Mohon tunggu...
Siti WardatulJannah
Siti WardatulJannah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memahami Tujuan dari Retorika Dakwah

27 Juni 2024   08:17 Diperbarui: 27 Juni 2024   08:29 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Syamsul Yakin dan Siti Wardatul Jannah (Dosen dan Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Tujuan dakwah tergambar dalam makna ayat berikut: "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung" (QS. Ali Imran/3: 104).

Begitu juga dalam ayat ini: "Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, karena kalian menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka.Di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik" (QS. Ali Imran/3: 110).

Nabi mengajarkan teknik untuk mencapai tujuan dakwah dengan prinsip: "Barangsiapa yang melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman" (HR. Muslim).

Dalam konteks retorika, terdapat lima tujuan utama dalam penyampaian pesan, yaitu informatif, persuasif, rekreatif, edukatif, dan advokatif. Dalam konteks dakwah, amar ma'ruf dan nahi mungkar mencakup semua tujuan ini: menyampaikan informasi tentang kebaikan dan larangan, meyakinkan orang untuk mengikuti kebaikan dan menjauhi keburukan, memberikan inspirasi dan hiburan melalui contoh-contoh kebaikan, memberikan pembelajaran dan pengetahuan tentang nilai-nilai Islam, serta membela atau menyuarakan kebenaran dan keadilan.

Dari segi cara menyampaikan pesan, terdapat minimal dua tujuan retorika, yaitu monologika dan dialogika. Monologika adalah gaya berbicara yang bersifat monolog atau satu arah, biasanya digunakan dalam pidato, ceramah, dan khutbah. Sementara itu, dialogika adalah gaya berbicara yang bersifat dialog atau dua arah.

Dalam dakwah Nabi, banyak riwayat yang memuat dakwah dialogis ini. Pertama, dalam kitab  Fathush Shamad mengutip satu hadits Nabi yang bersumber dari Ibnu Umar. Ibnu Umar bercerita, "Dalam satu perjalanan, kami bersama Rasulullah. Sekonyong-konyong seorang Arab pedalaman mendekat.

Nabi meresponsnya dengan bertanya, "Wahai kisanak, kamu hendak kemana?" Orang itu menjawab, "Hendak pulang ke keluargaku". "Apakah kisanak menginginkan kebaikan?", seloroh Nabi. Orang itu menjawab, "Apakah itu?"

abi menjelaskan, "Kamu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan (kamu bersaksi) bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya".  Namun orang itu malah berkata, "Siapa saja yang akan bersaksi kepadamu untuk (membenarkan) ucapan tersebut?" Secara singkat Nabi menjawab pertanyaan orang Arab pedalaman itu, "Pohon ini atau buah ini".

Pohon yang berada di tepi jurang itu mendekatkan diri ke arah Nabi setelah bumi mendekatkannya, sehingga berada di hadapan beliau. Setelah itu, Nabi bersyahadat tiga kali. Pohon tersebut juga bersyahadat sebagaimana yang dilakukan Nabi. emudian pohon itu meninggalkan Nabi untuk kembali ke tempat asalnya.

Kedua, dalam kitab  al-Mawaidz al-Ushfuriyah, Syaikh Muhammad bin Abi Bakar menuliskan keislaman Abu Bakar yang diawali dari mimpi. Ketika berada di Syam (kini Syiria), dia bermimpi melihat matahari dan bulan di dalam kamarnya.

lalu matahari dan bulan itu digenggam dengan kedua tangannya, ia meraihnya dengan erat. Ia juga mengikat matahari dan bulan dengan surbannya agar tidak pergi. Setelah Abu Bakar bangun dari tidurnya, ia segera pergi menemui seorang pendeta Nasrani yang masih beriman kepada agama tauhid, untuk bertanya tentang makna mimpinya.

Di hadapan pendeta itu, Abu Bakar dengan jelas menceritakan seluruh isi mimpi yang dialaminya. Setelah itu, Abu Bakar meminta pendeta tersebut untuk memberikan penafsiran tentang mimpi tersebut. Kemudian, pendeta itu bertanya kepada Abu Bakar, "Dari mana kamu berasal?" Abu Bakar menjawab, "Saya berasal dari Mekah." Pendeta itu kemudian bertanya lagi, "Dari suku mana kamu?" Abu Bakar menjawab, "Saya berasal dari suku Taymin."

Setelah itu, sang pendeta kembali bertanya kepada Abu Bakar "Apa pekerjaanmu?" Abu Bakar menjawab, "Berdagang." Setelah mengajukan beberapa pertanyaan, pendeta itu kemudian menyampaikan, "Pada masamu ini akan datang seorang seorang laki-laki keturunan Bani Hasyim yang bernama Muhammad al-Amin. Ia bermarga Hasyim dan akan menjadi nabi akhir zaman".

"Kalau tidak ada beliau, niscaya Allah tidak akan menciptakan langit dan bumi. Termasuk apa saja yang ada pada keduanya. Tanpanya, Allah juga tidak akan pernah menciptakan Nabi Adam, para nabi dan rasul. Muhammad itu pemimpin para nabi dan rasul. Ia adalah nabi terakhir. Kamu akan masuk agama Islam yang dibawanya".

"Kelak kamu akan menjadi orang kepercayaannya sekaligus bakal menjadi pengganti kepemimpinannya. Inilah makna mimpimu itu", ucap sang pendeta. "Aku mendapatkan informasi ihwa ciri-ciri dan sifat-sifat Muhammad di dalam kitab Taurat, Injil, dan Zabur. Sungguh, aku sendiri sudah mengikuti agamanya.Hanya saja aku menyembunyikannya".

Setelah mendengar penjelasan sang pendeta tentang sifat-sifat Nabi, Abu Bakar merasa tergerak dan sangat ingin bertemu dengan Nabi di Mekah. Begitu tiba di Mekah, Abu Bakar segera mencari Nabi dan berhasil bertemu dengannya. Sejak saat itu, cinta Abu Bakar kepada Nabi semakin mendalam dan ia tidak pernah ingin berpisah darinya.

Kondisi hati Abu Bakar seperti itu berlangsung cukup lama, hingga suatu hari Nabi  bertanya kepada Abu Bakar, "Wahai Abu Bakar setiap hari kamu mengunjungiku. Seringkali juga kamu duduk bersamaku. Namun mengapa kamu tidak masuk Islam?" Abu Bakar menjawab, "Jika kamu benar  seorang nabi, tentu kamu memiliki suatu mukjizat". "Apakah belum cukup untukmu mukjizat yang kamu alami dalam mimpimu ketika kamu berada di Syam.

Kemudian mimpimu itu ditafsirkan oleh seorang pendeta Nasrani yang juga sudah menyatakan keislamannya"?, desak Nabi. Lalu setelah mendengar sabda Nabi  itu, Abu Bakar berikrar, "Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan kamu adalah utusan Allah".

Ketiga, masih dalam kitab al-Mawaidz al-Usfuriyah, Syaikh Muhammad bin Abi Bakar mengutip sebuah hadits Nabi yang bersumber dari Abu Dzar al-Ghifari. Abu Dzar bertanya, "Ya Rasulullah ajarkan aku satu perbuatan yang mendekatkan aku ke surga dan menjauhkan aku dari neraka".

Nabi menjawab, "Jika kamu melakukan kejelekan, maka ikutilah dengan kebaikan". Abu Dzar bertanya lagi, "Apakah termasuk kebaikan kalimat "Laa Ilaaha Illaahu itu"? Lalu Nabi menjawab, "Benar, bahkan kalimat itu adalah yang terbaik di antara yang baik".

Keempat, bersumber dari Abu Hurairah, dia mengaku mendengar Nabi bersabda, "Amal seseorang tidak akan memasukkan seseorang ke dalam surga". Para sahabat bertanya, "Engkau juga tidak wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Aku pun tidak. Itu semua hanyalah karena karunia dan rahmat Allah" (HR. Bukhari).

Dari segi pedagogik, ada empat tujuan retorika yang diperkenalkan, yaitu korektif, instruktif, sugestif, dan defensif. Keempatnya dapat digunakan untuk mencapai tujuan dakwah yang telah disebutkan sebelumnya.

Jika disimpulkan tujuan retorika dapat dikelompokkan ke dalam tiga aspek, yakni isi pesan, cara penyampaian, dan pedagogik. Semua ini dianggap efektif untuk mencapai tujuan dakwah, yaitu amar makruf dan nahi mungkar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun