Mohon tunggu...
Siti Sanisah Rasyid
Siti Sanisah Rasyid Mohon Tunggu... Guru - Penulis jalanan

Fabiayyi Ala Irobbikuma Tukadziban

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Paradoks dalam Pemerintahan yang Harus Diperhatikan

29 Mei 2022   09:11 Diperbarui: 29 Mei 2022   09:20 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi sangat berisiko ketika individu yang cenderung dengan sikap demikian, menempati posisi strategis dalam pemerintahan. Sudah dapat dipastikan, orientasi kebijakannya dominan mengarah ke kepentingan diri dan kelompok.

Itulah urgensinya the think long, pemimpin dan juga masyarakat yang mampu bersikap dengan dasar berpikir panjang yang cerdas dan konstruktif. Masing-masing mau dan mampu berpikir jauh menjangkau masa depan untuk kebaikan bersama. Berpikir panjang melintasi batas individual dan mampu melakukan refleksi secara jujur yang berlangsung terus menerus. Mencari jawaban substantif terhadap pertanyaan untuk tujuan apa kita hidup di dunia ini? Untuk apa kita harus bermasyarakat? Mengapa kita harus hidup berdampingan? Mengapa pula kita harus mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan? Dan, sederet pertanyaan lain yang berpotensi membimbing kita menjadi manusia cerdas, bijak dan bermasyarakat.

Guna memberi jawaban terhadap beragam pertanyaan itu, seperti juga pertanyaan lainnya, tak ada pilihan yang lebih mungkin untuk bersikap selain to think long. Berpikir panjanglah. Jangan berpikir pendek sekehendak diri, karena berpikir pendek itu terbatas, terjangkau dan mudah keliru. Berpikir panjang itu jauh ke depan,  melewati tapal batas identitas sekaligus mereduksi identitas yang ada. Mengembalikan identitas kepada pemiliknya sendiri secara utuh, sebagaimana dimaksudkan oleh pencipta identitas yang sesungguhnya. Tidak memaksakan identitas diri agar diakui dan diagungkan sebagai representasi kelompok atau golongan.

Memperkuat hal tersebut, diskusi imaginer dengan Gardels & Berggreun ini pun diperkaya oleh arahan Amartya Sen (2007). Hal yang sesungguhnya dibutuhkan dalam praktik kehidupan adalah usaha kita untuk mendorong terjadinya adaptive identities yakni kesediaan untuk bersikap inklusif. Kesediaan yang didasari kesadaran atas heterogenitas, untuk kemudian dapat hidup dalam situasi yang plural dan multi-kultural. Praktik kehidupan yang diyakini mampi menampung solidaritas publik dari berbagai lapisan dengan beragam alasan.

Finally, kesadaran atas praktik kehidupan yang penuh dengan warna, penuh kegembiraan dan kebahagiaan, sehingga kita dapat hidup berdampingan secara berkeadaban perlu dikembangkan secara maksimal. Kehidupan yang di dalamnya dihuni oleh para pemikir panjang, yang tidak hanya fokus berpikir dan bertindak atas dasar kepentingan diri dan kelompoknya tetapi untuk kepentingan bersama. Kehidupan yang mampu mengeliminir paradoks-paradoks yang tidak penting dan cenderung menyesatkan. Kehidupan yang dikembalikan kepada amanah founding father yaitu bertumpah darah, berbangsa dan berbahasa yang satu yaitu Indonesia.

Semoga ....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun