MENELAAH PROGRAM DAN JANJI YANG BISA DI EKSEKUSI DAN MANA YANG TIDAK AKAN BISA DI EKSEKUSI
Kursi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta memang menjadi incaran banyak orang. Perebutan kursi Gubernur telah menimbulkan gejolak yang cukup besar di kalangan masyarakat. Janji-janji dan program digodok dan disampaikan dengan sedemikian manis dan sedemikian rupa. Gunanya untuk menarik simpati masyarakat. Keberpihakan terhadap masyarakat seakan dijadikan kunci keberhasilan.
Sebelum memilih mari memilah program-program dan janji-janji yang ditawarkan. Telaah satu persatu programnya, bedahlah menggunakan logika dan akal sehat. Banyak program yang ditawarkan seakan begitu manis namun sulit atau bahkan tidak akan mungkin untuk diterapkan. Sudah sewajarnya kita kritis mencari siapa yang akan menjadi nahkoda Jakarta 5 tahun ke depan.
Paslon 2, Basuki dan Djarot. Basuki mungkin pada saat ini tersangkut kasus “penistaan agama”, namun saat ini kasusnya telah bergulir di ranah hukum, dan biarkanlah kasusnya selesai berdasarkan hukum yang ada. Kasus penistaan yang dihadapi jangan dicampur adukkan dengan pemilihan kepala daerah saat ini, fokuslah terhadap program dan pencapaiannya.
Paslon 3, Anies dan Sandi. Kandidat ini semakin gencar dalam mencari dukungan dari grass root. Dengan mengandalkan keberpihakan terhadap rakyat kecil menjadi andalannya. Namun apakah program-program yang disusun sudah sesuai dengan kebutuhan rakyat Jakarta pada saat ini dan pada masa yang akan datang ? program-program DP 0 atau RP 0, penolakan reklamasi, KJP Plus, OK OCE bisa dibilang program-program andalannya. Namun mari kita kritis dengan menganalisa program-program secara logika yang masuk di akal dan eksekusi yang mungkin bisa dilakukan. Kita akan menikmati Jakarta dari setiap program yang dikerjakan, bukan program retorika.
Sekali lagi ditekankan bahwa setiap program yang disusun haruslah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang ada. Keberpihakan terhadap masyarakat kecil tidak berarti masyarakat kecil harus menikmati sanjungan pada saat ini namun pada akhirnya akan berakibat pahit untuk jangka panjang. Untuk sesuatu yang lebih baik kedepannya tentu harus ada yang dikorkbankan. Kenyamanan saat ini harus dikorbankan demi keberlangsungan generasi yang akan datang.
Siapa yang kita pilih pada saat ini, kita juga yang akan menikmatinya 5 tahun dan beberapa tahun ke depannya. Jangan ketika sudah memilih nahkoda, setelah berjalan kita menyesali pilihannya. Nahkoda haruslah berani mengambil tindakan, dan setiap tindakan akan dipertanggungjawabkan nantinya dihadapan TYME, apakah dia membawa kesejahteraan terhadap rakyatnya ataukah tidak menghasilkan apa-apa. Selama masih di dunia, hubungan horizontal adalah tugas dan tanggung jawab yang harus di emban oleh nahkoda pemerintahan DKI Jakarta. Secara vertikal, akan mempertanggungjawabkan secara pribadi nantinya di hadapan TYME.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H