Mohon tunggu...
Siti Nurholipah
Siti Nurholipah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas primagraha

Hobi membaca novel

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Urgensi Konstitusi dalam Hukum Tata Negara

25 Mei 2022   21:46 Diperbarui: 25 Mei 2022   22:14 2587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS


Konstitusi adalah hukum tertinggi negara. Tidak mungkin membentuk suatu negara tanpa konstitusi. Oleh karena itu, Konstitusi menempati posisi yang sangat penting dalam kehidupan ketatanegaraan suatu negara. Dengan kata lain, konstitusi menetapkan peraturan-peraturan dasar tentang unsur pertama yang menegakkan suatu bangsa. 

Undang-Undang Dasar 1945, sebagai bentuk konstitusi yang tertulis, merupakan induk dari segala hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia dan memberikan dasar hukum bagi berlakunya segala peraturan dan berlakunya peraturan-peraturan tersebut.

Konstitusi merupakan salah satu syarat utama untuk mendirikan dan membangun negara yang merdeka, sehingga negara-negara di dunia membutuhkannya. Karena hampir setiap negara ingin hidup dalam negara konstitusional, ciri-ciri pemerintahan konstitusional mencakup peningkatan partisipasi politik, pemberian kekuasaan legislatif kepada rakyat, dan penolakan terhadap pemerintahan otoriter.

Istilah konstitusi berasal dari bahasa Perancis (Constituer) yang berarti membentuk. Penggunaan istilah konstitusi berarti mendirikan negara atau membentuk dan mendeklarasikan negara. Karena UUD berisi awal mula segala peraturan tentang negara, maka UUD memuat aturan dasar (fundamental) untuk bangunan besar, sendi pertama yang menegakkan negara. 

Berawal dari konsep ini, istilah konstitusi secara umum mengacu pada keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara. Dengan kata lain, ia direpresentasikan dalam bentuk seperangkat peraturan yang membentuk, mengatur, atau mengatur suatu negara. Peraturan tersebut ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis. Pengertian Konstitusi sebenarnya dapat memiliki arti yang lebih luas dari pengertian UUD, namun ada pula yang menyamakannya dengan pengertian UUD.

L.J. Van Apeldoorn membuat perbedaan yang jelas bahwa gronwet (Undang-Undang Dasar) adalah bagian tertulis dari Konstitusi dan bahwa Konstitusi berisi aturan tertulis dan tidak tertulis. Sri Soemantri M, sebaliknya, mendefinisikan konstitusi sama dengan Undang-undang Dasar dalam disertasinya. Penyetaraan kedua pengertian tersebut sejalan dengan praktik administrasi nasional di sebagian besar negara di dunia, termasuk Indonesia.  

      Urgensi konstitusi atau UUD suatu negara adalah untuk menentukan batas-batas kekuasaan penguasa, menjamin hak-hak rakyat, dan mengatur jalannya pemerintahan, sesuai dengan akar sejarahnya di dunia barat. Oleh karena itu, melalui konstitusi  atau UUD, suatu negara akan dapat diketahui tentang keberadaannya

Oleh karena itu, negara dan konstitusi merupakan dua sistem yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ini juga alasan mengapa tidak ada negara di dunia yang tidak memiliki konstitusi atau tidak memiliki Undang-unsang Dasar. Di Indonesia, sebagaimana diketahui, Konnstitusi berarti UUD 1945. Undang-Undang Dasar Negara Formal dan UUD 1945 sebagai sumber informasi hukum terbaik di Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (2) UUD 1945, tentang rakyat dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara Indonesia telah memilih konsep kedaulatan.

Namun, dalam realitas empiris sepanjang sejarah berlakunya UUD 1945, Konstitusi tidak memenuhi syarat yang disyaratkan oleh ajaran konstitusionalisme, yang harus menutup pintu bagi pemerintahan yang otoriter, dan karenanya selalu mengarah pada pemerintahan yang tidak demokratis. Tegasnya, ajaran konstitusionalisme dimulai lebih awal dari konstitusi itu sendiri, dan penguasa perlu membatasi kekuasaan, 

sehingga mengajarkan bahwa kekuasaan perlu ditentukan secara jelas." Sri Soemantri berpendapat bahwa kata "konstitusionalisme" pada dasarnya berarti "suatu kerangka dari suatu masyarakat poiitik" (frame ofpolitical society) yang pada dasarnya terdapat pengertian tentang "lembaga-lembaga negara",dan "hak-hak serta kewajiban-kewajiban asasi manusia dan warga negara".

Setelah runtuhnya sistem tatanan orde baru yang dipimpin oleh H. Moh. Soeharto Melalui reformasi 1998,  berakibat pada perubahan konstelasi ketatanegaraan Indonesia, termasuk UUD 1945 yang sangat sulit dan tidak direvisi. Pasca runtuhnya pemerintahan, proses yang harus ditempuh Indonesia adalah bagaimana menciptakan konstitusi yang demokratis sebagai jawaban atas kebutuhan dan tuntutan reformasi. 

Seperti yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998, negara berkembang lainnya telah mengalami amandemen konstitusi dengan proses transisi di mana terdapat konsensus sosial baru antara negara dan rakyat. Oleh karena itu, reformasi konstitusi yang tepat sangat penting. Bagi sebagian ahli Hukum Tata Negara, keberhasilan reformasi konstitusi merupakan prasyarat bagi keberhasilan proses reformasi secara keseluruhan. Di sisi lain, kegagalan amandemen konstitusi merupakan indikator awal kegagalan proses reformasi secara keseluruhan.

Indonesia mengambil tindakan cepat untuk mengamandemen UUD 1945. Tentu saja, ini sangat wajar. Pasalnya, UUD yang sudah berusia 53 tahun itu tentunya perlu diamandemen untuk mengakomodasi dinamika dan semangat perubahan zaman. Amandemen UUD 1945 merupakan hal yang lumrah. Hal ini karena perubahan konstitusi perlu dilakukan untuk mewujudkan konstitusi yang demokratis. 

Artinya konstitusi yang berlaku harus mampu merespon semangat zaman ketika konstitusi itu diundangkan dan menyesuaikan dengan perkembangan kehidupan masyarakat yang ada. Bahkan  Yusril Isa Mahendra mengatakan bahwa ada hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam proses perubahan konstitusi: latar belakang perkembangan norma, cara berpikir yang dianut oleh pencipta, 

situasi sosial ketika norma itu dikembangkan, dan pembentukannya kekuatan politik dalam organisasi yang merumuskannya. Karena mereka memainkan peran penting dalam proses perubahan Konstitusi dalam rangka memahami pikiran Perumus Konstitusi dan kompromi politik mereka. Hal ini juga berdampak besar pada penafsiran sejarah UUD.

Dalam dinamika kehidupan ketatanegaraan Indonesia, amandemen UUD 1945 menimbulkan kontroversi sejarah. UUD 1945, yang diundangkan kembali dengan dekrit presiden 5 Juli 1959, diusik oleh beberapa partai politik dan dipertanyakan secara akademis. Hal itu juga muncul di MPR di era reformasi hasil pemilu 1999 yang rencananya akan mengubah UUD 1945.

Karena UUD 1945 tidak ditetapkan oleh MPR, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UUD 1945, dapatkah MPR segera mengubah UUD 1945, atau MPR dulu UUD 1945? Harus ditentukan. 

Namun, pilihan-pilihan MPR yang diambil pada era reformasi saat itu langsung mengubah UUD 1945. Perubahan UUD 1945 melalui mekanisme Pasal 37 akhirnya terwujud berkat tuntutan masyarakat luas di era reformasi dan adanya pengakuan kolektif bahwa ada yang salah dengan UUD 1945. 

Meskipun amandemen UUD 1945 terwujud berkat tuntutan dan kesadaran masyarakat, beberapa pihak dalam proses amandemen UUD 1945 menyerukan pembatalan amandemen UUD 1945. Gagasan ini muncul pada masa kepemimpinan Presiden Megawati sebelum amandemen keempat dilaksanakan pada Sidang Tahunan MPR 2002. 

Pendukung gagasan ini antara lain Front Pembela Proklamasi, gerakan Nurani Parlemen, dan Forum Kajian Ilmiah Konstitusi (FKIK). Menurut mereka, amandemen UUD 1945 berlebihan dan berujung pada pembentukan UUD baru.

Saat itu, bukan hanya bentuk perubahan yang melahirkan berbagai perspektif, tetapi juga cara perubahan yang memunculkan berbagai perspektif. Beberapa menginginkannya diratifikasi melalui referendum, sementara yang lain menginginkan komite konstitusi yang misinya merumuskan seluruh rancangan konstitusi. 

Namun, baik bentuk perubahan maupun tata cara perubahannya memunculkan pandangan yang berbeda, tidak ada satupun yang mempersoalkan Pembukaan UUD 1945. Artinya kita sepakat bahwa Pembukaan UUD 1945 tidak diubah.

UUD 1945 telah mengalami empat tahap perubahan, namun akibat dari perubahan tersebut masih menyisakan persoalan bagi kehidupan bernegara Indonesia. Bahkan, menarik untuk ditelaah dan dikaji bukan hanya teks UUD 1945 untuk dicermati dengan berbagai kelemahannya, tetapi juga proses perubahan UUD 1945, 

karena terkait dengan bagaimaana kebatinan para elit politik yang berada dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat dan dinamika masyarakat saat UUD 1945 diamandemen. Kedua faktor tersebut,  yang mampu mempengaruhi proses perubahan UUD 1945 di samping faktor-faktor lain misalnya "suasana zaman" ketika amandemen UUD 1945 itu dilakukan.

Era reformasi membawa harapan besar bagi perubahan menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan dan akuntabel, serta tata pemerintahan dan kebebasan berpendapat yang lebih baik. Semua ini diharapkan dapat mendekatkan negara dalam mencapai tujuan nasional yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

Untuk itu, gerakan reformasi diharapkan dapat mendorong perubahan spiritual baik para pemimpin maupun rakyat Indonesia, serta menjadi negara yang melindungi dan mendukung nilai-nilai kebenaran dan keadilan. , Kejujuran, tanggung jawab, kesetaraan, dan persaudaraan.

Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang dilaksanakan oleh MPR dari tahun 1999 sampai tahun 2002, bukan saja merupakan ekspresi dari tuntutan reformasi, tetapi juga melengkapi aturan-aturan dasar untuk lebih memperkuat upaya mencapai cita-cita Proklammasi.

Daftar Pustaka

Santoso, M Agus.2013 "Perkembangan Konstitusi di Indonesia" jurnal Yustisia vol.2 No.3 https://jurnal.uns.ac.id/yustisia/article/view/10168  ( diakses pada 16 april 2022 )
Muntoha." Teori Amandemen dan Proses Amandemen di Indonesia" . UNISIA NO.49/XXVI/III/2003  https://journal.uii.ac.id/Unisia/article/download/5340/4727  ( diakses pada 18 April 2022 )
M.Nggilu , Novendri. 2013. "Urgensi Kehadiran Komisi Konstitusi Dalam Perubahan Undang-Undang Dasar 1945" (diakses pada 15 April 2022)
Ayu lestari,Devi. "Konsep dan Urgensi Konstitusi" https://id.scribd.com/document/371247742/konsep-dan-urgensi-konstitusi  (diakses pada 22 April 2022)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun