Definisi tersebut menunjukkan bahwa tujuan utama dari analisis wacana kritis (CDA) adalah untuk mengungkap cara-cara di mana kekuasaan, dominasi, dan ketidaksetaraan dipraktikkan, direproduksi, atau ditentang melalui teks tertulis maupun percakapan dalam konteks sosial dan politik. Dengan demikian, analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis/CDA) mengambil sikap non-konformis atau melawan arus dominasi dalam upaya yang lebih luas untuk melawan ketidakadilan sosial (Tannen, 2001, hlm. 352).
Ada tiga pandangan mengenai bahasa dalam analisis wacana yaitu Positivisme-empiris, Konstruktivisme, dan Pandangan kritis.
Berdasarkan cara penuturan wacana itu disampaikan dengan media tulis atau media lisan, maka wacana dapat diklasifikasikan atas:
a. Wacana tulis atau written discourse, adalah bentuk wacana yang disampaikan secara tertulis melalui media seperti buku, koran, atau majalah. Untuk memahami atau menikmati wacana tulis, penerima harus membacanya. Wacana tulis sering dianggap sebagai monolog non-interaktif, di mana komunikasi bersifat satu arah dan tidak saling mempengaruhi. Contoh wacana tulis dapat ditemukan dalam berbagai media sehari-hari seperti koran, majalah, dan buku.
b. Wacana lisan atau spoken discourse, adalah bentuk wacana yang disampaikan secara lisan melalui media seperti televisi atau radio. Penerima wacana lisan harus menyimak atau mendengarkannya, sehingga mereka berperan sebagai penyimak. Wacana lisan sering kali dikaitkan dengan interaksi, dan contohnya meliputi siaran televisi, radio, khotbah, ceramah, pidato, dan kuliah. Berdasarkan langsung atau tidaknya pengungkapan, wacana dapat diklasifikasikan atas:
a. Wacana langsung adalah kutipan wacana yang sebenarnya dibatasi oleh intonasi atau pungtuasi (Kridalaksana, 1984:208).
Perhatikan contoh berikut ini:
Pak Guntur bercerita, "Mula-mula memang saya ragu mengambil keputusan berhenti menjadi guru SD Negeri 01 Medan. Akan tetapi, mendengar cerita dan dorongan teman saya Rajadin Bangun, tekad saya telah bulat. Saya meninggalkan SD Negeri 01 Medan, tempat saya bertugas selama tiga tahun. Saya berangkat ke Jawa melanjutkan pendidikan pada Jurusan Bahasa Indonesia FKIP Unpad Bandung. Setelah hidup menderita bersama istri saya Intan selama tiga tahun, saya pun lulus ujian Sarjana Muda dan langsung diangkat menjadi asisten dosen. Hidup saya mulai berubah karena sudah menerima gaji setiap bulan. Atas dorongan istri saya, maka dua tahun kemudian, saya lulus ujian Sarjana Pendidikan Jurusan Bahasa Indonesia. Sejak itu saya pun resmi diangkat menjadi dosen. Jadi, saya telah bekerja sebagai pengajar di IKIP Bandung sampai kini selama dua puluh lima tahun. Begitulah sedikit pengalaman saya."
b. Wacana tidak langsung adalah pengungkapan kembali wacana tanpa mengutip harfiah kata-kata yang dipakai oleh pembicara dengan mempergunakan konstruksigramatikal atau kata tertentu, antara lain dengan klausa subordinatif, kata bahwa, dan sebagainya. (Kridalaksana,1964:208-9).
Perhatikan contoh dibawah ini dan bandingkanlah dengan contoh diatas:
Pak Guntur bercerita bahwa mula-mula memang dia ragu mengambil keputusan berhenti menjadi guru SD 01 Medan. Akan tetapi, mendengar cerita dan dorongan tempatnya bertugas selama tiga tahun. Dia berangkat ke Jawa, melanjutkan pelajaran pada Jurusan Bahasa Indonesia IKIP Bandung. Setelah hidup menderita Bersama istrinya Intan selama tiga tahun, dia pun lulus ujian Sarjana Muda dan langsung diangkat menjadi Asisten Dosen. Hidup beliau mulai berubah karena sudah menerima gaji setiap bulan. Atas dorongan istrinya, maka dua tahun kemudian, beliau lulus ujian Sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia. Sejak saat itu, beliau pun resmi diangkat menjadi dosen. Jadi, beliau telah bekerja sebagai pengajar di IKIP Bandung sampai kini selama dua puluh lima tahun. Begitulah sedikit pengalaman beliau.