menatapku.
10-05-2015.
Kebagusan City-Jekardah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H