Mohon tunggu...
SITI NUR HIKMAH 121211030
SITI NUR HIKMAH 121211030 Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa Program Studi Akuntansi Universitas Dian Nusantara

Nama : Siti Nur Hikmah NIM : 121211030 Mata Kuliah : Pengukuran Kinerja Sektor Publik Kampus : Universitas Dian Nusantara Dosen : Prof. Dr. Apollo Daito, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wacana RMP Sosrokartono : Kemampuan Memimpin Diri dan Upaya Pencegahan Korupsi Ruang Publik

26 Desember 2024   23:14 Diperbarui: 26 Desember 2024   23:14 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Modul Pengukuran Kinerja Sektor Publik

Raden Mas Panji Sosrokartono (RMP Sosrokartono) adalah seorang tokoh intelektual dan humanis yang pemikirannya tetap relevan hingga saat ini. Lahir pada 10 April 1877 dan meninggal pada 8 Februari 1952, Sosrokartono dikenal sebagai "Mandor Klungsu," sebuah metafora yang melambangkan seorang pengelola yang bertanggung jawab, loyal kepada "pemilik kehidupan" (Tuhan), serta bekerja tanpa pamrih. Raden Mas Panji Sosrokartono (RMP Sosrokartono) dikenal sebagai tokoh yang memiliki pemikiran mendalam tentang kepemimpinan dan kehidupan. Ia bukan hanya seorang intelektual, tetapi juga sosok yang menganjurkan pengendalian diri sebagai dasar kepemimpinan. Ajaran dan nilai-nilainya mencakup aspek moralitas, spiritualitas, dan pengendalian diri, yang dapat menjadi pedoman dalam mencegah korupsi di ruang publik. Tulisan ini membahas tentang pentingnya kemampuan memimpin diri sebagai upaya mencegah korupsi, dengan merujuk pada pandangan dan ajaran RMP Sosrokartono.

Metafora Sosrokartono: Mandor Klungsu dan Joko Pering

RMP Sosrokartono menggunakan metafora yang mendalam untuk menyampaikan nilai-nilai kepemimpinannya:

  1. Mandor Klungsu: Biji pohon asem Jawa melambangkan individu yang loyal dan bertanggung jawab kepada "pemilik kehidupan". Dalam bekerja, mandor hanya mengelola, bukan memiliki. Prinsip ini relevan dalam ruang publik, di mana setiap individu bertindak sebagai pengelola amanah rakyat.
  2. Joko Pering: Joko berarti gairah muda dan simbol kemurnian, sementara pering (bambu) melambangkan kekuatan, keotentikan, dan kesederhanaan. Sosrokartono menekankan pentingnya "eling tanpa nyanding," yaitu kesadaran bahwa setiap manusia memiliki martabat yang setara. Metafora ini dapat menjadi dasar untuk menciptakan sistem pemerintahan yang adil dan inklusif.

Modul Pengukuran Kinerja Sektor Publik
Modul Pengukuran Kinerja Sektor Publik

Identitas dan Perilaku Kepemimpinan Diri

Sosrokartono menggambarkan konsep kepemimpinan diri melalui tiga sifat "Jawi":

  1. Jawi Bares: Kejujuran, transparansi, dan kesederhanaan.
  2. Jawi Deles: Konsistensi dalam kebenaran tanpa berubah-ubah.
  3. Jawi Sejati: Menghindari kepura-puraan dan hidup dengan keotentikan.

Modul Pengukuran Kinerja Sektor Publik
Modul Pengukuran Kinerja Sektor Publik

Selain itu, ia mengajarkan "Tansah Anglampahi Muriding Agesang" (senantiasa menjadi murid kehidupan) dan "Sinau Ngarosake Lan Nyumerapi" (belajar memahami persamaan asal-usul dan tujuan manusia). Nilai-nilai ini memberikan dasar yang kuat untuk integritas pribadi dan profesional dalam mencegah perilaku koruptif.

Modul Pengukuran Kinerja Sektor Publik
Modul Pengukuran Kinerja Sektor Publik

Ajaran Moral Sosrokartono

Beberapa ajaran moral praktis yang diajarkan Sosrokartono antara lain:

  1. Sugih Tanpo Bandha: Kekayaan sejati tidak diukur dari harta, melainkan dari ilmu dan hubungan baik dengan sesama.
  2. Digdoyo Tanpo Aji: Kekuatan sejati berasal dari niat yang baik, ketulusan, dan tekad yang kuat.
  3. Ngluruk Tanpo Bala: Menghadapi tantangan tanpa kekerasan, tetapi dengan menyentuh hati.
  4. Menang Tanpo Ngasorake: Kemenangan sejati adalah ketika pihak yang kalah tetap merasa dihormati dan membutuhkan kita.

Ajaran ini menekankan pentingnya empati, keberanian moral, dan kesederhanaan, yang merupakan penangkal utama terhadap korupsi.

Memimpin Diri: Konsep dan Pentingnya

Kepemimpinan sering dikaitkan dengan kemampuan mengelola orang lain. Namun, RMP Sosrokartono menekankan bahwa kepemimpinan sejati dimulai dari kemampuan memimpin diri sendiri. Ini mencakup:

  1. Pengendalian Emosi: Kemampuan untuk tidak dikuasai oleh emosi negatif seperti marah, iri hati, atau keserakahan.
  2. Integritas Diri: Hidup dengan jujur dan bertanggung jawab, bahkan ketika tidak diawasi.
  3. Kesederhanaan: Menghindari hidup dalam kemewahan yang berlebihan dan memprioritaskan kebutuhan di atas keinginan.

Menurut RMP Sosrokartono, seseorang yang mampu memimpin dirinya sendiri memiliki dasar moral yang kuat untuk menghindari tindakan yang merugikan orang lain, termasuk korupsi.

Korupsi di Ruang Publik: Tantangan dan Akar Masalah

Korupsi adalah salah satu masalah utama yang menghambat kemajuan bangsa. Dalam konteks ruang publik, korupsi sering terjadi karena:

  1. Keserakahan: Dorongan untuk mengambil keuntungan pribadi dari posisi yang diamanahkan.
  2. Kurangnya Pengawasan: Ketiadaan mekanisme kontrol yang efektif memungkinkan terjadinya penyalahgunaan wewenang.
  3. Budaya Toleransi terhadap Korupsi: Sikap permisif masyarakat terhadap korupsi, baik dalam skala kecil maupun besar.

Tindakan korupsi sering kali berakar pada ketidakmampuan seseorang untuk mengendalikan dirinya sendiri. Oleh karena itu, solusi jangka panjang membutuhkan perubahan pada tingkat individu, yang sesuai dengan ajaran RMP Sosrokartono.

Pencegahan Korupsi Melalui Kepemimpinan Diri

Korupsi sering kali terjadi akibat ketamakan, lemahnya pengawasan, dan budaya permisif. Dalam hal ini, ajaran Sosrokartono tentang "Ilmu Kantong Bolong" menjadi solusi praktis. Ilmu ini mengajarkan untuk membantu sesama tanpa pamrih, dengan memberikan apa yang kita miliki tanpa memikirkan waktu, perut, atau kantong. Dengan menanamkan nilai ini, individu dapat mengembangkan pola pikir yang melayani masyarakat daripada diri sendiri.

  1. "Sugih Tanpa Bandha": Filosofi ini mengajarkan bahwa kekayaan sejati tidak terletak pada materi, tetapi pada kebijaksanaan dan ketenangan batin. Jika seseorang tidak terobsesi dengan kekayaan materi, maka ia cenderung lebih kebal terhadap godaan korupsi.
  2. "Ngluruk Tanpa Bala": Prinsip ini mengajarkan keberanian untuk menghadapi tantangan tanpa mengandalkan kekuatan fisik atau tekanan. Dalam konteks pencegahan korupsi, ini berarti berani berkata tidak pada praktik yang tidak etis meskipun berada di bawah tekanan.
  3. "Menang Tanpa Ngasorake": RMP Sosrokartono mengajarkan bahwa kemenangan sejati adalah yang diraih tanpa merendahkan atau menyakiti orang lain. Dalam dunia pemerintahan atau ruang publik, ini bisa diterapkan dengan menciptakan sistem yang adil tanpa diskriminasi.

Modul Pengukuran Kinerja Sektor Publik
Modul Pengukuran Kinerja Sektor Publik

Catur Murti: Empat Penjelmaan Nilai Sosrokartono

  1. Sepi Ing Pamrih, Rame Ing Gawe: Bekerja keras tanpa mengharapkan imbalan pribadi.
  2. Ngesti Suwung: Mengeliminasi keterikatan pada materi dan kebanggaan diri.
  3. Ilmu Kantong Kosong: Melayani tanpa batasan, dengan tujuan kebahagiaan sesama.
  4. Berbagi Tanpa Syarat: Mengamalkan kebajikan kepada semua orang.

Nilai-nilai ini menciptakan fondasi untuk membangun sistem ruang publik yang transparan dan berkeadilan.

Implementasi Nilai Sosrokartono dalam Pencegahan Korupsi

Untuk menerapkan ajaran RMP Sosrokartono dalam pencegahan korupsi, diperlukan langkah-langkah konkret:

  1. Pendidikan Moral: Memasukkan ajaran seperti "Sugih Tanpo Bandha" dan "Ngluruk Tanpo Bala" ke dalam kurikulum pendidikan untuk membentuk karakter anak bangsa.
  2. Budaya Kerja Berintegritas: Mengutamakan kejujuran, tanggung jawab, dan keterbukaan dalam pengelolaan ruang publik.
  3. Penerapan Sistem Penghargaan: Menghargai individu yang menunjukkan integritas tinggi dan menginspirasi orang lain.
  4. Penguatan Partisipasi Masyarakat: Memberdayakan masyarakat untuk ikut mengawasi jalannya pemerintahan dan mendorong transparansi.

Relevansi dalam Era Digital

Teknologi modern menawarkan tantangan sekaligus peluang untuk mengimplementasikan nilai-nilai Sosrokartono. Dengan kemudahan akses informasi, masyarakat dapat lebih kritis terhadap penyalahgunaan kekuasaan. Namun, pengendalian diri tetap menjadi kunci untuk menjaga integritas di tengah godaan gaya hidup konsumtif yang ditawarkan oleh media sosial.

Dalam era globalisasi dan digitalisasi, tantangan terhadap integritas semakin besar. Media sosial dan teknologi memungkinkan informasi menyebar dengan cepat, termasuk godaan untuk menunjukkan gaya hidup mewah. Kepemimpinan diri menjadi semakin relevan karena:

  1. Meningkatkan Ketahanan Moral: Dengan memimpin diri sendiri, seseorang dapat tetap teguh dalam nilai-nilai moral meskipun berada dalam lingkungan yang penuh tekanan.
  2. Menjadi Teladan: Pemimpin yang mampu memimpin dirinya sendiri akan lebih dihormati dan diikuti oleh orang lain.
  3. Menginspirasi Perubahan Sistemik: Ketika individu-individu dalam suatu sistem memiliki integritas, perubahan ke arah yang lebih baik akan terjadi secara alami.

Menyentuh Esensi Humanisme melalui Kepemimpinan Diri

RMP Sosrokartono percaya bahwa manusia adalah bagian dari komunitas yang lebih besar dan harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap sesama. Salah satu ajarannya, "Sepi ing pamrih, rame ing gawe," menegaskan pentingnya pengabdian tanpa pamrih. Nilai ini tidak hanya memotivasi individu untuk bekerja keras tetapi juga membangun solidaritas sosial yang kuat. Dalam konteks pencegahan korupsi, prinsip ini mendorong pelaku ruang publik untuk mengutamakan pelayanan kepada masyarakat daripada keuntungan pribadi.

Keselarasan antara Kepemimpinan Diri dan Sistem Nilai Lokal

Nilai-nilai RMP Sosrokartono memiliki akar yang dalam dalam budaya Jawa. Contohnya, konsep "eling lan waspada" (sadar dan berhati-hati) memberikan kerangka pikir untuk menjaga diri dari godaan perilaku koruptif. Dengan memahami konteks budaya, ajaran ini dapat diterapkan secara lebih efektif di berbagai lapisan masyarakat.

Membangun Lingkungan yang Mendukung Integritas

Lingkungan yang mendukung integritas dapat dicapai dengan:

  1. Meningkatkan Transparansi: Setiap aktivitas di ruang publik harus dapat diakses dan diperiksa oleh masyarakat.
  2. Memperkuat Partisipasi Masyarakat: Masyarakat harus dilibatkan dalam pengawasan dan pengambilan keputusan untuk memastikan akuntabilitas.
  3. Penguatan Sistem Reward dan Punishment: Memberikan penghargaan kepada mereka yang menunjukkan integritas tinggi dan menghukum pelaku korupsi secara tegas.

Referensi

  • Sosrokartono, R.M.P. (1877-1952). Pemikiran dan Ajaran.
  • Prasetyo, A. (2023). "Membangun Integritas di Era Digital" dalam Jurnal Kebijakan Publik.
  • Kompasiana. (2024). Artikel terkait integritas dan kepemimpinan diri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun