Desa Literasi menjadi topik sangat menarik di hari pertama Festival Bonorowo Menulis [FBM] 2015, Jumat kemarin, 9/10. Setelah salat Jumat, panggung utama FBM 2015 di pelataran kampus Universitas Tulungagung berlangsung acara Talkshow dengan tema Desa Literasi. Membedah persoalan mulai Kearsipan, Museum Desa, penyusunan Sejarah Desa, dan Galeri Desa sebagai sekolah apresiasi karya seni.
Tampil 4 narasumber di panggung utama FBM 2015 yaitu Drs. Haryadi pengelola Museum Wajakensis Tulungagung, Silan Baidowi dari Badan Perpustakaan, Dokumentasi, dan Kearsipan [BPDK] Tulungagung, Suprapto anggota BPD sekaligus salah seorang anggota Tim Penyusun Sejarah Desa Panjerejo kecamatan Rejotangan, Tulungagung, dan Widji Paminto Rahayu pemilik WI-DJI fine art GALERY sekaligus pendiri komunitas lukis BONOROWO Tulungagung. Acara yang berlangsung sekitar 2 jam itu dimoderatori Aris Thofira Relawan FBM 2015 mahasiswa IAIN Tulungagung.
Dalam Talkshow terbuka yang diikuti para komunitas pengisi stan pameran FBM 2015 dan pengunjung itu, Silan Baidowi menekankan pentingnya Arsip. Menurutnya, jika Arsip hilang, maka akan banyak asset yang melayang. Banyak terjadi kasus sengketa yang kalah, katanya, karena pihak yang kalah itu kurang memiliki catatan arsip dan dokumentasi. Beberapa sekolah inpres di Tulungagung lepas dari pihak ketiga yang menggugat Pemkab. Itu terjadi karena pihak Pemkab kurang memiliki bukti atau arsip kepemilikan sekolah sekolah tersebut sebagai asetnnya.
Silan Baidowi menyampaikan, sesuai UU no 43/2009, yang dimaksud arsip adalah rekaman bukti kegiatan dalam bentuk media apapun sesuai dengan perkembangan informasi dan teknologi sebagai pendukung kegiatan suatu organisasi baik politik maupun pemerintahan.
Menurut Silan, arsip adalah rekaman jejak. Tanpa ada kegiatan, maka siapapun tidak dapat menciptakan arsip. Arsip tidak dapat direkayasa. Karena arsip sifatnya tunggal, ketika hilang, maka akan menimbulkan suatu masalah.
Silan Baidowi mengungkapkan pula kasus Reyog Ponorogo yang pernah diklaim Malaysia. ''Itu karena kita tidak punya pendukung arsip dan dokumentasi yang menunjukkan bahwa kesenian Reyog milik kita. Ini menjadi tugas kita terutama generasi muda ikut bersama menjaga segala kekayaan tradisi nusantara tidak diklaim negara lain. Kita harus mengarsipkan atau mendokumentasikan sebagai bukti kepemilikan kita,'' ungkapnya.
Sebagai upaya penelusuran Arsip yang ada di masarakat, baik berupa poto atau dokumen lain, ahir tahun ini Badan PDK Tulungagung berencana mengadakan lomba poto dan dokumentasi Tulungagung dari masa ke masa atau masa sebelum dan setelah merdeka. Harapannya, menurut Silan Baidowi, hasil lomba itu menjadi Literasi atau reverensi bagi generasi sekarang supaya lebih mengetahui fakta kesejarahan Tulungagung.
Saat menyinggung upaya membangun Desa Literasi melalui pendokumentasian atau pengarsipan sejarah desa di Tulungagung. Silan Baidowi mengungkapkan, belum lama ini Badan PDK Tulungagung ketika masih berbentuk kantor, telah mengedarkan permintaan kepada seluruh desa untuk menuliskan sejarah di desa masing masing. Sudah sekitar 98 persen.. ini sedang persiapan untuk cetak. Setelah menjadi buku, semua desa akan menerima. Diharapkan generasi muda dapat mengetahui fakta berita sejarah di desa masing masing.