Meskipun tindakan egoisme etis bersifat egoistis (cenderung tidak memikirkan orang lain), tetapi tetap dipandang baik secara moral untuk alasan bahwa setiap orang boleh memperoleh kebahagiaan atau memaksimumkan kesejahteraannya. Realitas saat ini mengindikasikan bahwa banyak pengambil kebijakan dominan ke pola pengambilan keputusan atas dasar egoisme etis.
Berbeda penuh dengan konsep egoisme etis, utilitarianisme menilai suatu tindakan baik atas dasar penilaian, apakah tindakan yang diputuskan untuk dilakukan membawa akibat yang baik bagi banyak orang, tidak cenderung kepada pribadi.Â
Kriteria utama dalam etika utilitarianisme menurut Bentam (1748-1832, pencetus teori ini) adalah manfaat, yaitu apakah kebijakan itu suatu tindakan yang mendatangkan manfaat tertentu. Manfaat yang lebih besar, tindakan atau kebijakan akan dianggap baik, apabila memberikan manfaat lebih besar atau terbesar dibandingkan dengan kebijakan atau tindakan lainnya.Â
Jika tindakan atau kebijakan yang dilakukan berdampak sama ke arah kerugian, maka tindakan dengan kerugian  terkecillah yang paling baik.Â
Kriteria berikut adalah manfaat lebih besat untuk sebanyak mungkin orang, tolok ukur tindakan atau kebijakan ini adalah cakupan penerima manfaat, kebijakan yang layak dipilih adalah kebijakan yang berpotensi memberikan manfaat bagi paling banyak orang.
Pola pikir pada kedua teori etika tersebut, dipadatkan dalam etika keutamaan yang menjelaskan bahwa etika dan moral sangat menentukan tindakan, keputusan serta kebijakan seseorang, dan untuk memahami itu diperlukan upaya untuk melihat bagaimana mereka hidup selama ini sebagai manusia (sosial).Â
Jadi, teori etika ini fokus pada keutamaan, excellence, kepribadian moral yang menonjol, yaitu pribadi berprinsip dan berintegritas tinggi. Pribadi yang bermoral adalah orang yang adil sepanjang hidupnya, berhasil mengembangkan sikap baik melalui kebiasaan hidup yang baik sesuai nilai dan prinsip moral. Dia tidak sekedar melakukan tindakan baik, tetapi dia sehari-hari memang orang baik.
Keunggulan etika keutamaan adalah bahwa moralitas dalam suatu masyarakat dibangun melalui sejarah atau cerita. Melalui sejarah atau cerita disampaikan pesan moral, nilai dan berbagai keutamaan moral agar dapat ditiru dan dihayati oleh semua anggota masyarakat.Â
Orang juga belajar moralitas melalui keteladanan nyata dari tokoh, para pemimpin, orang yang dihormati dalam masyarakat. Keutamaan moral tidak diajarkan melalui indoktrinasi, perintah, larangan, tetapi melalui keteladanan dan contoh nyata, khususnya dalam menentukan sikap dalam situasi yang dilematis.Â
Juga sangat menghargai kebebasan dan rasionalitas, yaitu setiap orang agar mempergunakan akal budinya untuk menafsirkan moral tersebut, sehingga terbuka bagi setiap orang menerapkan moral yang khas bagi dirinya dan ini akan membuat kehidupan moral akan menjadi kaya karena berbagai penafsiran yang arif.
Meskipun demikian, teori etika ini juga memiliki kelemahan, yaitu ketika berbagai kelompok masyarakat memunculkan ragam keutamaan moral yang berbeda sesuai pendapat masing-masing. Khususnya dalam masyarakat modern di mana cerita atau dongeng tidak lagi memperoleh tempat seperti pada masyarakat yang belum maju, maka moralitas dapat kehilangan relevansinya.Â