Mohon tunggu...
Siti Nurul Aidah
Siti Nurul Aidah Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Be stoic and mindfulness

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apakah Cara Parenting Anda Sudah Tepat Bagi Anak? Simak Parenting Sekolah Inovator Berikut!

13 November 2021   12:30 Diperbarui: 13 November 2021   12:33 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 2021 dilansir dari Liputan6.com, Jakarta, Wahana Visi Indonesia merilis sebuah data bahwa 62 persen anak di Indonesia mengalami kekerasan verbal selama pandemi covid 19, hal ini sama dengan 49,2 juta jiwa dari total keseluruhan 79,5 juta jiwa anak Indonesia.

Kekerasan verbal ini sering tidak disadari oleh orang tua ketika menemani anaknya belajar di rumah, terkadang orang tua menjuluki anaknya sebagai orang yang lemah, bodoh, tidak mampu atau tidak bisa sukses di masa yang akan datang. 

Apa  yang dirasakan anak dari kekerasan verbal ini akan menentukan karakter dan kepercayaan diri untuk masa depannya mengingat bahwa peristiwa ini terjadi di masa perkembangan kepribadian anak, pembentukan pola perilaku, sikap, dan ekspresi emosi anak.

Fakta ini menjadi sebuah refleksi bagi Sekolah Inovator untuk terus berjuang melaksanakan salah satu misinya yaitu menyebarkan kesadaran parenting, mereduksi perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga, melalui program Kampanye Parenting Emas. 

Di dalam kurikulum kampanye parenting emas terdapat beberapa poin yang menjadi nilai pokok di antaranya sebagai berikut, yuk simak!

         1.         Do not ignore

Jika orang tua sering melakukan pengabaian terhadap anak maka kesadaran diri anak tersebut akan berkurang sehingga berdampak pada kesulitan untuk membedakan benar dan salah.

Orang tua hendaknya berkomunikasi dengan anak agar bisa mengetahui apa yang dimaksudkan oleh anak tersebut.

         2.         Do not compare

Jika orang tua sering membandingkan seorang anak dengan anak lainnya maka hal ini dapat menguras harga diri dan juga mengikis mentalitas anak serta rasa percaya dirinya.

Orang tua perlu menghargai anaknya, bagaimanapun kondisinya atau apapun yang dicapainya karena setiap anak adalah berharga dengan kecerdasan yang berbeda-beda.

Hal ini selaras dengan ungkapan terkenal dari Albert Einstein, ”jika kau melihat monyet dari cara memanjat pohon maka ia pintar selamanya tapi jika kau melihat ikan dari cara memanjat pohon maka ia akan bodoh selamanya”.

Jadi, temukan keistimewaan dari seorang anak maka akan bersyukur atasnya  bukan membandingkannya.

         3.         Do not judge

Menghakimi sama halnya dengan menjuluki anak dengan perkataan negatif seperti “kamu anak yang bodoh, atau kamu anak bandel”. Jika orang tua melakukan hal ini maka secara tidak langsung bisa merusak kesadaran diri dan harga diri anak secara bersamaan yang berdampak pada mentalitas dan rasa percaya diri dalam jangka waktu yang panjang. 

Alih-alih menghakimi anak lebih baik orang tua mendukung dengan memberikan semangat dan juga menuntun anak secara perlahan ke arah yang lebih tepat. 

         4.         Do not embarass

Orang tua yang memarahi anaknya di depan umum merupakan salah satu bentuk mempermalukan anak, reaksi orang tua yang seperti ini akan berdampak panjang pada bagaimana cara anak mengelola kegagalan.

Berdasarkan penelitian yang dipublikasi tahun 2016, baik buruknya reaksi orang tua terhadap kegagalan anak akan berkaitan erat dengan kecerdasan anak, hendaknya orang tua mengelola reaksinya dengan merubah mindset menerima kegagalan anak sebagai bukti keberanian anak untuk mencoba hal baru.

         5.         Do not press

Terkadang ada fenomena anak yang dituntut untuk menjadi lebih baik dari orang tuanya di masa depan seperti sukses di bidang seni, olahraga, pendidikan dan lain sebagainya namun terkadang ini hanya sekedar ekspektasi belaka yang tidak diikuti dengan pertimbangan sebelumnya, maksudnya apakah keinginan orang tua sesuai dengan keinginan anaknya?

Hal ini biasanya terjadi diikuti dengan ucapan verbal negatif, paksaan, serta tuntutan terhadap target-target yang telah ditentukan, biasanya ini juga disebut dengan bentuk pengasuhan otoriter. Hendaknya orang tua memberikan dukungan dan motivasi atas pilihan-pilihan yang telah anak buat dan tidak lupa untuk terus mendampingi dalam setiap prosesnya.

Itu dia 5 cara parenting anak yang menjadi kurikulum kampanye parenting emas dari Sekolah Inovator, semoga misi dari Keluarga Emas ini bisa terus disebarluaskan dan tentunya bisa bermanfaat dalam mengurangi kekerasan verbal terhadap anak di masa kini dan masa yang akan datang.

Yuk join dengan kami untuk bisa mempraktikan kampanye parenting emas batch 3, in syaa Allah banyak hal yang akan kamu dapatkan. Yuk cek penjelasan lengkapnya di link berikut! bit.ly/sekolahinovator

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun