Mohon tunggu...
Siti ZaharaniZalamah
Siti ZaharaniZalamah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Lebih Kritis dalam Mengetahui Titik Kritis Suatu Makanan

16 Juni 2022   20:00 Diperbarui: 20 Juni 2022   14:14 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Logo Halal sumber : news.detik.com

Semakin berkembangnya teknologi, semakin maraknya budaya luar masuk ke dalam negeri. Tidak hanya dari segi pakaian dan gaya hidup,  makanan yang dari luarpun juga mulai masuk ke dalam negeri. Salah satu kebutuhan pokok bagi manusia yaitu makanan, tanpa makanan manusia tidak bisa bertahan hidup dengan baik. Pada masa sekarang, tidak sedikit makanan budaya luar yang masuk ke dalam negeri. Namun sayangnya, banyak yang merasa keren atau terlihat keren jika memakan makanan yang seperti budaya luar dibandingkan dengan makanan tradisional atau makanan dalam  negeri sendiri. Padahal, kenyataannya makanan dari budaya luar tidak bisa dijamin kehalalannya. Kita tidak tahu dagingnya bersumber dari daging apa, bahan tambahannya terbuat dari apa, serta bagaimana proses pembuatan makanannya.

Sebagai umat yang memeluk agama Islam telah ditegaskan dalam Al-quran bahwa untuk memakan  makanan yang halal dan baik serta tidak mengikuti langkah-langkah setan (Q.S. Al-Baqarah:168). Dalam ayat ini disampaikan tidak hanya memperhatikan kehalalan makanannya saja, tetapi  juga dengan memperhatikan baiknya makanan tersebut yang dimaksud dengan Halalan Thayyiban. Halal  merupakan sesuatu yang diperbolehkan  menurut ketentuan syariat Islam dan Thayyiban  merupakan  sesuatu yang baik, suci/bersih atau tidak tercampur dengan najis, dan lezat. Yang berarti sebagai umat Islam harus memperhatikan apakah makanan yang akan dimakan tersebut halal menurut syariat dan  apakah makanan tersebut baik untuk dimakan.

Dalam Islam dilarang untuk memakan makanan yang haram. Haram artinya dilarang, jadi makanan haram yaitu makanan yang dilarang oleh syara' untuk dimakan. Beberapa contoh  makanan haram yaitu bangkai, darah, babi dan turunannya (bulu, kulit, tulang, gelatin, lemak, jeroan, daging), organ manusia, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, hewan yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat disembelih. Serta juga dilarang meminum khamar yang dapat memabukkan. Tidak hanya dilihat dari bahan pokok makanannya saja, untuk melihat kehalalan makanan juga perlu diperhatikan titik kritis dari suatu makanannya.

 

Titik kritis suatu makanan bisa dilihat dari bahan tambahan yang dicampurkan ke makanan, proses pembuatan makanan, dan sumber didapatkannya bahan makanan tersebut. Dari segi bahan tambahan makanan, diketahui bahwa banyak makanan yang mengandung gelatin. Sumber gelatin ini sangat perlu diperhatikan apakah gelatin yang digunakan dari gelatin sapi atau babi. Apabila gelatin yang digunakan yaitu gelatin babi, makanan-makanan  tersebut haram untuk dimakan umat Islam. Tidak hanya untuk gelatin saja, bahan  tambahan  lain pada makanan juga sangat perlu diperhatikan diantaranya bahan penyedap, bahan pewarna dan lainnya. Semua itu perlu diperhatikan apakah sumbernya dari yang halal atau menggunakan turunan dari hewan haram. 

Dalam proses pembuatan makanan tentunya menggunakan berbagai alat masak dan alat sembelih hewan. Yang harus diperhatikan yaitu apakah alat-alat yang digunakan tidak sama dengan alat yang digunakan untuk membuat makanan berasal dari daging babi atau yang diharamkan lainnya. Karena pada dasarnya, kita dilarang menggunakan alat masak atau alat sembelih yang sama antara babi dan sapi. Dikhawatirkan apabila menggunakan alat dari bekas olahan hewan babi,  nantinya akan tercampurkan darah babi tersebut ke makanan halal yang dibuat. Oleh karena itulah diharuskannya menggunakan alat yang berbeda supaya tidak terjadi kontaminasi dari hewan haram. 

Selain dari bahan tambahan  makanan dan proses pembuatan makanan, juga perlu diperhatikan sumber didapatkannya bahan makanan. Apakah bahan makanan tersebut didapatkan dengan cara halal atau  haram. Seperti tidak diperbolehkan mengonsumsi  makanan yang didapatkan dari hasil curian karena bersifat haram. Jadi, harus dipastikan sumber makanan didapatkan dari hasil yang baik yaitu tidak dengan dicuri. 

Jika dilihat pada masa sekarang kita masih kurang kritis dalam memperhatikan titik kritis tersebut. Apalagi yang hanya ikut-ikutan mencoba memakan makanan budaya luar supaya terkesan keren. Padahal, sebagai umat Islam  sangat penting dalam  mencari tahu titik kritis makanan yang akan dimakan. Jika kita membeli makanan kemasan terlebih dahulu kita harus memperhatikan label halalnya untuk memastikan apakah makanan tersebut halal atau tidak. Tidak hanya untuk makanan budaya luar saja, kita juga tetap harus memperhatikan titik kritis semua makanan yang kita makan. Dalam Islam  larangan memakan makanan haram tersebut tidak hanya sebuah  larangan, terdapat ada alasan sendiri kenapa kita tidak diperbolehkan memakan  makanan haram. Salah satunya yaitu untuk menjaga kesehatan dan juga untuk kebaikan diri. Maka dari itu, mulai sekarang kita harus sangat mempertimbangkan makanan yang dimakan  yaitu makanan yang Halalan Thayyiban demi untuk menjaga kesehatan diri dan keridhaan Allah SWT.

Penulis : Siti Zaharani Zalamah

Penulis merupakan mahasiswa Strata-1 , Jurusan Biologi,  Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun