Aku masih ingat betapa sakitnya urutan itu. Rasa sakitnya itu melebihi sakit ditolak sama orang. Aku sampai menangis menjerit saking sakitnya. Setelah itu tanganku di gibs sederhana, menggunakan dua bambu dan perban. Ibuku juga disuruh untuk membawaku ke tukang urut untuk beberapa minggu kedepan karena tukang urut itu takut tanganku tidak akan kembali seperti semula dan dia bilang aku beruntung dibawa kesitu karena jika tidak, bisa jadi keadaan tanganku akan lebih parah.
Besoknya disekolah, aku tidak bisa menggunakan tanganku untuk apa apa. Untung saja aku menulis menggunakan tangan kiri. Sehabis dari sekolah, ibuku membawaku ke rumah sakit untuk mengecek tanganku. Tanganku di x-ray dan terlihat lah, tulangku retak parah, hampir saja patah. Dokternya mengatakan bahwa tanganku akan sembuh karena aku masih bertumbuh, tetapi akan terlihat bekas lukanya. Dalam hal ini, akan ada sedikit tulang yang menonjol.Â
Setelah beberapa minggu, tukang urutku mengatakan bahwa tanganku sudah sembuh. Aku sangat senang karena aku tidak perlu menahan rasa sakit saat di urut lagi. Aku juga belajar untuk berhati-hati dan tulang manusia itu sebenarnya sangat rapuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H