Mataram - Agar dapat menjalani perannya di muka bumi dengan baik dan benar, setiap insan harus dididik sebagai pribadi dengan keyakinan penuh terhadap kemampuan atau potensi dirinya sendiri. Tentu saja tanpa harus membangun paradigma bahwa kemampuan tersebut mutlak merupakan hasil kreasi diri, melainkan anugerah dari sang Pencipta. Hanya saja, manusia diberi keluasan daya untuk memanfaatkannya secara bijak agar tetap survive. Dua asumsi yang tidak dapat diabaikan dalam hal ini adalah manusia senantiasa dipengaruhi oleh struktur tertentu di luar dirinya, sementara dasar utama realiasi diri justru terletak di dalam dirinya sendiri.
Selain jasmani, manusia memiliki potensi rohani dimana bathin bekerja maksimal untuk mengaktualisasikan potensinya dalam wujud yang khas. Tanda pembeda ini disebut sebagai jiwa oleh Aristoteles, pikiran oleh Konfusius dan juga disebut sebagai kecerdasan oleh John Dewey. Karena itu, manusia tidak hanya dianggap sebagai makhluk semata, tetapi merupakan agen kreatif yang mampu menghadirkan hubungan signifikan terhadap segala sesuatu yang ada di permukaan bumi.
Bermodal jiwa, pikiran atau kecerdasan tersebut manusia dapat berpikir, mengetahui, berkehendak dan memutuskan. Termasuk dengan itu pula manusia dapat memperbaiki tindakan yang salah dan mengendalikan diri. Pandangan ini meyakinkan ketiga pemikir tersebut bahwa manusia memiliki kekuatan akal yang dapat digerakkan secara bebas, sesuai keinginan individu.Â
Manusia memiliki pikiran rasional yang membedakannya dengan makhluk non-manusia. Juga mampu memikirkan alasan kuat sebagai dasar tindakan untuk memenuhi atau membatasi keinginan dan nafsu, memiliki dorongan mencari pengetahuan sekaligus memiliki pedoman nilai sebagai dasar aktualisasi diri. Potensi akal yang sedemikian kompleks menuntut kebutuhan untuk dikembangkan secara terus menerus agar dapat dimanfaatkan secara optimal.Â
Keputusan yang logis dan tepat jika kemudian memilih untuk melakukan proses upgrade tersebut melalui pendidikan secara bersungguh-sungguh baik dalam lingkup formal, nonformal dan informal. Pendidikan akan menjadi filter kuat segala kemungkinan penyimpangan pemanfaatan potensi yang dimiliki.
Asumsi kedua adalah terlepas dari segala potensi yang dimiliki manusia, agar mampu mengaktualisasikan diri sepenuhnya maka manusia harus benar-benar terlibat dalam proses belajar, terutama learning by experience. Potensi yang dimiliki seringkali tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal karena tidak pernah serius mempelajari dan membiasakan sejak awal.
Multiple intelligence yang melekat pada diri setiap individu adalah gambaran lengkapnya potensi yang dimiliki oleh manusia. Namun demikian tidak semua individu dapat mengeksploitasinya dengan bijak. Bahkan, sebagian individu menyalahgunakannya. Tidak ada pilihan lain untuk memaksimalkannya selain melalui pendidikan, dimana setiap potensi dapat dikembangkan dengan baik.
Harus disadari juga bahwa proses belajar menjadi pribadi yang lebih baik tidak dapat berlangsung singkat dan berjalan liner, tetapi merupakan proses bertahap yang integratif. Dalam konteks ini, manusia tidak dapat mengotentikasi miliknya sendiri dengan melepaskan diri dari pergaulan dan hubungan dengan sesama. Secara pribadi, manusia harus terus berusaha semaksimal mungkin agar dapat menyelaraskan diri dengan kehidupan dan menjalin hubungan baik dengan orang lain.
Kewajiban membina hubungan yang baik tidak hanya berlaku antarsesama manusia, tetapi juga dengan makhluk lain dan lingkungan secara keseluruhan. Anugerah manusia sebagai makhluk yang paling sempurna dengan tugas utama sebagai khalifah di permukaan bumi, mengandung makna bahwa manusia tidak dapat berdiri sendiri dan melepaskan diri dari ketergantungan terhadap alam dan isinya.Â
Hanya saja karena berbagai keterbatasan dalam berpikir dan bertindak, sebagian manusia justru menjadi perusak hubungan baik dengan makhluk non-manusia lainnya. Pendidikan yang baik berpotensi mengembalikan manusia ke karakter awal sebagai khalifah. Hubungan baik dengan sesama dan bagaimana bersikap terhadap lingkungan berdasarkan tindakan cerdas atas landas potensi yang dimiliki menjadi unsur pembeda yang sangat khas antara manusia dengan makhluk lain.Â
Terlebih jika potensi yang dimiliki dikembangkan terus menerus melalui serangkaian kegiatan pendidikan yang dilakukan, maka tentu akan menjadi hal yang jauh lebih bijak lagi. Jika tidak demikian, manusia tidak dapat mengikuti perkembangan peradaban yang terjadi secara maksimal. Tidak dapat menjadi manusia sempurna yang mampu mengembangkan diri sebagai khalifah di permukaan bumi.