Mohon tunggu...
Siti Shofia Latifah Azzahra
Siti Shofia Latifah Azzahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Communication Science

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga (20107030013)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menilik Lika-liku Penjual Tekwan, Rollercoaster Kehidupan

29 Juni 2021   19:40 Diperbarui: 29 Juni 2021   19:51 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menu tekwan original, tekwan isi telur puyuh, dan dawet shushu. (dokpri)

"Tekwan Macik dan Dawet Shushu". Itulah nama yang diberikan oleh pasangan suami istri yaitu Pak Tomi (40) dan Bu Yufi (35) untuk usaha kulinernya. Untuk menuju ke tempat tersebut, kita harus masuk Gang Dobol terlebih dahulu. Lebih tepatnya di Kelurahan Mintaragen, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal. Tampak di samping kanan kiri dipadati oleh perumahan penduduk. Ruangan berukuran 3x4 meter itu tampak lengang, menyisakan meja makan beserta kursinya dan teras rumah dengan gerobak dagangannya yang ia gunakan untuk membuka kedai.

Pak Tomi disusul oleh Bu Yufi dengan segera menghampiri ketika tahu ada yang ingin membeli. "Maklum mbak, dari pagi belum ada yang dateng kesini buat beli," tuturnya sembari tersenyum getir. Ya, hari ini di tengah krisis pandemi Covid-19 UMKM ini masih bisa bertahan.

Pak Tomi mengakui pandemi Covid-19 yang melanda di Indonesia memberikan dampak langsung ke berbagai aspek ekonomi masyarakat, terutama bagi UMKM. Banyak dari kawan sesama pemilik UMKM yang merosot omzetnya, namun masih cukup kuat bertahan. Di antaranya UMKM di sektor kuliner seperti usaha yang digeluti oleh Pak Tomi dan Bu Yufi.

Pak Tomi dan Bu Yufi selaku pemilik
Pak Tomi dan Bu Yufi selaku pemilik "Tekwan Macik".(dokpri)

Bercerita sebelum adanya pandemi, usaha tekwan milik Pak Tomi yang ia rintis sejak tahun 2017 selalu dibanjiri pesanan tiap harinya. Mulai dari pesanan untuk hajatan, pengajian, arisan komplek, hingga untuk konsumsi pertemuan di balai pelatihan UMKM. Ia hanya menawarkan dua menu andalan yaitu tekwan original dan tekwan isi telur puyuh. Satu porsi tekwan original hanya dibanderol Rp10.000,-. Sedangkan satu porsi tekwan isi telur puyuh dibanderol lebih mahal sedikit yaitu Rp13.000,-.

Awal mulanya, ia dan istri tidak langsung berani memutuskan untuk membuka kedai. Jadi mereka membuat tekwan hanya ketika ada orderan masuk saja. Akan tetapi karena permintaan dari pelanggan agar tekwan yang dibuat sudah ready (tidak perlu order), akhirnya mereka memutuskan untuk membuka kedai di teras rumah. Tak hanya orderan yang ramai, namun kedai yang berlokasi di teras rumahnya pun tidak kalah ramai oleh pembeli. Jam buka kedai Pak Tomi dari pukul 08.00 hingga 22.00. Para supir aplikasi pengantar makanan seperti Go-food dan Grab food pun silih berganti untuk memesan makanan. Banyak pula diantara pembeli yang dine-in. 

Melihat banyaknya peluang tersebut, dengan tabungan yang dimilikinya pada tahun 2019 Pak Tomi dan Bu Yufi memutuskan untuk membuka cabang tekwan macik di Jalan Cendrawasih Desa Randugunting, Kecamatan Tegal Selatan, Kota Tegal. Saat masa-masa awal dibukanya kedai cabang kedua, mereka masih sanggup melayani pembeli tanpa mempekerjakan karyawan. Mereka berbagi tugas, Bu Yufi menjaga kedai yang ada di teras rumah sedangkan Pak Tomi menjaga kedai baru. Seiring berjalannya waktu, lama-kelamaan mereka merasa kewalahan. Oleh karena itu, mereka mempekerjakan seorang karyawan untuk menjaga di kedai baru.

Namun, lagi-lagi karena dampak dari pandemi Covid 19 yang semakin merebak, pemerintah mengeluarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang bertujuan memutus mata rantai penyebaran virus corona. Kebijakan tersebut bak buah simalakama bagi para pelaku UMKM kuliner.

Dengan diberlakukannya kebijakan PSBB yang melarang untuk mengadakan hajatan ataupun acara-acara yang mengakibatkan berkerumun, membuat Pak Tomi yang semula mendapat ratusan orderan masuk untuk hajatan akhirnya dibatalkan.

Kebijakan PSBB juga melarang untuk makan secara dine-in, otomatis perlahan-lahan kedai milik Pak Tomi yang berada di Jalan Cendrawasih semakin lesu, jarang sekali ada pembeli. Begitu pula kedai yang ada di rumahnya.

"Ya mau bagaimana lagi ya mbak? Saya pun memahami karena kondisi pandemi seperti ini semua lapisan masyarakat pasti sedang sama-sama mengalami penurunan dalam hal ekonomi. Jangankan untuk pesan makanan lewat aplikasi, lebih baik bagi mereka menghemat dengan masak sendiri." tutur Pak Tomi.

"Kalo awal-awal kondisi pandemi perhari paling cuma 7 porsi. Omzet saat pandemi sangat memprihatinkan, mbak. Karena ya itu tadi, daya beli masyarakat pun tidak ada walaupun Kami sering bikin promo hemat," Bu Yufi menimpali.

Hingga akhirnya pada pertengahan tahun 2020, Pak Tomi mengambil tindakan untuk menutup saja kedainya yang ada di Jalan Cendrawasih dan dengan berat hati memberhentikan karyawannya. Hal ini tentunya untuk menekan pengeluaran, karena omzet pun menjadi turun akibat pandemi. Pak Tomi dan Bu Yufi fokus mengembangkan kembali usaha tekwan macik yang ada di teras rumahnya.

Memang benar, akan berbeda orang yang sudah ada jiwa wirausaha dalam dirinya dan mana yang tidak. Beberapa kawan Pak Tomi yang sesama mempunyai UMKM di antara mereka ada yang tumbang karena tidak konsisten dan kurang menekuni usahanya. Berbeda dengan Pak Tomi dan Bu Yufi keduanya memang gemar dalam mempelajari kuliner. Mereka harus terus memutar otak agar usahanya terus berjalan.

Untuk menarik konsumen pada penghujung tahun 2020 sekitar bulan Oktober, Pak Tomi dan Bu Yufi mengeluarkan menu baru. Mereka berdua menambahkan menu tekwan yang lebih variatif dan menambahkan minuman segar berisi dawet dengan campuran nangka, nanas, dan freshmilk, bukan santan. Yang kemudian diberi nama "dawet shushu". Menu baru tersebut antara lain: tekwan mi samyang (tekwan dengan mi yang super pedas), es dawet shushu original, es dawet shushu topping oreo, es dawet shushu topping boba.

Menu tekwan original, tekwan isi telur puyuh, dan dawet shushu. (dokpri)
Menu tekwan original, tekwan isi telur puyuh, dan dawet shushu. (dokpri)

"Karena memang tujuan pemasaran Kami adalah para kaum milenial, mbak. Jadi Kami juga harus mengikuti selera mereka dan apa yang lagi hits di kalangannya. Seperti memadukan tekwan dengan cita rasa pedas dari mi samyang serta menghadirkan minuman ngetrend seperti boba yang sudah banyak di pasaran. Dan menu baru Kami yang berupa dawet susu ini masih jarang sekali ditemukan apalagi di Kota Tegal. Insya Allah ini merupakan ladang rejeki yang baru bagi Kami sekeluarga," ucap Bu Yufi.

"Terkadang istri saya juga promosi dagangan lewat instastory whatsapp kalo engga gitu lewat postingan instagramnya, mbak. Ya di era yang serba digital ini, kita sebagai wirausaha juga tidak boleh tutup mata. Harus bisa memanfaatkan kecanggihan hp dan maraknya sosmed di sekitar kita. Supaya kita tidak tertinggal," tutur Pak Tomi menambahi.

Memang belum ada lonjakan pendapatan dalam usahanya akibat pandemi. Namun Pak Tomi dan Bu Yufi selalu semangat dalam menjalani usaha ini. Dengan harapan badai segera berlalu dan mentari bersinar kembali. Pandemi berakhir dan perekonomian pulih kembali. Daya beli masyarakat ada dan pedagang pun akan terpengaruh omzetnya. Aamiin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun