Mohon tunggu...
Siti Nurhasmiah
Siti Nurhasmiah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Siti Nurhasmiah

Siti Nurhasmiah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Citra Viralnya Perempuan "Cantik" di Media Massa

24 Mei 2022   09:46 Diperbarui: 24 Mei 2022   10:09 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam teori konflik Feminisme Marxis menganggap bahwa penindasan perempuan oleh kaum laki-laki adalah bagian dari penindasan kelas dalam hubungan produksi (Fakih, 1996: 86). 

Adapun Engels dalam Setiadi & Kolip (2011: 898) masalah ini dalam sejarah terpuruknya status perempuan bukan disebabkan oleh perubahan teknologi, melainkan karena perubahan organisasi kebudayaan. Oleh karena sejak awal, laki-laki mengontrol produksi untuk perdagangan, maka mereka mendominasi hubungan sosial dan politik dan perempuan direduksi menjadi bagian dari properti belaka. Sejak itulah dominasi laki-laki dimulai.

Adapun dalam aliran konflik feminisme sosialis sebagaimana Mitchel dalam Setiadi & Kolip (2011: 899) telah meletakkan dasar-dasar feminisme sosialis. Menurutnya, politik penindasan sebagai suatu konsekuensi baik penindaan kelas maupun patriarkis. Bagi feminsime sosialis, penindasan perempuan terjadi di kelas manapun, bahwa revolusi sosialis ternyata tidak serta merta menaikkan posisi perempuan.

Asumsi yang digunakan oleh feminis sosialis adalah bahwa hidup dalam masyarakat yang kapitalis bukan satu-satunya penyebab keterbelakangan perempuan. Oleh karenanya, analisis patriark perlu dikawinkan dengan analisis kelas. Dengan demikian, kritik terhadap eksploitasi kelas dari sistem kapitalisme harus dilakukan pada saat yang sama dengan disertai kritik ketidakadilan gender yang mengakibatkan dominasi, subordinasi, dan marginalisasi atas kaum perempuan.

Perspektif lainnya dari segi paradigma teori agenda-setting dalam sosiologi komunikasi, dalam hal ini asumsi dasar teori agenda-setting adalah bahwa jika media memberi tekanan pada suatu peritiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. 

Jadi, apa yang dianggap penting bagi media, maka penting juga bagi masyarakat. Oleh karena itu, apabila media massa memberi perhatian pada isu tertentu dan mengabaikan yang lainnya, akan memengaruhi pendapat umum (Burhan, 2006).

Berdasarkan beberapa perspektif sosiologis terkait citra viralnya perempuan dengan narasi "cantik" di media massa, maka dalam hal ini sebenarnya netizen atau pengguna media sosial sangat berperan sehingga membuat viral perempuan-perempuan yang ia tonton.

 Semakin banyak pengguna yang menyukai dan membagikan tayangan itu maka semakin viral pula perempuan tersebut di jagat maya. Bukan hanya itu, opini yang dibentuk oleh media rupanya sangat mengandung sisi yang bias gender.

Pemberitaan tentang perempuan cantuk viral di media massa mendapat atensi dari publik, publik dianggap masih memiliki selera yang sama ketika berbicara tentang seksualitas perempuan. 

Hal ini tentu dapat memberi gambaran bagaimana ideologi publik terkait perempuan di media massa. Kita juga bisa melihat berbagai opini yang diutarakan publik di kolom komentar dan antusiasme masyarakat terhadap narasi "cantik" perempuan.

Fenomena media sosial saat ini menunjukkan bahwa partisipan terkhususnya perempuan viral dengan diksi "cantik" merasa memiliki kebebasan dalam berpartisipasi di ruang publik, serta bisa menjalin hubungan pertemanan dan terkenal di jejaring sosial, dan bebas melakukan aktivitas sirkulasi konten media. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun