Mohon tunggu...
siti wahyuni
siti wahyuni Mohon Tunggu... Guru - GURU

ALUMNI UIN MALIKI MALANG, PBA

Selanjutnya

Tutup

Politik

Peran masyarakat Menyiapkan Generasi, Basmi Korupsi

15 Desember 2015   18:59 Diperbarui: 15 Desember 2015   18:59 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Karena tindak perilaku korupsi bisa dimulai dari salahnya pola asuh yang diterapkan semasa pembentukan karakter

Tidak henti- hentinya Republik Indonesia (RI) didera masalah, baik yang bernuansa politik juga yang non- politik. Kasus perseteruan ormas Front Pembela Islam (FPI) versus Ahok, Gubernur DKI telah usai diperbincangkan. Lalu muncul kasus baru, pertarungan badan anti rasuah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) versus Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) yang berujung pengkambinghitaman beberapa pimpinan tertinggi KPK, semisal Abraham Samad dkk, serta gagalnya pengangkatan Komjen Budi Gunawan sebagai kapolri.

Tengoklah, betapa seringnya kita disuguhi berita tentang korupsi dan manipulasi kekayaan negara yang justru dilakukan oleh orang- orang yang sudah bernasib demikian mujurnya. Mereka yang sudah dikaruniai Allah dengan kedudukan tinggi dan kekayaan melimpah, tanpa segan mempertaruhkan harga diri dan martabat mereka demi meraih harta yang sama sekali bukan menjadi hak mereka.

Anehnya, orang- orang seperti ini tidak saja kehilangan harga diri mereka, namun juga telah kehilangan rasa malu. Di depan kamera, mereka masih bisa tersenyum- senyum seolah tak ada apa pun yang perlu dirisaukan. Lebih aneh lagi, karena biasanya mereka malah beranggapan orang- orang di luar merekalah yang telah melontarkan fitnah dan perjudis. Sungguh benar apa yang pernah disabdakan Rasul: “Kalau kamu tidak malu, lakukan apa saja yang kamu mau”.

Banyak orang di negeri ini yang sudah punya empat atau lima rumah mewah, tapi ingin punya sepuluh. Banyak orang yang berpenghasilan puluhan juta setiap bulan, tapi berusaha menggerogoti kekayaan negara dengan berbagai trik dan kebohongan.

Dari berbagai kasus di atas, Jokowi selaku pemimpin negara tentu memiliki tanggung jawab besar untuk mengatur dan menata bangsa ini agar lebih baik dan maju. Lalu, dimanakah peran masyarakat ? tentu saja masyarakat pun harus ikut aktif berkecimpung dalam masalah pelik ini. Karena tanpa kita sadari, penyakit mematikan ini akan semakin menjalar seentero petinggi negeri. Maka untuk memberantasnya tidak cukup hanya dengan melakukaan suatu tindakan sistem semata, namun yang lebih mendasar lagi yaitu melakukan tindakan pencegahan. Upaya pencegahan tersebut memerlukan waktu yang tidak hanya cukup dibutuhkan satu generasi saja, melainkan dua atau tiga generasi. Atas alasan ini, maka tidak ada kata berhenti bagi pemberantasan korupsi.

Prinsip Pembangunan jangan hanya berfokus pada pembangunan fisik ataupun fasilitas saja. Namun pembangunan akan moral generasi muda itu jauh lebih penting dari segalanya. Karena apalah arti SDA yang melimpah namun manusianya tidak bisa mengolahnya dengan efektif dan efisien untuk kemaslahatan bersama. Malah lebih mementingkan golongan sendiri saja.

Salah satunya adalah melalui jalur pendidikan masyarakat dalap upaya penanaman nilai anti- korupsi dalam pengasuhan anak oleh keluarga. Mendidik generasi muda dengan menanamkan nilai- nilai etika dan moral yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut penting direalisasikan. Keluarga sebagai organisasi sosial terkecil dalam masyarakat memiliki peran dasar dan pengaruh yang sighnifikan dalam penanaman nilai dan pembentukan perilaku anak.

Betapa pentingnya penerapan pola asuh orang tua yang baik kepada anaknya, selain orang tua adalah suri tauladan bagi anaknya, dari orang tualah akan timbul pembiasaan pembentukan karakter anak. Karena tindak perilaku korupsi bisa dimulai dari salahnya pola asuh yang diterapkan semasa pembentukan karakter. Berkaca dari berbagai fakta, pendidikan karakter sejak usia dini/ penerapan pola asuh yang baik adalah kunci dari berbagai problem tersebut. Dalam Undang- Undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bahwasannya tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[1]

Pendidikan karakter yang utama adalah lingkungan keluarga. Dalam lingkungan ini, anak akan mempelajari dasar- dasar perilaku yang penting bagi kehidupannya kemudian. Karakter dipelajari anak melalui memodel para anggota keluarga yang ada di sekitar terutama orang tua. Anak memodel orang tua dalam bersikap, bertutur kata, mengekspresikan harapan, tuntutan, dan kritikan satu sama lain, menanggapi dan memecahkan masalah, serta mengungkapkan perasaan dan emosinya. Model perilaku yang baik akan membawa dampak baik bagi perkembangan anak demikian juga sebaliknya.

Pola kesederhanaan yang diterapkan dalam keluarga juga penting. Karena Ibn Kholdun mengatakan bahwa akar penyebab korupsi adalah “Nafsu untuk hidup bermewah- mewahan di kalangan kelompok yang berkuasa.”[2] Sehingga disinilah peran keluarga yang membuat seseorang bisa jadi meninggalkan korupsi atau melakukannya. Entah karena dahulunya hidup serba mewah sehingga lambat laun tertanam sikap untuk mengejar kegengsian dunia semata.

Sementara itu, disebutkan periode bonus demografi penduduk Indonesia berlangsung pada 2010- 2045, di mana usia produktif paling tinggi diantara usia anak- anak dan orang tua. Berdasarkan data Badan Peusat Statistik 2011, jumlah penduduk Indonesia 2010 usia muda lebih banyak dibandingkan dengan usia tua. Dalam data itu terlihat, jumlah anak kelompok usia 0-9 tahunan sebanyak 45,93 juta, sedangkan anak usia 10-20 tahun berusia 45-54. Pada usia- usia itulah para remaja hari ini yang memegang peran di suatu negara. Hal ini tentunya dapat dimaksimalkan dengan cara menyiapkan kader- kader terbaik negeri ini untuk membangun Indonesia yang gemilang di usianya yang ke 100 tahun.

Maka, betapa pentingnya penyiapan generasi emas sejak saat ini dengan corak pengasuhan ibu yang baik untuk menyongsong Indonesia emas 2045 nanti. Karena anak- anak kita saat ini bukanlah milik kita namun milik zamannya nanti.

 

 

 

[1] Qodir, dkk, Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional, (Jogjakarta: Media Wacana Press, 2003), hlm. 12.

[2] (Ibnu Khaldun, Muqaddimah (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), hlm. 428- 429.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun