"Maaf, Guru-guru ditunda dulu insentif bulan ini" Insya Allah akan segera saya cukupkan di bulan depan". Begitulah kira-kira penyampaian dari kepala sekolah kami. Dampak pandemik yang luar biasa tidak bisa terelakkan lagi. Saya mulai kebingungan untuk membayar tagihan bulanan. Ternyata dibalik kesusahan yang saya rasakan, seorang teman mengalami permasalahan yang lebih parah. lebih merana, bahkan tidak digaji sama sekali.
Persekolahan dirumahkan, perkantoran dari rumah, bandara ditutup. Rasanya seumur-umur baru kali ini bandara ditutup. Persekolahan melalui daring banyak orang tua yang mengeluhkan susahnya mengajar anak di rumah. Ambil hikmahnya saja, anggap saja ini sebagai pembelajaran berharga untuk memperbaiki rasa syukur atas kemudahan-kemudahan sebelum Covid-19 menyerang.
Butterfly Effect, yang timbulkan tidak rela rasanya jika mengatakan anggap saja ini sebagai ujian kemanusiaan. Semua tatanan hampir luluh lantah penyebaran wabah begitu cepatnya seakan tak mau memberi ruang agar kita merenung sejenak atas derita yang menyerang.
Upaya Pemerintah Dalam Menangani Covid-19
Berbagai upaya sedang dilakukan semua kalangan, tak terkecuali pemerintah. Tentu pemerintah sigap menanggapi permasalahan Covid-19 yang membahayakan rakyatnya. Isu terkait keterlambatan pengambilan keputusan oleh pemerintah dalam menanggulangi penyebaran Covid-19 di Indonesia bukan tanpa alasan. Sebagai masyarakat yang baik sudah saatnya kita mempercayakan penanganan yang dilakukan oleh pemerintah demi kebaikan bersama.
Beberapa kebijakan yang diberikan pemerintah dalam penanganan Covid-19 Â sedang direalisasikan. Namun, tingginya pasien yang positif belum berbanding lurus dengan kebijakan-kebijakan yang sudah diusahakan oleh pemerintah.
Seperti halnya yang tercantum dalam laporan "Digital 2020" yang menyatakan bahwa pada maret lalu sudah dilaksanakan penerbitan Perpu penanggulangan dampak Covid-19, pembatasan sementara transportasi udara, himbauan presiden agar bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah, pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Â melalui KEPRES No 7 Tahun 2020, kerjasama Kemenkes RI dengan LBM EIJKMAN dan himbauan penundaan mudik.
Beberapa kebijakan tersebut memang sudah kita laksanakan bersama. Seperti saya saat ini sudah tidak melakukan pembelajaran tatap muka, beberapa teman yang sedang menimba ilmu di perantauan juga tidak merayakan Hari Lebaran di kampung halaman tahun ini, tutupnya bandara Supadio Pontianak juga semakin jelas kebijakan-kebijakan yang sudah diusahakan oleh pemerintah.
Masih dari sumber yang sama, sedangkan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pada April lalu meliputi bantuan tunai 1,8 juta rupiah untuk Sembilan juta keluarga di Jabodetabek, peluncuran program kartu pra kerja dengan anggaran 20 triliun rupiah, keringanan biaya listrik tiga bulan, gratis bagi yang mempunyai 450 Va dan diskon 50 % bagi yang mempunyai 900 Va bersubsidi, pemberlakuan PSBB, kerja sama pemerintah Indonesia India untuk pengadaan obat-obatan pasien Covid-19, keringanan kredit bagi masyarakat kurang mampu dan terdampak.
Saya sendiri sering bertanya di dalam hati, kapan pandemik ini berakhir ? Walaupun belum sepenuhnya berakhir, setidaknya Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) memberikan kesempatan untuk memperbaiki keadaan. Saya pun sudah kembali mengajar walaupun Belajar Dari Rumah (BDR). Tidak masalah, berharap bulan ini tetap gajian dan ada harapan untuk membayar tagihan bulanan.
Jika di Jepang saat bencana alam menimpa menjadikan mereka tetap bisa waras, tetap bisa merangkul sesama, tetap bisa menguatkan semangat, tetap bisa saling tolong menolong, tentu Indonesia juga optimis bisa melawan wabah Covid-19 ini tak kalah tangguhnya.
Luasnya daerah kepulauan cendrung menjadi objek dikambinghitamkan dalam penanganan Covid-19. Menyatukan visi seluruh masyarakat tidaklah mudah. Perlu bahasa-bahasa rakyat yang ramah dalam menghimbaukan keberagaman nusantara. Tentu kita membutuhkan suara parlemen dalam mengatur ini.
Peran parlemen tentu menjadi kunci untuk menyampaikan aspirasi masyarakat. Wakil-wakil rakyat mengambil langkah tepat dikondisi seperti ini sangat diharapkan kehadirannya. Bisa saja dengan mengevaluasi beberapa kebijakan yang sudah dilakukan. Sejauh ini memang kita akui. Kebijakan pemerintah belum berbanding lurus dengan penanganan Covid-19.
Kebijakan-kebijakan tentu benar-benar tepat guna sesuai dengan pengalaman yang dialami oleh orang lain ataupun pengalaman yang kita miliki sendiri. Kolaborasi semua stakeholder terkait tentu akan lebih baik dalam menangani situasi ini.
Peran parlemen diharapkan semakin nyata dengan merangkul dan memberi ketenangan kepada masyarakat. Seperti mengeluarkan kebijakan terkait penyampaian media yang baik sehingga tidak menimbulkan kepanikan yang membahayakan.
Indonesia Kaya Orang-orang Baik
Upaya-upaya terus dilakukan, maraknya webinar memperbincangkan penyelesaian pandemik ini agar segera berakhir. Ya, setidaknya saling merangkul dan menguatkan agar selalu berbaik sangka keaadaan ini akan membaik. Semangat berbagi orang Indonesia tidak diragukan lagi. Penggalangan dana memberi keyakinan bahwa memang benar Indonesia itu tidak kekurangan orang baik.
Melalui Kitabisa.com Rachel Vennya seorang selebgram cukup menarik perhatian dalam mengumpulkan donasi untuk penanganan Covid-19. Itu artinya orang Indonesia tidak kekurangan orang baik. Dalam kurang lebih 24 jam Rachel berhasil mengumpulkan donasi kurang lebih 5 milyar rupiah.
Di tengah merosotnya ekonomi tidak mengurangi aksi kemanusiaan masyarakat. Bahkan ada yang memanfaatkan kemajuan teknologi untuk memicu aksi kemanusian yang lebih masif lagi. Seperti pengumpulan dana masyarakat untuk bantuan sosial melalui platform-platform digital.
Pepatah tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah sepertinya mengakar kuat di negara kita. Pepatah ini memotivasi masyarakat secara luas memberikan bantuan ataupun pertolongan kepada siapa saja yang membutuhkan. Pepatah ini tampaknya rajin dipraktikan oleh rakyat Indonesia.
Baiknya orang Indonesia bisa dibuktikan dengan berhasilnya meraih nominasi Charity Ads Pondation Index World Giving 2016 (tingkat kedermawanan Indonesia) Indonesia menduduki peringkat ke 7 dunia dalam hal memberi bantuan ke sesama manusia. Dari penelitian CAF 75% orang Indonesia pernah mendonasikan uangnya untuk membantu sesama di tahun 2016. 50 persen orang Indonesia pernah berpartisipasi dalam kegiatan sosial membantu sesama. Adapun dua negara yang lebih tinggi dari indonesia Myanmar dan Srilanka. Myanmar bahkan menempati posisi teratas selamat tiga tahun berturut-turut.Â
Gotong royong adalah hal yang lazim di indonesia, termasuk aksi urun dana untuk membantu sesama. Maka, tidak heran dengan sekejap saja Rachel Vennya sukses mengumpulkan dana dengan jumlah fantastis dalam waktu hitungan beberapa jam saja. Terlebih di era digital seperti ini.
Beberapa aplikasi Online cukup memfasilitasi siapapun untuk melakukan aksi kemaanusiaan. Salah satunya dengan menggalang dana melalui website kitabisa.com menjadi penengah antara donator yang mau berdonasi. Dengan mengadopsi Crowd funding dari luar negeri Alfatih Timur selaku CEO kitabisa.com sukses mempermudah donator-donatur yang ingin mengurun danan dengan mudah. Rasanya memang tepat jika kita merujuk dengan Bung Hatta yang mengatakan  nyalinya orang Indonesia itu patungan, gotong royong.
Kitabisa.com fokus pada kalangan penggiat sosial. Crowdfunding pada dasarnya secara ideologi mendemokrasikan akses pendanaan. Apapun keinginan publik asal publiknya setuju mereka bisa membuat apapun kebijakan yang ia inginkan. Seperti di Inggris banyak taman-taman berdiri atas inisiatif masyarakatnya sendiri. Patungan bikin taman. Maka di Turkey saat mau mengekspos kegagalan pemerintah dan mereka menggalang dana untuk membeli space iklan.
Pemanfaatan kecanggihan teknologi mumpuni mempermudah segala. Sehingga bisa membuat orang yang menggalang dana untuk lebih bertanggung jawab dan secara sistem "online" Â lebih aman dibandingkan "ofline".
Di Indonesia sendiri dalam masalah mengurun dana bukan hal yang sulit. Banyak organisasi-organisasi kemanusian yang menggalakkan pengurunan dana dengan mudah. Public Figure sigap mengambil langkah melakukan semangat solidaritas. Sempat guyonan jika sudah seperti ini bagaimana jika lembaga-lembaga seperti ini semakin banyak, dan ditakutkan masyarakat lupa dengan negaranya sendiri, karena masyarakat bisa memenuhi kebutuhannya sendiri dengan saling membantu tanpa melibatkan pemerintah.
Fakta Ilmiah sebagai Garda Terdepan Sebagai RujukanÂ
Diskusi kebijakan penanggulang covid 19 berbasis pengetahuan juga inovasi di mana science dan fakta ilmiah harus menjadi garda terdepan dalam menangani Covid-19 di Indonesia. Sebab, karena permasalahan pandemik akan menjadi masalah yang lebih kompleks dan ketersediaan fakta science tidak cukup.
Covid-19 telah memberi kesempatan pembuatan kebijakan berbasis bukti menjadi lebih menonjol. Namun perjalanan ini masihlah panjang. Perlu adanya komitmen dan sinergi dari para pengambil keputusan. Serta upaya sistematik untuk membangun ekosistemik.
Beragam respon pemerintah dalam menanggapi untuk menanggulangi pandemik di Indonesia. Banyak sekali permasalahan yang belum terselesaikan bahkan mungkin banyak kebijakan yang dirasa belum tepat lantaran belum berbasis data dan bukti oleh karenanya diperlukan komitmen yang kuat antar pengambil keputusan serta membangun ekosistem yang berbasis dengan ilmu pengetahuan.
Pentingnya membangun ekosistem pengetahuan dan inovasi untuk kebijaan publik di Indonesia seperti yang disampaikan Dewi Fortuna. Untuk menyonsong Indonesia emas tahun 2045 Indonesia tentu tidak dapat lagi mengandalkan kemampuan komparatif sumber daya saja, baik itu sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Akan tetapi kita harus bergerak berdasarkan produktivitas berdasarkan inovasi secara berkelanjutan melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan tegnologi.
Fokus penguasaan IPTEK juga ditujukan untuk pembangunan manusia. Capaian dari IPTEK terlihat pada bukti impiris yang telah direplikasi atau dikomersialsisakan. Perubahan kebijakan untuk pembangunan yang berkeadilan dalam jangka menegah dan panjang.
Untuk itu visi Indonesia memerlukan strategi nasional untuk membangun dan menjalankan ekosistem inovasi dan pengetahuan untuk memastikan agar daya dukung dan tata keluaran riset invensi dan inovasi betul-betul mencapai pada sasaran tersebut. Elemen dari ekosistem pengetahuan dan inovasi sebagai rujukan utama untuk mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh Covid-19 ini.
Melakukan kolaborasi antara penelitian dengan fenomena-fenomena yang ada. Bekerjasama saling melengkapi dengan melibatkan seluruh lembaga keilmuan. Sejatinya disaat seperti ini kita memerlukan semua partisipasi untuk mencari jalan keluar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H