Kami sebenarnya yang jadi ikut ke Tator hanya bertujuh. Salah satu diantara kami ada yang tidak ikut karena tidak enak badan dan juga menunggu teman.
Pukul 22.00 WITA malam kami meninggalkan kota Makassar menuju Tator. Sebelum kami melakukan perjalanan menuju Tator, terlebih dahulu mampir ke mini market membeli makanan ringan buat cemilan di mobil.
Kami juga sangat bersyukur karena mendapat mobil Toyota Avanza sewaan milik saudara sendiri, dan juga disopirin ama kakak sepupu sendiri. Apalagi karena memang pekerjaan sehari-harinya adalah sopir. Anwar kakak sepupu yang tahu persis jalanan ke Tator, sehingga kami semua merasa aman dan nyaman.
Di sepanjang jalan, kami semua bercanda sambil mengunyah cemilan. Anwar yang mengemudikan, dengan santainya juga, sekali-sekali ikut nyeletuk. Pada hal jalanan berliku-liku dan berkelok-kelok, tapi mobil yang kami tumpangi tetap tenang dan stabil.
Pagi hari kami mampir beristirahat sekaligus sholat Subuh, lalu melanjutkan lagi perjalanan. Pukul 06.00 WITA, kami mampir sebentar untuk sarapan, dan saya sendiri tidak pernah melihat Anwar membuka kap mesin mobil seperti yang dilakukan sopir yang lain jika berhenti untuk beristirahat sambil mendinginkan mesin yang kepanasan.
Pukul 09.00 WITA kami tiba di Tator, dan mampir sebentar ke Hotel Misiliana yaitu salah satu hotel berbintang empat di kota wisata ini. Kebetulan pemilik hotel ini teman kami bermain sewaktu masih remaja dulu. Yaitu Ami Tangkesalu anak dari pemilik hotel tersebut.
Dari sinilah kami dapat informasi, kalau hari itu kebetulan ada upacara kematian di desa Parinding Rantepao. Karena lokasinya agak jauh dan terpencil, akhirnya kami minta tolong ke salah satu warga setempat untuk mengantarkan kami.
Setelah sampai di desa Parinding, ternyata lokasinya di atas gunung. Tidak bisa dicapai oleh kendaraan beroda empat, maka kami turun dari mobil dan memarkir Toyota Avanza sambil mencoba berjalan dengan sedikit mendaki yang jaraknya sekitar kurang lebih satu kilometer.
Tempat pemakaman Parinding ini ternyata pemakaman yang sederhana, terlihat dari tempatnya dan hewan yang disembelih untuk para tamu. Hewan yang disembelih ternyata lima ekor babi. Biasanya kalau keluarga yang berduka tergolong orang mampu, yang disembelih adalah tedong Bonga (kerbau bule), yang harganya bisa sampai bermilyaran rupiah.
Ternyata kedatangan kami di Parinding ini merupakan hari kedua, setelah sehari sebelumnya upacara sudah digelar acara pemindahan jenazah dari rumah ke rumah duka yang disebut Tongkonan.