Mohon tunggu...
siti qoriah
siti qoriah Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

manjadi yang terbaik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Andi Arief Buka-bukaan Soal Penculikan

24 Juni 2014   18:11 Diperbarui: 18 Juni 2015   09:18 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Andi Arief yang merupakan salah satu korban penculikan tahun 98 angkat bicara melalui akun Facebooknya. Ia membuat sebuah tulisan yang mengutarakan pendapatnya mengenai kasus tersebut. Andi Arief menyebut nama Hendropriyonho, Luhut Panjaitan, Wiranto, dan Benny Moerdani. Berikut apa yang ditulis staf khusus presiden bidang bantuan sosial dan bencana itu:

Saya harus mengatakan bahwa kader PRD Herman Hendrawan, Suyat, dan Wijhi Tukul memang sampai hari ini belum kembali. Bagi keluarga memang menyakitkan. Bagi perjuangan, setetes air matapun tidak ada rumus untuk keluar. Segala upaya digunakan mencari mereka. Tapi saya menolak merengek. Cara politik yang terhormat yang lebih baik ditempuh.

Penculikan adalah rentetan rejim diktator. Lumuran darah Beny Moerdani, Hendropriyono, Luhut Panjaitan, Wiranto, adalah fakta. Tapi mereka tak menggakuinya, mereka lobi sana sini agar tak terkena HAM. Prabowo mengakuinya, meski belum ada kecocokan tentang data antara PRD dan Prabowo. Saya justru balik curiga bahwa ada yang tak ingin kasus ini selesai, dan ada yang tak ingin selain Prabowo tersentuh.

Bocornya surat DKP itu tentu meruikan Prabowo karena momennya pemilu, tapi Herman Hendrawan, Bimo Petrus, Suyat, Wijhi Tukul tak ada dalam daftar DKP itu. Pembocoran itu pisau mata dua, berupaya menghentikan pencarian 4 kader PRD sekaligus kampanye negatif buat Prabowo. Kalangan pendukung Jokowi terdiri dari mantan aktivis dan gabungan NGO-NGO, bersorak untuk kepentingan pemilu, mereka sama sekali tak ada hati, tak sensitif dan hanyut dalam suka cita semu. Motif kapitalisasi isu ini hanya untuk kepentingan Jokowi bukan untuk yang masih hilang.

Saya dan beberapa kawan yang hilang ingin menegaskan bahwa terhadap Prabowo, Tim Mawar dan beberapa tim resmi maupun tim ormas di bawah naungan ABRI : kami tidak pernah ada masalah pribadi, kami tidak mengenal mereka, kami tidak ada kasus hutang piutang, kami tidak pernah mengganggu keluarga mereka dan soal-soal pribadi lainnya.

Artinya, tidak ada celah sedikitpun urusan pribadi masuk sebagai alasan sehingga bertahun-tahun kejar-kejaran dari satu tempat ke tempat lain. Sampai kami tertangkap dan dikeluarkan, persoalan utamanya adalah kami memperjuangkan demokrasi dengan jalan mendorong massa bergerak bersama-sama berjuang dan posisi tim yang gonta-anti oleh ABRI dan Polisi sampai akhirnya Tim Mawar Kopasus adalah bagian dari kekuasaan yang menolak demokrasi dan bentuk perjuangan kami.

Prabowo tidak mungkin memiliki inisiatif pribadi. Saya yakin dia pasang badan untuk atasan dan institusinya, atasan terkuat yang memaksa Prabowo memilih mengakhiri kariernya. Akibat pasang badannya ini, yang membuat persoalan ini tak kunjung selesai.

Prabowo mengakui semua yang sudah dikeluarkan. Namun akibatnya jalan kami makin buntu untuk nasib 4 kawan kami. Wiranto tidak sungguh-sunggguh daalam kapasitas Pangab menyerahkan yang masih belum dilepas. Statemennya kemarin sebagai tim sukses Jokowi membuktikan bahwa memang masalah ini disimpan untuk sewaktu-waktu menjadi senjata untuk kepentingan Wiranto. Bukan untuk penyelesaian.

Prabowo dan Tim Mawar bukan penculik. Karena mereka bukan dari kesatuan liar, mereka organ resmi negara. Prabowo, dan Tim Mawar adalah unsur kesatuan negara yang bernasib baik menangkan saya dan kawan-kawan lainnya setelah sekian lama entak dari kesatuan apa selalu gagal menangkap kami. Saya dan kawan-kawan tertangkap oleh negara, BUKAN PENCULIKAN oleh kesatuan yang liar.

Meski Tim Mawar adalah tim yang resmi dan berhasil melakukan penangkapan, namun ada pertanyaan, pertanyaannya dimana Herman Hendrawan, Suyat, Bimo Petrus dan Widji Thukul? Pertama-tama kita bahas Herman Hendrawan yang berada di lokasi yang sama dan sempat berbicara dengan Faisol Reza, Faisol Reza kembali ke rumah orang tuanya. Inilah yang akan saya tanyakan : andai dia sudah wafat, apa motif melenyapkannya? Andai dia sudah dikeluarkan berbarengan denan Faisol Reza secara terpisah, untuk apa ia tidak segera pulang ke rumah.

Dugaan saya, dia sudah pindah tangan ke kesatuan lain. Bagaimana dengan Suyat? Masih misterius, di tangan siapa. Tetapi apa yang diketahui suyat, itulah yang ditanyakan saat saya diinterogasi. Dugaan saya, pertama dia masih di tangan entah kesatuan mana. Kedua, dia memang dalam keadaan luka agak parah, bisa saja perlakuan kekerasan saat interogasi dan sakitnya menyebabkan ia sudah tak ada. Dua kawan ini yang pasti gampang dijelaskan, karena tidak ada alasan kuat untuk mereka berdua untuk dilenyapkan kalau kawan-kawan yang lain ternyata dikeluarkan.

Saat sidang di Mahmil saya menolak bersaksi dan menawarkan barter. Keluarkan dua kawan saya dan saya akan meminta semua Tim Mawar dibebankan. Saya dan kawan-kawan terus menawarkan barter itu. Keselamatan kawan-kawan kami lebih penting. Hingga hari ini saya dan kawan-kawan belum berhasil menemukan. Nanti saya akan bercerita tentang Bimo Petrus dan Widji Thukul.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun