Mohon tunggu...
siwed
siwed Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer edit terjemahan

Lagi coba menulis rutin

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Perjalanan Hidup Selama Pandemi bersama Buku-Buku

3 Mei 2021   12:47 Diperbarui: 3 Mei 2021   14:49 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Imperfect, salah satu buku motivasi terbaik/dokpri

Imperfect, salah satu buku motivasi terbaik/dokpri
Imperfect, salah satu buku motivasi terbaik/dokpri

Setelah memantapkan diri untuk beralih profesi, mulailah saya berupaya belajar menulis cerita fiksi. Sampai saya menemukan satu nasihat dari penulis kawakan: "Kalau mau jadi penulis, banyaklah membaca". Benar juga, pikir saya saat itu. Dengan membaca tentu kosakata kita makin bertambah, dan kita juga bisa belajar beragam cara bercerita dari para penulis yang sudah berhasil dalam berkarya. Akhirnya, saya tambah rajin membaca, khususnya cerita-cerita yang sejenis dengan cerita yang ingin saya tulis saat itu.

Cerita panjang pertama yang berhasil saya tuliskan dengan tuntas di awal tahun 2021 adalah cerita cinta antara janda muda dan duda muda, yang masih berumur di bawah 30 tahun. Karena itu, untuk mencari inspirasi, saya banyak menonton film-film romantis karya lokal dan serial-serial pendek remaja karya lokal. Dan untuk belajar cara bercerita yang baik dalam bentuk tulisan dengan genre romantis, tak lupa saya membaca novel-novel bergenre serupa karya penulis lokal seperti U! (2007) dan The Princess in Me (2012) yang keduanya ditulis oleh Donna Rosamayna; juga serial novel empat musimnya Ilana Tan, yaitu Summer in Seoul (2009), Spring in London (2011), Autumn in Paris (2015), dan Winter in Tokyo (2016). Semua novel ini saya baca melalui aplikasi perpustakaan daring.

Setiap kali ada semacam lomba menulis yang membuat pesertanya rutin menulis, saya berusaha ikut. Hal-hal semacam ini setidaknya menggerakkan saya untuk tetap menulis, karena jujur saja saya masih susah untuk membuat diri menulis apa pun setiap hari. Jadi, sayangnya sampai saat ini, harus ada "pemicu" dulu seperti sebuah perlombaan agar saya bisa menulis rutin dan menjadikan kegiatan menulis sebagai suatu kebiasaan.

Di awal tahun, saya ikut kompetisi blog di Kompasiana yang berlangsung selama empat belas hari. Lomba lainnya yang masih saya ikuti sampai sekarang adalah membaca dan menulis review cerita-cerita Agatha Christie yang diadakan oleh Penerbit GPU. Maka, dimulailah saya membaca judul-judul Agatha Christie seperti Misteri di Styles (2007), Mayat dalam Perpustakaan (2019), Parker Pyne Menginvestigasi (2011), Dan Cermin Pun Retak (2013), Pembunuhan di Mesopotamia (2017), dan Pembunuhan di Malam Natal (2018).

Saya tidak begitu peduli apakah saya akan menang atau tidak. Yang terpenting adalah saya bisa menghasilkan satu tulisan demi satu tulisan. Dengan begitu, saya pelan-pelan belajar mengasah kemampuan menulis saya dan juga perlahan tapi pasti membiasakan diri menulis rutin. Itu saja sudah membuat saya senang. Apalagi dengan membaca karya-karya Christie, saya jadi bisa mengulang kembali kesukaan saya membaca cerita-cerita detektif yang pernah saya gemari sewaktu kecil. Dulu sih cerita-cerita detektif yang saya baca memang ditujukan untuk anak-anak, seperti serial Lima Sekawan dan Sapta Siaga-nya Enid Blyton dan Trio Detektif-nya Alfred Hitchcock.

Review terbaru (bulan April) saya untuk cerita Christie berjudul Pembunuhan di Malam Natal/dokpri
Review terbaru (bulan April) saya untuk cerita Christie berjudul Pembunuhan di Malam Natal/dokpri
Dari membaca cerita detektifnya Christie, saya malah jadi rindu dengan karya-karya Enid Blyton. Jadilah saya mencari karya tulis Enid Blyton yang belum pernah saya baca, yaitu kumpulan cerpen. Untunglah, saya bisa membacanya di perpustakaan daring. Kumcer pertama yang saya baca adalah Cermin Ajaib dan cerita-cerita lainnya (2016). Gaya bercerita beliau, seperti biasanya, sederhana tapi tetap menarik. Banyak pelajaran moral di sana yang bagus untuk anak-anak tanpa perlu terkesan menggurui. Dari cerpen-cerpen Enid Blyton ini, saya juga belajar menulis cerita anak yang baik. Karena siapa tahu saya juga bisa melahirkan cerita anak yang digemari banyak orang, hehehe....

Perjalanan saya menjadi seorang penulis tentunya masih panjang dan mungkin akan berliku-liku. Semoga saya tetap mampu bertahan apa pun aral yang mengadang. Namun, yang pasti, perjalanan saya ini akan tetap "disertai" dengan bacaan-bacaan terbitan GPU yang beragam genrenya. Terima kasih GPU sudah menemani saya melewati proses adaptasi selama masa pandemi ini. Kita semua tentu berharap pandemi ini akan segera terlihat titik akhirnya. Amin.

Oiya, kalau tertarik membaca tulisan-tulisan review saya tentang beberapa buku, boleh ditengok ke akun instagram @auteur.siwed. Baiklah sekian dulu. Semoga tulisan saya menginspirasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun