Mohon tunggu...
siwed
siwed Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer edit terjemahan

Lagi coba menulis rutin

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Fabel: Pengorbanan Si Lebah Ebi

7 Januari 2021   14:21 Diperbarui: 7 Januari 2021   14:24 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cerita fabel ini sudah lama saya buat tapi belum sempat diselesaikan. Jadilah saya putuskan untuk menyelesaikan cerita si Lebah Ebi untuk dijadikan sebagai naskah kelima saya dalam mengikuti Blogcomp Maraton Nulis Awal Tahun 2021 ini. Semoga ceritanya menyenangkan.

***

Sejak tadi Ebi hanya berputar-putar saja mengelilingi sarangnya. Teman-temannya sibuk membantu sang Ratu membuat madu termanis, sedang Ebi sibuk sendiri dengan pikirannya. Bukannya dia tidak peduli dengan sekitar, tapi justru yang sedang dipikirkannya menyangkut hidup semua temannya dan Ebi sendiri.

Tadi saat terbang sebentar ke luar hutan, Ebi melihat dua orang manusia berjalan mengarah ke tempat sarangnya berada. Manusia itu berpakaian tertutup. Ebi sangat mengenal jenis baju itu. Pertanda sarang kawanan Ebi sedang terancam. Kedua manusia itu akan mencuri madu di sarang.

Ebi sangat tidak suka manusia seenaknya mengambil madunya. Padahal Ebi dan teman-temannya membuatnya dengan susah payah. Karena itu, Ebi bertekad akan menyerang manusia-manusia itu demi mempertahankan sarangnya tetap utuh.

Ebi tahu teman-temannya juga akan berjuang menjaga sarang, tapi Ebi ingin berada di baris terdepan. Di tubuhnya ada sengat mematikan yang dijadikan senjata melawan manusia itu. Meski tahu akan risiko bila memakainya, tapi Ebi tak peduli. Kemudian Ebi teringat akan cerita sesepuh lebah.

*

Dahulu kala, lebah belum memiliki sengat sebagai senjata pertahanan diri. Waktu itu pula, manusia dengan bebasnya merusak sarang-sarang kawanannya. Mencuri madu demi kepentingan mereka.

Lalu karena tak bisa menerima perbuatan kejam itu, sang Ratu Lebah dari satu kawanan pergi menghadap Penguasa Langit. Tak lupa sang Ratu membawa serta hasil madu buatannya yang termanis. Madu itu menjadi upeti bagi sang Penguasa Langit.

Kata sang Ratu, "Wahai Penguasa Langit yang baik hati, terimalah upeti dari kami ini. Madu termanis yang pernah Engkau terima."

"Terima kasih atas pemberianmu yang selalu terbaik. Sebagai balasannya, akan kukabulkan satu permintaanmu," kata sang Penguasa Langit.

"Terima kasih. Selama ini kami terganggu dengan kebiasaan manusia mencuri madu berharga kami. Padahal madu itu penting sekali untuk hidup kami sendiri. Juga untuk dipersembahkan kepada-Mu. Karena itu, sekiranya Engkau bersedia memberikan pada kami sebuah senjata untuk melawan mereka. Supaya kami bisa menjaga sarang kami."

Sang Penguasa Langit menimbang-nimbang permintaan sang Ratu Lebah. Sebenarnya Penguasa Langit enggan mengabulkan permintaannya itu, tapi Dia sudah berjanji akan memberikan apa pun permintaan sang Ratu.

"Baiklah, akan kuberikan kau sengat sebagai senjata mempertahankan diri. Tapi begitu kau menyarangkan sengat itu pada musuhmu, kau akan segera kehilangan nyawamu." Karena tak punya pilihan, sang Ratu Lebah menerima persyaratan itu. Lebih baik mati dengan berjuang daripada tidak bisa melawan sama sekali.

*

Tekad Ebi sudah kuat. Dia akan menjaga sarangnya meski harus mengorbankan nyawanya.

Karena sudah melihat kedua manusia itu dari kejauhan, Ebi terbang mengelilingi sarangnya. Sambil terbang, dia memberikan isyarat khusus pada teman-temannya bahwa musuh mendekat.

Kawanannya itu sudah menyiapkan strategi. Mereka akan tetap sibuk membuat madu, seolah tidak tahu ada bahaya yang akan datang. Tapi diam-diam mereka juga siap untuk bertarung.

Saat kedua manusia itu sudah dekat, mereka tak membuang-buang waktu. Tapi tak disangkanya, salah satu dari manusia itu mengarahkan kepulan asap ke sarang.

Asap adalah salah satu kelemahan kawanan lebah. Mereka akan menghindari asap kapan pun bisa. Dan kali ini juga, mereka seperti kelabakan. Ebi panik melihat teman-temannya terbang ke segala arah, agar tidak terkena asap.

Tapi karena tekadnya sudah bulat, Ebi tak mau menyerah. Dia mencari celah agar bisa menyerang tubuh manusia itu. Namun, seluruh tubuh manusia itu tertutup. Ebi harus bersabar.

Ebi terbang menjauh, menunggu saat yang tepat untuk kembali mendekati manusia-manusia pencuri itu. Di saat asap yang menggantung di udara sudah menipis dan tidak ada sama sekali, Ebi memandang ke sekitar. Tidak ada satu temannya pun yang bisa dilihatnya di sekitar sarang mereka. Mungkin mereka masih melarikan diri, pikir Ebi.

Pandangan Ebi lalu terarah ke dua manusia yang sekarang sibuk mengambil madu hasil kerja keras kawanan Ebi. Perasaan kesal dan tidak terima yang muncul di hati Ebi, semakin menebalkan tekadnya untuk memberi pelajaran pada manusia-manusia itu. Dan seperti kata pepatah, jika kita menginginkan sesuatu dengan sungguh-sungguh, semesta akan membantu kita mendapatkannya. Itulah yang terjadi kemudian.

Salah satu manusia itu tanpa disangka-sangka membuka penutup kepalanya. Dia tampak kegerahan. Mungkin karena dipikirnya kawanan lebah yang tadi berhasil diusirnya, tidak mungkin kembali dalam waktu dekat ini. Maka itulah, dia berani melepaskan salah satu bagian pelindung tubuhnya itu. 

Pikiran yang bodoh! Karena saat itu juga, mata Ebi berbinar-binar. Kesempatan yang dinanti-nantikan datang juga! batin Ebi.

Ebi menarik napas dalam-dalam. Matanya tertuju lurus ke manusia bodoh itu. Dia akan menyasar ke bagian lehernya yang tidak tertutupi pakaian. Kedua sayapnya dikepak-kepakkannya sebagai pemanasan. Dengan segera dia meluncur cepat menuju sasarannya.

Cruuttt! Sengat Ebi tertancap mulus ke daging leher si manusia bodoh, diiringi teriakan keras dari mulut korbannya. Temannya tampak kaget dan berusaha menolong. Seketika perhatian mereka berdua terlepas dari usaha pencurian madu. Si manusia bodoh korban sengatan Ebi berlari menjauh dari sarang, dan diikuti oleh temannya.

Melihat rencananya berhasil, Ebi merasa puas dan senang. Dia masih bisa terbang rendah. Tahu waktunya tidak lama lagi. Untuk terakhir kalinya, dia menatap sarang yang selama ini sudah menjadi rumah kawanannya. Walaupun tidak bisa berkumpul dengan kawanannya untuk selamanya, Ebi tetap bahagia karena mampu menjaga keutuhan hasil madu mereka.

Sebelum mendarat ke permukaan tanah dan mengembuskan napas terakhir, Ebi berharap kawanannya bisa tetap  hidup dengan selamat ke depannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun