Kau Abadi Sebagai Luka
Berita yang melukai tak henti kau kabarkan.
Macam-macam luka telah kau sayatkan.
Tanpa kau berpikir bagaimana aku cari celah untuk menguatkan,
Dan dengan kata lagi patah hati kau hantarkan.
Kini memori luka telah kucoba buka.
Sakit hatinya yang paling perih kurasa.
Kuhentikan menyebutmu dan menghapus namamu dengan paksa dalam doa.
Dan itu adalah hal yang paling menyakitkan.
Semua itu kulakukan..
Karena sudah cukup banyak tinta yang kuhabiskan.
Sudah cukup telah banyak air mata yang kubiarkan berlinang.
Dan kucukupkan karena kamu yang kujadikan harapan.
Kala itu..
Air mata yang menyelimutiku.
Desah sesak napasku..
Isak tangisku..
Dan hatiku yang berontak inginkan teriak.
Lirih demi lirih yang kuuntai menjadi kalimat menyakitkan nan pilu.
Pura-pura merelakan dan pura-pura tidak peduli adalah demam tertinggi bagiku.
Entah pada lembar mana lagi aku harus melupakan kenangan itu.
Dan kuputuskan, itu dulu.
Kini..
Dari jatuhnya kemarin..
Aku telah berdiri kembali..
Sendi-sendiku semakin kuat menghadapi.
Goresan luka itu masih bisa kubaluti.
Kau, dengan segala hormat kupersilahkan pergi.
Tepat di bait ini..
Kubuatkan slogan,
Sakit hati paling tidak enak di rasa
Itulah alasan mengapa aku memilih lupa.
Sayang..
Bolehkah aku mengabadikanmu di hatiku lagi?Â
Iya, mengabadikanmu sebagai luka.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI