Mohon tunggu...
siti umy asih
siti umy asih Mohon Tunggu... -

Never doubt the strength of your heart

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senyuman Senja

14 November 2013   21:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:10 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hiruk pikuk suasana meredupkan wujudku. Senda gurau kawan-kawan serasa tanpa suara dalam telinga. Aku hanya menatapnya di kejauhan. Teman semasa kecilku dan kampus ini yang mempertemukan kami kembali. Dulu semua terasa indah, bermain bersama, makan bersama tak ada rasa sungkan. Namun sekarang, ia sungguh telah berubah menjadi sosok bidadari dunia. Bukan karena wajahnya yang terlampau cantik tapi hati dan akhlak mulianya lah yang membuatku menaruh hati padanya. Dengan balutan jilbab yang menyejukkan pandangan. Aku tak berani mendekati dan bermain dengannya seperti dulu. Jika akhwat lain berhias cantik dengan bedak dan segala macam make up, wajahnya hanya terhias cantik dengan senyuman.

“ Van… ngelamun aja nie orang!”

SeruDimas yang mengagetkan imajinasiku. “ mikirin apa sie?” sambungnya lagi “ biasalah mikirin skripsi yang udah deadline” Alihku. “sante aja bro jangan terlalu dipikirkan” ujar Roni temanku. “ elu mah, dari dulu sante. Ntar pas hari H baru kelabakan” jawabku. “hahahaha…. Itulah gue juga bingung dengan diri sendiri”. “ em.. kalau gue udah kelar tinggal mempersiapkan diri buat ujian sidang aja” sahut Dimas. “ HAH…. Serius loe?” ucapku dan Roni serempak. “ bercanda. Belumlah. Hehehehehe”jawabnya enteng. “ ah…dasar ngagetin aja.” Seru Roni.

Dimas dan Roni adalah sohib karibku selama di kampus. Mereka teman seperjuangan. Yang udah seperti saudaraku sendiri.

****

12 tahun yang lalu

“ pulang yuk zah,. Udah mau gelap nie “ ucapku kepada azizah ketika kami berada di pantai yang jaraknya setengah kilo dari rumah.

“ sedikit lagi. Aku mau nunggu matahari terbenam “

“ buat apa?” tanyaku heran. “ aku mau menitipkan pesan untuk Allah sebelum matahari menemui-Nya” ucapnya. “ pesan??? Apa pesanmu zah?” tanyaku lagi. “em… semoga aku bisa mendapatkan suami yang baik. Seperti ayahku “. “hahahahahahahahaha……” aku tertawa terbahak-bahak mendengarnya. “ ih…. Kamu kenapa sih van? “ ucapnya dengan raut wajah marah. Aku berusaha menghentikan tawa “ kamu itu lucu sekali. Masih jauh tau. Sekarang aja baru sebelas tahun. Hah… memang ya perempuan itu suka berhayal sama seperti kakakku”. Dia mendorongku kemudian berlalu. “eh…. Mau kemana? Katanya mau tunggu matahari terbenam?”.“ gak jadi. Aku udah sebel gara-gara kamu! “. “ cie…. Marah ni,. Hey… jangan marah donk”. Dia tidak merespon dan kemudian mengambil sepedanya. “ eh…. Tunggu….” Ucapku sambil berlari.

****

Dalam kamar yang berukuran 4x3 meter aku berkutat dengan laptop, menyelesaikan skripsiku. Buku-buku berhamburan dimana-mana. Sesekali bayangan azizah muncul. Aku benar-benar tidak bisa menghapusnya. Setelah enam tahun berpisah karena ia melanjutkan ke pondok pesantren setelah lulus dari SD. Aku ingin sekali bermain bersamanya seperti dulu, dan ingin rasanya ku ungkapkan perasaanku ini. Tetapi waktu belum tepat. Handphoneku berdering sedetik kemudian.

ØUkhti,. Jangan lupa bawa buku filsafat pendidikan ana ya besok ^^

Sms dari azizah. Mungkin ia salah kirim gumamku dalam hati.

ðMaaf zah, kamu salah kirim. Balasku

ØOh,. Iya. Maaf van. Mungkin terlalu cape’ jadi sampe salah kirim

ðNever mind heheistirahat yang cukup ntar sakit lho

ØIya, em.. kamu lagi apa?

ðLagi selesaikan skripsi ni

ØYa udah maaf ganggu. Di lanjut aja.

Azizah…azizah…. Ingin sekali rasanya aku ungkapkan perasaan ini. Tapi,….

****

“Dim.. loe udah menghadap dosen pembimbing skripsi belum?” ucapku suatu sore di tempat kos Dimas dan Roni.

“ belum nie, loe sendiri?”

“rencananya besok”

“ok. Moga aja ga di sobek-sobek lagi kaya waktu itu. Hehehe” ucapnya sambil cengengesan.

“ bener. Kesel banget waktu itu”.

Kemudian pandanganku tertuju kepada Roni yang sedari tadi hanya berbaring sambil asyik memencet tombol HP dengan senyum-senyum sendiri.

“ ehem… lagi smsan dengan cewek ya Ron?” ucapku. “ tau aja” jawabnya. “ awas-awas banyak syetan” seru Dimas “kalau dah siap mending lamar aja” sambungnya lagi. “HUAH… masih jauh.” Balasnya “ dari pada maksiat terus kan lebih baik malaksanakan yang halal. Hehe” jawab Dimas “ Iya. Pak ustadz. Oia, by the way. Gue kaya ga pernah liat Ivan deket/smsan ama cewek ya” seru Roni. Aku hanya tersenyum. “loe suka ama cewek kan van?” sambungnya lagi. “gile..iya lah. Sembarangan aja loe” jawabku. “bukan gue aja kali Ron, temen sekamar loe itu juga ga pernah kali” sambungku. “wih…capa bilang. Dia itu udah ada calonnya”. Jawab Roni. “eh,.sembarangan aja” seru Dimas. “oia,. Siapa?hehehe satu kampus ga?”tanyaku,. “ Ia, anak semester akhir juga jurusan Bimbingan Konseling Islam”. Deg,. Hatiku tersentak. Azizah juga di fakultas itu. “ siapa? Gue juga ada teman disitu”.tanyaku “namanya azizah….” Pluk. Sebuah buku melayang kewajahnya. “aduh…jahat loe dim..”Roni mengusap-usap wajahnya.

Tanganku seketika bergetar. Kenapa? Harus azizah…”aduh, gue lupa harus jemput Syafa. Gue duluan ya”. Aku langsung memasukkan laptop dan buku-buku kedalam tas dan segera berlalu. Kulihat Roni masih mengomel pada Dimas.

****

Senja….

Jangan berlalu begitu cepat

Aku ingin menikmati sedikit saja waktu bersamamu

Tak peduli tangis atau tawa yang kurasa

Karena engkau tetap indah dalam deraian air mata ataupun senyuman

Tak ada gairah lagi untuk melangkah kekampus dan menatapnya. Aku tidak mungkin menyakiti sahabatku dengan mencintai orang yang ia cintai juga. Meskipun sejatinya akulah orang yang lebih dulu menyukainya. Tapi aku sadari Dimas pantas buat Azizah mereka sama-sama lulusan pondok pesantren dengan pemahaman agama yang luar biasa. Sedangkan aku juz 30 pun tak hafal. Aku tahu jodoh kita adalah pantulan dari cerminan diri kita. Jadi tak mungkin aku menggapai bulan. Hanya bintang saja yang dapat mendampinginya.

Hari ini sidang skripsi aku mencoba menenangkan perasaan. Aku ingin menjadi wisudawan terbaik seperti yang diidam-idamkan ibuku. Ya,..sekarang untuk ibulah segala usahaku selama ini.

“Van, loe tenang banget. Ga ngerasa nerves gitu?” kata Dimas. “iya.luarnya tenang tapi dalam hati sebenarnya udah kaya tabuhan bedug kalau takbiran.hehe” jawabku.

Semua telah terlewati. Rasanya perjuangan selama 4 tahun ini berakhir sudah. Aku mengambil Hpku di atas meja yang tertinggal di kamar. Ada 3 panggilan tak terjawab dan 1 pesan.

ØLakukan yang terbaik ya ^^

Dari azizah. Aku tidak membalasnya. Aku takut tak dapat melupakannya.

****

Acara wisuda yang begitu megah. Di ruang Auditorium ribuan Mahasiswa berkumpul. Orang tua Dimas dan Roni juga datang. Dan aku bersama Ibuku. Pandanganku tetuju kepada sesosok pria paruh baya yang aku kenal. Aku spontan menghampirinya.

“ Bapak” seruku. Lelaki itu menoleh. Aku mencium tangannya.

“Masya Allah.Ivan…bapak hampir saja tidak kenal. Dia tersenyum kemudian memelukku.

Disampingnya ada Azizah. Lelaki itu adalah Ayah azizah. Hanya sekilas pandanganku tertuju padanya Ia begitu cantik dengan kebaya putih berbalut jas dan toga, hari ini dia berhias sangat cantik. Tapi dengan segera aku alihkan pandangan walaupun sebenarnya aku sangat ingin menatapnya lagi.

“bagaimana keadaan bapak sekarang?” tanyaku

“Alhamdulillah nak, sehat. Kenapa tidak pernah main lagi dirumah? Gak terasa ya kamu sudah besar.. ganteng lagi. Gak kaya dulu urak-urakan, suka main kotor..”

Aku tersenyum… “ hehe,.. bapak ada-ada saja. Oia, itu Ibu saya pak” aku menunjuk kearah ibuku duduk. Ibu yang sedari tadi memperhatikan kami kemudian memberi salam dengan tersenyum ramah.

“ Ayah,. Ayo kita ketempat duduk kita, sudah disiapkan” ucap Azizah lembut.

“Iya, mari nak Ivan, Nanti main kerumah ya” kata ayah azizah

“Insya Allah pak”.

Pembacaan hasil IPKpun berlangsung,. Aku tidak begitu memperhatikan. Aku menunggu nama Azizah diantara ribuan Mahasiswa yang dibacakan. Namun hanya 10 Mahasiswa dengan nilai terbaik di setiap Program Study saja yang dibacakan. Dan Azizah masuk dalam 10 besar itu dengan IPK 3,47. Dan sekarang giliran Fakultas Teknik Program Study arsitek, kulihat ibu sangat cemas dan ketika namaku dibacakan Ivan Ramadhan IPK 3,88 aku kaget. Kenapa bisa begini? Ibu memelukku bahagia. Air matanya menetes apalagi ketika mendengar aku Wisudawan terbaik ketiga di seluruh Universitas dan di Fakultas Teknik terbaik pertama. Aku serasa mimpi. Ini berkat do’a ibu yang tiada henti setiap malam. Ketika maju kepanggung dan menerima hadiah kulihat wajah Ibu yang begitu bahagia, teman-temanku terutama Dimas dan Roni. Aku mencari wajah Azizah dalam tumpukan Mahasiswa. Ku dapati ia tersenyum dengan mata berkaca-kaca. Andaikan saja ia adalah pendampingku. Astagfirullah.. segera ku tepis hayalan itu.

****

Sekarang yang ada dibenakku adalah mencari pekerjaan. Sudah saatnya orang tuaku berhenti bekerja. Karena aku masih punya dua adik perempuan. Aku adalah anak lelaki satu-satunya dikeluarga ini dan aku merasa bertanggung jawab penuh atas mereka semua. Aku masih berbaring-baring dikamar dengan headset ditelinga mendengarkan lagu. Lalu handphoneku berdering. Dari Azizah. Ada apa dia menelpon sebelumnya ia tidak pernah menelpon. Ah, mungkin saja ayahnya yang menyuruh,. Mengingat janjiku untuk main kesana belum terlaksana.

“Assalamualaikum” ucapku

“Walaikumsalam warahmatullah” jawab suara lembut diseberang sana. Itu suara Azizah

“ada apa zah?”

“em…lagi sibuk van?” tanyanya ragu

“ah, enggak aku lagi sante aja nie”

Ia kemudian mengucapkan selamat atas hasil wisuda kemarin, dan juga membahas kenangan ketika SD dulu, ternyata ia masih mengingatnya setiap detail kisah kita bahkan hal-hal yang sudah luput dari ingatanku ia masih mengingatnya.yah, dia memang gadis yang cerdas daya ingatnya sangat tajam berbeda jauh denganku.

“ van? Gimana perasaanmu padaku? ” Deg.. aku tersentak

“em…maksudmu apa?” tanyaku gugup

“maksudku apakah kamu suka padaku?” tanyanya pelan kelihatannya ia malu.

“aku….” Ingin sekali aku mengatakan jika aku mencintainya tetapi… aku ingat kembali dengan sahabatku Dimas. “dulu aku menyukaimu tetapi sekarang sudah tidak” ucapku gemetar. Tak terdengar jawaban darinya,.. “zah….”

Tut…tut…tut… ternyata teputus.

ØMaaf van, pulsaku habis.. udah dulu ya? Karena sudah larut malam.”

ðIya. Nice dream ya sahabatku ^^

Air mataku menetes menyadari apa yang baru saja ku katakan tadi. Betapa bodohnya aku.

Kutinggalkan kenikmatan malam, Kujauhi kehidupannya

Kini ku kembali ketempat yang pertama dan utama

Tuk jauhi tempat-tempat hina para pemburu nafsu

Nikmati kebeningan dan kesucian tempat mulia itu

Tinggalkan kekasih palsu yang menjauhkanmu dari keindahan Hakiki.

Malam ini aku besujud dan menangis dalam dekapan do’a dan deraian asa menghadap di sepertiga malam-Nya.

****

Rumah ini. Telah lama sekali aku tak mengunjunginya. Ia tetap sejuk seperti dulu. Bayangan masa lalu ketika barmain ditaman ini bersamanya hadir kembali. Aku mengetuk pintu.

Seorang gadis membukanya. Ia tersentak kaget dengan kedatanganku.

“Assalamualaikum” ucapku

“Walaikumsalam. Silahkan masuk van”. “Ayahmu ada?” tanyaku. “iya, sebentar aku panggilkan”. Ia kemudian masuk kedalam dan membiarkanku duduk di ruang tamu. Tak lama Ayah azizah keluar. Ia terlihat sangat senang, aku dipeluknya lagi seperti anak lelakinya. Azizah adalah anak semata wayang di keluarga ini. Ia bercerita banyak tentang Azizah. Aku tersenyum mendengar kisah sahabat kecilku. Ia juga menanyakan tentang Planningku kedepan. Aku katakan untuk saat aku dapat Proyek Pembangunan SuperMarket. Azizah yang muncul dengan membawa 2 gelas minuman hanya tertunduk. Kuliriknya diam-diam.

“ Oia, Azizah ini dalam waktu dekat akan menikah. Kemarin ada Lelaki datang kerumah dengan keluarganya melamar Azizah dan Ia menerimanya. Sebagai orang tua asalkan anaknya Bahagia yah, kita hanya merestui saja….” Ucap Ayah Azizah. Ia kemudian masuk kedalam dengan segera. Aku tersenyum “oia,… lelaki itu Dimas bukan Pak?” tanyaku “ia,.kamu tau?” Tanya ayah azizah. “Dimas itu sahabatku pak, jadi aku tau”. Jawabku aku berusaha menyembunyikan sedih ini dalam senyuman. Ia kemudian bertanya tentang Dimas aku ceritakan tentang dirinya, pria yang baik, shaleh, yah bisa menjadi suami yang baik buat azizah.

Cukup lama aku mengobrol dengan ayah Azizah. Ketika hari menjelang ashar aku pamit. Kuhidupkan mesin Ninja merah pembelian Ayah ketika SMA dulu. Dan segera berlalu. Suara adzan terdengar. Aku singgah untuk menunaikan shalat mengadu segala sedih hati ini. Hidup bukan hanya untuk mencinta lawan jenis yang kita suka. Masih ada Allah tujuan segala cinta ini, kepada Kekasihnya Muhammad Shalallahu alaihi wa salam, Ayah dan Ibu ku, kakak dan adik-adik perempuanku yang sangat membutuhkan kasih sayang, juga keponakanku Syafa dan teman-teman juga seluruh saudara seiman, aku mempunyai banyak cinta yang harus dibagi kepada mereka.

Tiba-tiba aku teringat tempat itu. pantai dimana aku dan Azizah dahulu. Aku segera menuju kesana. Rupanya mentari masih jauh dari peraduannya. Dalam kesendirian ini.

Luluhkan dirimu dan mengalirlah bagaikan anak sungai, yang menyanyikan alunannnya bagai sang malam.
Kenalilah penderitaan dari kelembutan yang begitu jauh.
Rasa dilukai akibat pemahamanmu sendiri tentang cinta;
Dan menitiskan darah dengan ikhlas dan gembira.
Terjaga di kala fajar dengan hati berawangan dan mensyukuri hari baru penuh cahaya
kasih;
Kembali ke rumah di kala senja dengan rasa syukur;
dan senyuman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun