Bentuk kejahatan yang saat ini marak diperbincangkan adalah kejahatan (tikus berdasi). Tikus tanpa ekor, begitulah sebutan yang pantas untuk para pelaku korupsi. Kotor dan rakus tetapi kelihatannya sopan dan berwibawa. Para pelaku korupsi tersebut biasanya terdiri dari orang-orang terhormat atau orang-orang yang mempunyai kekuasaan atau uang, yang biasanya menampakkan dirinya sebagai orang yang baik-baik, bahkan banyak di antara mereka yang dikenal sebagai dermawan, yang terdiri dari para politikus, birokrat pemerintah, penegak hukum, serta masih banyak lagi.
Korupsi dapat juga terjadi di sektor publik, yakni yang melibatkan pihak-pihak pemegang kekuasaan publik atau pejabat pemerintah, sehingga sering disebut juga dengan kejahatan jabatan (occupational crime). Kejahatan ini seperti banyak terjadi dalam bentuk korupsi dan penyuapan, sehingga terjadi penyalahgunaan kewenangan publik. Korupsi dan suap-menyuap yang terjadi di kalangan penegak hukum, seperti polisi, jaksa, dan hakim adalah hal yang sangat gencar dibicarakan di mana-mana, di samping korupsi di kalangan anggota legislatif dan eksekutif.
negara Indonesia. Layaknya penyakit, korupsi ini harus disembuhkan agar tidak menyebar ke bagian tubuh yang lainnya. Terhadap bagian tubuh yang sudah membusuk dan tidak bisa diselamatkan lagi, maka bagian tubuh itu harus diamputasi agar virus tidak menyebar ke bagian lainnya yang dapat membahayakan jiwasi penderita. Demikian pula dengan tindak pidana korupsi ini.
merupakan penyakit yang telah menjangkitiAda beberapa penyebab seseorang melakukan tindak kejahatan korupsi diantaranya adalah :
Kurangnya Gaji atau Pendapatan Pegawai Negeri Dibandingkan dengan Kebutuhan yang Makin Hari Makin Meningkat.
Latar Belakang Kebudayaan atau Kultur Indonesia yang Merupakan Sumber atau Sebab Meluasnya Korupsi.
Manajemen yang Kurang Baik dan Kontrol yang Kurang Efektif dan Efisien.
Modernisasi
Nafsu untuk hidup mewah dalam kelompok yang memerintah.
korupsi yang sekarang terjadi telah menjadi gurita dalam sistem pemerintahan di Indonesia merupakan gambaran dari bobroknya tata pemerintahan di negara ini. Fenomena ini telah menghasilkan kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan, serta buruknya pelayanan publik. Akibat dari korupsi, penderitaan selalu dialami oleh masyarakat, terutama yang berada di bawah garis kemiskinan.
Korupsi dan kekuasaan saling berhubungan dan berkorelasi. Ini tidak hanyabterjadi di negara Indonesia, namun di berbagai negara di belahan dunia seperti itu adanya. Kekuasaan adalah alat untuk mempengaruhi seseorang. Semakin besar kekuasaan, maka akan semakin besar ambisi untuk memperbesar pengaruh.
Pada dasarnya, korupsi terjadi lantaran seseorang memperoleh kekuasaan alihan untuk melakukan tindakan-tindakan yang menentukan arah kebijakan organisasi atau menentukan hajat hidup orang lain, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok. Seorang manajer badan usaha negara dapat melakukan korupsi karena dia mempunyai kekuasaan untuk menentukan
kebijakan-kebijakan dalam badan usaha, menentukan alokasi labanya, dan hal-hal lain yang menyangkut badan usaha tersebut. Seorang bendaharawan dapat melakukan korupsi karena ia memperoleh hak untuk menyimpan dana dan melakukan administrasi keuangan negara. Seorang akuntan publik dapat melakukan korupsi karena ia memperoleh wewenang untuk melaksanakan perhitungan keuangan sesuai dengan profesi yang dikuasainya. Di tangan
orang-orang yang tidak memiliki landasan moral, kekuasaan dan kewenangan seperti itu merupakan alat utama untuk melakukan korupsi.
Kekuasaan telah membutakan semua orang yang duduk di atasnya. Mereka melupakan siapa yang telah memilih dan berharap kepada mereka. Rakyat kecil yang menjadi korban. “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara negara”. Sudah sesuaikah hal tersebut dengan kondisi negara saat ini? Yang ada adalah “Pejabat, keluarga, dan kroninya dipelihara oleh negara dengan
menggunakan uang rakyat”. Ternyata perebutan kekuasaan di pemerintahan memang mempunyai manfaat yang sangat besar, karena di situlah tempat penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan yang diberikan oleh rakyat demi memenuhi kepentingan dan ambisi pribadi.
Masalah yang paling mendasar yang dihadapi oleh pemerintah negara Republik Indonesia setelah terjadinya krisis ekonomi adalah turunnya kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi publik dan sistem pemerintahan, karena selama ini birokrasi hanya dijadikan sebagai alat politik oleh rezim yang berkuasa. Sekarang, rakyat sulit untuk menghargai apa yang dilakukan oleh pejabat pemerintah, birokrat, atau unsur lain yang terdapat dalam birokrasi publik.
Pendapat tersebut memang benar adanya. Bisa dilihat sekarang, masa depan ekonomi dan bangsa Indonesia terlihat sangat memprihatinkan. Betapa tidak, kasus-kasus kekerasan, korupsi, manipulasi, dan penipuan cenderung meningkat, permasalahan sosial seperti pengangguran, gizi buruk, keterlambatan penanganan kesehatan dan dampak bencana, semakin memilukan hati. Demikian pula, pertikaian elit politik dan penyalahgunaan wewenang tidak menunjukkan kecenderungan menurun, justru semakin meningkat.
Terjadinya praktik KKN, penyalahgunaan wewenang, pelecehan hukum intervensi eksekutif ke dalam proses peradilan (yudikatif), pengabaian keadilan dan kurangnya perlindungan serta kepastian hukum bagi masyarakat juga menjadi penyebab ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah. Terlebih masalah korupsi yang sangat terkait dengan kedudukan dan kewenangan para pejabat pemerintah telah menurunkan citra aparatur negara serta mengakibatkan kinerja pemerintah sulit ditingkatkan.
Masih belum terlupa dari ingatan, betapa seorang Akbar Tanjung yang sudah jelas mendapat vonis hukuman tiga tahun penjara oleh pengadilan, tetap berupaya keras mempertahankan kedudukannya di DPR. Jaksa Agung M.A. Rachman yang juga tetap ngotot menentang dugaan penyembunyian kekayaannya oleh KPKPN kendati bukti-bukti sudah ada di depan mata. Jangankan meminta maaf atau menyatakan pengunduran diri, dia justru memobilisasi dukungan dari para jaksa agung muda dan para jaksa karir di lingkungan jabatannya.
Korupsi yang terjadi di Indonesia menimbulkan penderitaan dan ketidakadilan bagi rakyat. Kenaikan harga BBM dan bahan pangan yang semakin mencekik, namun di lain pihak para pejabat berpesta dengan segala kemewahan menggunakan fasilitas negara. Hal yang sangat dirasakan bagi rakyat kecil bukan karena harga-harga kebutuhan pokok yang semakin melambung, namun rasa ketidakadilan. Rakyat kecil tidak pernah diperhatikan pemerintah, diperhatikan pun kalau mereka akan mencalonkan diri menjadi pejabat dengan janji-janji kosongnya.
praktik korupsi dalam berbagai sendi pemerintahan telah mengganggu roda pemerintahan dan melahirkan kerugian yang sangat besar terhadap keuangan dan perekonomian negara. Apalagi kalau dikaitkan dengan kualitas birokrasi pemerintahan maupun realisasi otonomi daerah, serta maha sulitnya pengurangan sistematis KKN pada birokrasi pemerintahan yang diperkirakan semakin sistemik dan merata ke daerah-daerah.
Mengingat korupsi di Indonesia yang terjadi secara sistematis dan meluas, sehingga tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Dengan demikian, pemberantasan tindak pidana korupsi harus dilakukan dengan cara yang khusus, yakni penerapan sistem pembalikan beban pembuktian atau pembuktian terbalik yang dibebankan kepada terdakwa.
Dalam perspektif hukum administrasi negara, korupsi dapat terjadi karena beberapa penyebab. Salah satunya adalah pelanggaran variabel hukum, berikut adalah pelanggaran dan peran hukum administrasi negara dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi :
Pelanggaran Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) : Tindak pidana korupsi seringkali terjadi karena adanya pelanggaran terhadap AUPB, seperti kurangnya transparansi dalam proses pengambilan keputusan, ketidakadilan dalam memberikan layanan publik, dan penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Untuk mencegah hal ini, hukum administrasi negara dapat memperkuat implementasi AUPB dalam setiap tindakan pemerintahan, serta memberikan sanksi yang tegas bagi pelanggaran AUPB.
Penyalahgunaan Kewenangan dan Diskresi : Korupsi dapat terjadi ketika pejabat administrasi negara menyalahgunakan kewenangan dan diskresi yang dimilikinya. Misalnya, dengan menerbitkan izin atau keputusan yang tidak sesuai dengan peraturan untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Hukum administrasi negara dapat mengatur batasan-batasan yang jelas dalam penggunaan kewenangan dan diskresi, serta memberikan mekanisme pengawasan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan.
Lemahnya Pengawasan dan Pertanggungjawaban : Kurangnya pengawasan dan pertanggungjawaban dari pejabat administrasi negara dapat membuka peluang terjadinya korupsi. Hukum administrasi negara dapat memperkuat sistem pengawasan internal dan eksternal, seperti melalui lembaga pengawasan independen, serta menegakkan mekanisme pertanggungjawaban yang transparan dan akuntabel.
Penyalahgunaan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) Dalam beberapa kasus korupsi, KTUN digunakan sebagai alat untuk melegalkan tindakan koruptif. Hukum administrasi negara dapat mengatur prosedur dan persyaratan yang ketat dalam penerbitan KTUN, serta memberikan sanksi yang tegas bagi KTUN yang diterbitkan secara tidak sah atau menyimpang dari peraturan.
Optimalisasi Upaya Hukum : Mekanisme upaya hukum dalam hukum administrasi negara, seperti gugatan ke pengadilan tata usaha negara atau laporan ke lembaga pengawasan, dapat dioptimalkan untuk menangani kasus-kasus korupsi. Hukum administrasi negara dapat memperkuat kapasitas dan independensi lembaga-lembaga tersebut, serta memberikan akses yang lebih mudah bagi masyarakat untuk mengajukan upaya hukum.
Selain itu, hukum administrasi negara juga dapat berperan dalam mendorong reformasi birokrasi dan peningkatan integritas pejabat publik melalui pengaturan sistem rekrutmen, promosi, dan reward yang transparan dan berbasis merit. Pendidikan dan sosialisasi mengenai nilai-nilai antikorupsi juga perlu ditingkatkan untuk membangun budaya integritas di lingkungan pemerintahan.
Dengan mengoptimalkan peran hukum administrasi negara dalam aspek-aspek tersebut, diharapkan tindak pidana korupsi dapat dicegah dan diberantas secara sistematis dan berkelanjutan, sehingga tercipta pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H