Mohon tunggu...
Siti Nur Laillia
Siti Nur Laillia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Berkepribadian baik dan sopan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Negara yang Agamis tetapi Banyak Korupsi

20 November 2024   09:47 Diperbarui: 20 November 2024   09:47 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Negara Agamis dan Fenomena Korupsi: Sebuah Paradoks Sosial

Banyak negara yang dikenal sebagai "negara agamis" menjadikan agama sebagai fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Hukum, budaya, dan kebijakan publik sering kali mencerminkan nilai-nilai religius yang dianut oleh mayoritas penduduk. Namun, sebuah ironi mencuat ketika negara-negara ini justru menghadapi tingkat korupsi yang tinggi. Fenomena ini mengundang pertanyaan: bagaimana mungkin ajaran agama yang mendorong kejujuran, integritas, dan keadilan bisa coexist dengan praktik korupsi yang merajalela?

Agama sebagai Pilar Moralitas

Di banyak negara, agama berperan penting dalam membentuk norma sosial dan sistem moral masyarakat. Setiap agama mengajarkan nilai-nilai luhur, seperti larangan mencuri, berlaku jujur, dan mengutamakan kepentingan bersama. Seharusnya, kepercayaan ini menjadi tameng yang melindungi masyarakat dari perbuatan yang merugikan, termasuk korupsi.

Namun, meskipun mayoritas penduduk mempraktikkan agama, korupsi tetap subur. Fenomena ini menunjukkan bahwa keberadaan agama tidak selalu menjamin perilaku masyarakat yang sesuai dengan ajarannya, terutama ketika nilai-nilai religius tidak tercermin dalam struktur pemerintahan dan pengawasan hukum.

Faktor Penyebab Korupsi di Negara Agamis

Beberapa faktor yang sering menjadi penyebab tingginya korupsi di negara agamis meliputi:

1. Kelemahan Sistem Hukum

Sistem hukum yang lemah dan minimnya penegakan hukum menjadi pintu masuk bagi korupsi. Di beberapa negara, hukum diterapkan secara tebang pilih, sehingga memberikan ruang bagi pejabat untuk menyalahgunakan kekuasaan tanpa takut dihukum.

2. Budaya Patronase

Dalam masyarakat yang agamis, hubungan sosial yang erat sering kali menciptakan budaya patronase. Posisi atau jabatan diberikan berdasarkan hubungan pribadi atau keluarga, bukan berdasarkan kompetensi. Hal ini memicu nepotisme dan kolusi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun