Dewasa kini, pendidikan sangat dibutuhkan demi membentuk peradaban yang sehat serta cemerlang. Pendidikan merupakan dasar dari perilaku manusia di dunia. Tanpa pendidikan yang layak, maka akan terjadi ketidak teraturan dalam bermasyarakat.
Pendidikan lahir dari beberapa istilah dalam Al-Qur'an dan sunnah, seperti tarbiah (pendidikan), taklim (pengajaran), tadib (pendidikan budi pekerti), tahzib (pendidikan akhlak), dan takziyat (penyucian). Tarbiah sendiri berasal dari kata kerja raba-yarbu yang memiliki makna tumbuh, berkembang, serta bertambah.
Dari kata tarbiah, bisa disimpulkan bahwa mendidik berarti mengembangkan potensi manusia yang dimiliki oleh peserta didik agar dapat bekerja secara optimal. Potensi manusia terdiri atas potensi fisik, intelek, emosi, spiritual, personal, dan sosial. Sebagai seorang muslim, sudah sepatutnya orang tua memberikan pendidikan terpadu yang tidak hanya mendorong kecerdasan intelek anak, tapi juga kecerdasan spiritual yang menumbuhkan akhlak terpuji.
Pendidikan akhlak pada anak dapat ditanamkan sejak dini. Proses ini bisa dimulai dari lembaga masyarakat terkecil, yakni keluarga. Lingkungan keluarga dalam proses pendidikan anak bersifat natural dan autentik. Seorang ibu yang mencontohkan anaknya untuk shalat lima waktu akan tertanam dalam benak sang anak dan secara alami akan menjadi kebiasaan. Seorang ayah yang tidak pernah membaca Al-Qur'an akan mempengaruhi pemikiran anak terhadap kitab suci, sehingga secara tidak sadar anak menjadi malas untuk membacanya. Inilah mengapa peran orang tua sangat penting dalam membangun pondasi karakter seorang anak.
Dalam pelaksanaanya, terdapat beberapa metode pendidikan akhlak dalam keluarga. Pertama adalah metode konfirmasi. Kewajiban utama orang tua pada anak adalah menanamkan pemahaman bahwa Allah Swt. adalah Tuhan yang menciptakan, mengembangkan, membimbing, serta menyayangi manusia. Hal ini harus dikonfirmasi sejak anak lahir ke dunia dengan membacakan adzan dan iqamah yang terdapat kalimat tauhid di dalamnya. Metode kedua adalah metode uswatun hasanah. Orang tua merupakan figur yang menginspirasi kehidupan anak dalam berbagai aspek, baik kehidupan intelek, emosi, spiritual, pribadi, maupun kehidupan sosial.
Metode selanjutnya adalah metode cerita, di mana orang tua dapat menceritakan kisah-kisah nabi, sahabat, hingga ulama terdahulu agar menumbuhkan rasa ingin tahu dalam diri anak. Orang tua juga dapat menumbuhkan minat literasi anak secara bertahap. Cerita bergambar akan sangat menarik bagi anak dalam usia pertumbuhan. Metode literasi ini dapat diimbangi dengan metode cerita, sehingga dalam penerapannya bisa saling melengkapi satu sama lain.
Seiring dengan pertumbuhan usia anak, kemampuan orang tua yang terbatas dalam mendidik anak tidak dapat dipungkiri. Anak harus bersekolah agar mereka mulai menjalin hubungan sosial. Dalam lingkungan sekolah, keberhasilan pendidikan akhlak ditentukan oleh berbagai faktor. Guru merupakan orang tua kedua bagi anak di sekolah. Tentunya kualitas guru sangat menentukan bagaimana akhlak para murid akan terbentuk.
Dalam memilih sekolah, orang tua harus mengetahui seluk beluk kurikulum yang ditawarkan oleh pihak sekolah. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang menawarkan pendidikan agama berkualitas tinggi. Seluruh rantai yang membangun kehidupan di sekolah harus terjamin akhlak pekertinya, mulai dari kepala sekolah, guru, hingga petugas kebersihan dan sopir jemputan. Jika ada satu elemen yang menunjukkan kecacatan, maka pendidikan akhlak pada anak dapat terancam gagal.Â
Di luar lingkungan sekolah, anak akan menghadapi lingkungan sosial masyarakat. Dalam lingkungan ini, pendidikan akhlak berfungsi agar masyarakat dapat berakhlak mulia kepada Allah Swt., pada sesama manusia, dan juga kepada alam semesta. Pendidikan akhlak di lingkungan masyarakat bisa didapatkan melalui forum pengajian, majelis taklim, hingga forum remaja masjid. Namun sayang, masih banyak masyarakat yang belum sadar akan betapa pentingnya pendidikan akhlak di kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pada era global ini, krisis pendidikan nasional kerap kali menjadi permasalahan yang harus diselesaikan bersama. Menurunnya akhlak peserta didik, rendahnya mutu lulusan pendidikan formal, hingga sumber daya pendidikan yang belum profesional merupakan problematika nyata bagi bangsa ini. Indonesia telah memiliki dasar negara yang sempurna bagi kemajemukan bangsa. Konsep ketauhidan yang terbalut dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan salah satu contohnya. Langkah selanjutnya adalah bagaimana cara mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Apakah rakyat Indonesia sudah siap untuk bersatu melawan kebodohan?
Artikel ini ditulis demi memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf.