Tanah air indonesia memilki banyak keunikan yang patut disyukuri oleh setiap anak bangsa. Untuk memajukan negeri ini, kita memerlukan penerus yang memilki soft skill dan juga hard skill.Â
Kemampuan itu harus selalu diasah dan dipoles, salah satunya melalui pendidikan. Sebelum itu, kita harus mengetahui perbedaan antara hard skill dan soft skill.Â
Di mana hard skill yang lebih menekankan pada keilmuwan dan soft skill (kemampuan lunak) yang berhubungan dengan kemampuan sosialisasi, etos kerja atau kemampuan survive, adaptasi, dll.
Pendidikan sebagai fasilitatator bagi setiap murid untuk menemukan bakat dan jati dirinya. Hal ini merupakan tugas utama dari seorang guru bimbingan konseling yang akan memberikan pelayanan yang efektif dan efisien.Â
Salah satunya menampung kritik saran, informasi berupa keluh kesah mengenai pembelajaran yang akan membangun kualitas pelayanan sekolah. Sehingga tujuan mengembangkan soft skill dan hard skill bisa tercapai dengan baik.
Usia anak minimal untuk menimba ilmu di sekolah adalah 7 tahun. Sehingga masa bermain anak-anak tidak terkurangi dengan adanya tuntutan belajar. Karena, di usia tujuh tahun ke bawah anak perlu untuk mengeksplor dunianya tanpa ada tekanan yang dapat menghambat perkembangan saraf motorik.
Di indonesia disediakan lembaga taman kanak-kanak dan playgroup yang awalnya untuk mengenalkan gambar, warna, dan pengenalan lingkungan untuk mempersiapkan ke jenjang sekolah sesungguhnya.Â
Dan sekarang banyak yang disalahgunakan dengan menyisipkan materi penjumlahan, latihan membaca dan sejenisnya . Hal tersebut merupakan rasa kebanggaan bagi orang tua ketika anaknya sedini itu sudah mahir membaca dan berhitung.Â
Namun, secara psikologis hal ini kurang baik untuk perkembangannya. Hal di atas sangat berbeda dengan pendidikan di Finlandia dimana lembaga pendidikan hanya menerima anak yang berusia 7 tahun.
Menurut ketentuan Pasal  72 dalam laman Kelembagaan Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Negara Indonesia disebutkan bahwa peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah :
a. menyelesaikan seluruh program Pembelajaran
b. memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran
c. lulus ujian sekolah/madrasah, dan
d. lulus Ujian Nasional
Untuk poin yang kedua, pendidik akan menitikberatkan pada hasil akhir. Hal ini sering menjadi masalah ketika anak yang aktif saat pembelajaran harus menerima hasil jelek ketika saat ulangan sedang sakit atau ada masalah yang membuatnya tidak fokus, sedangkan temannya yang acuh ketika pembelajaran di kelas, tapi beruntung dengan sistem belajar kebut semalam.
Dan untuk siswa yang mendapat nilai jelek akan merasa down yang berpengaruh pada kondisi psikologinya. Oleh karena itu, melalukan penilaian atau asesmen terhadap seseorang tidak bisa hanya dilakukan satu kali dan menggunakan satu pemikiran atau satu cara. Karena sifat manusia yang selalu berubah setiap detiknya.
Di luar negeri seperti di Australia, hasil akhir dari sebuah pendidikan bukanlah segala-galanya. Proses adalah fokus utama dari seorang pendidik, karena mereka beranggapan jika prosesnya saja berantakan, maka dapat dilihat bahwa hasil akhirnya juga akan jelek.
Yang terakhir berkaitan mengenai ujian yang digunakan sebagai pengukur kemampuan murid selama proses belajar. Proses belajar di Indonesia yang lebih menekankan pada teori lebih banyak dilakukan di dalam kelas. Kemampuan berfikir dan daya imajinatif(kreatif) seseorang akan terhambat. Seperti yang dikatakan oleh mantan ketua PAN, Amin Raiz bahwa Indonesia masih menganut sistem spoon feeding, sehingga guru akan menjadi sumber satu-satunya.
Jam belajar ayng terlalu banyak juga berpengaruh pada semangat pelajar. Rasa bosan dan kantuk tidak tertahan selalu muncul ketika jam sudah mendekati angka 11 dan 12. Pendidik hanya akan menggugurkan kewajiban mengajarnya yang kadang tanpa memperhatikan tingkat pemahaman siswa.
Berbeda dengan di luar negeri, disana tidak ada anggapan pintar dan jelek. Semua anak akan diarahkan pada bakat dan minatnya masing-masing tanpa adanya unsur pemaksaan. Setelah menempuh pendidikan selama 6 tahun barulah akan diadakan tes resmi untuk mengukur kemampuan si anak, bukan untuk memberi rangking satu dan seterusnya.
Sehingga, tidak ada yang merasa dirinya "gagal" karena mendapat nilai jelek di kelas. Semua murid yang mendapat nilai kurang baik akan mendapat pembelajaran yang lebih intens, sampai-sampai gurunya harus datang ke rumah muridnya untuk memberi pelayanan lebih. Guru profesional di finlandia juga hanya bekerja 4 jam sehari. Mereka akan bekerja semaksimal mungkin dengan seluruh kemampuannya. Â
Dengan demikian, perlu adanya pembenahan gaya pembelajaran di negeri ini, khususnya di bidang moral dan ilmu pengetahuan. Dalam memberikan pelayanan dibutuhkan tenaga ekstra untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai.Â
Kualitas dari seorang pendidik yang harus dikaji lebih dalam untuk bisa merubah sistem pendidikan dan arah negeri ini. Perlu adanya semangat dan rasa cinta tanah air dalam diri penerus bangsa. Sehingga berkualitaslah pendidikan di Indonesia ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H