Mohon tunggu...
Siti Nurhaliza
Siti Nurhaliza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Baca novel

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Antropologi Kesehatan

9 Oktober 2024   22:27 Diperbarui: 13 Oktober 2024   20:53 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Antropologi sosial adalah cabang ilmu antropologi yang fokus pada analisis struktur sosial, interaksi antar individu, sistem nilai, dan norma masyarakat. Antropolog sosial mempelajari hubungan sosial, pembentukan identitas kelompok, dan pola perilaku, menggunakan pendekatan kualitatif dan etnografis untuk memahami bagaimana struktur sosial dan nilai budaya mempengaruhi interaksi sosial. 

Di tengah perubahan global, antropologi sosial membantu memahami kompleksitas sosial manusia, keragaman budaya, perubahan sosial, dan adaptasi dalam berbagai konteks, menyoroti keterkaitan antara budaya, masyarakat, dan kesehatan manusia (Eriksen, 2015).

Pendekatan interdisipliner dalam antropologi sosial memberikan wawasan mendalam tentang faktor sosial yang mempengaruhi kesehatan, seperti pengaruh agama, ekonomi, dan struktur kekuasaan terhadap Pendekatan interdisipliner dalam antropologi sosial memberikan wawasan mendalam tentang faktor sosial yang mempengaruhi kesehatan, seperti pengaruh agama, ekonomi, dan struktur kekuasaan terhadap

Dalam antropologi kesehatan, kesehatan dipahami secara holistik, mencakup kesejahteraan fisik, mental, emosional, dan sosial seseorang dalam konteks budaya dan sosialnya (Helman, 2007). Kesehatan merupakan hasil interaksi kompleks antara individu dan lingkungan fisik, sosial, serta budaya, sehingga standar kesehatan bervariasi tergantung pada nilai dan norma masyarakat. 

Dalam beberapa budaya, kesehatan diartikan sebagai keseimbangan emosional dan spiritual, mencerminkan bahwa kesehatan adalah konstruksi sosial yang dipengaruhi oleh praktik masyarakat.

Konsep penyakit dan penyembuhan juga berbeda-beda antar budaya. Penyakit dapat dilihat sebagai ketidakseimbangan yang memerlukan penyembuhan melalui ritual atau intervensi medis, mencakup berbagai pendekatan, dari ramuan herbal hingga ritual spiritual. Penting untuk memahami keragaman ini agar pendekatan perawatan dapat sensitif terhadap budaya dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Integrasi sistem kesehatan tradisional dan modern disarankan untuk meningkatkan akses dan efektivitas layanan kesehatan (Langwick, 2011).

Kepercayaan dan ritual berperan penting dalam pengobatan di berbagai budaya, memengaruhi keyakinan dan respons individu terhadap penyembuhan. Csordas (2002) menjelaskan bahwa kepercayaan ini mencakup pemahaman tentang penyebab penyakit, efektivitas pengobatan, dan peran faktor spiritual dalam penyembuhan. Tradisi medis seperti dukun dan shaman tidak hanya mengatasi penyakit fisik tetapi juga mencari harmoni sosial dan spiritual melalui ritual seperti doa, yang memperkuat dukungan sosial dan kesejahteraan emosional pasien.

Namun, stigma dan diskriminasi juga memengaruhi akses dan kualitas pelayanan kesehatan. Parker dan Aggleton (2007) menunjukkan bahwa diskriminasi berdasarkan ras, etnis, gender, atau status sosial-ekonomi dapat memperburuk disparitas kesehatan, terutama terkait dengan kondisi seperti HIV/AIDS atau gangguan mental, yang membuat individu merasa terasing. U

ntuk mengatasi hal ini, penting untuk meningkatkan kesadaran, pendidikan, dan advokasi untuk mengurangi stigma, serta melatih penyedia layanan kesehatan agar dapat mengenali dan mengatasi stigma dalam praktik mereka, memastikan akses yang adil dan dihormati bagi semua individu.

Urbanisasi dan industrialisasi memiliki dampak signifikan pada kesehatan individu dan masyarakat. Migrasi dari pedesaan ke perkotaan meningkatkan akses ke layanan kesehatan, tetapi juga menyebabkan polusi, limbah, dan gaya hidup tidak sehat, seperti kurangnya aktivitas fisik dan pola makan buruk. Industrialiasi menambah risiko kecelakaan kerja dan paparan bahan kimia berbahaya. Cohen (2006) mencatat bahwa urbanisasi berkontribusi pada peningkatan penyakit pernapasan, stres, dan penyakit tidak menular seperti diabetes dan hipertensi.

Globalisasi juga mempengaruhi determinan kesehatan seperti akses ke layanan medis, pola makan, dan lingkungan kerja, memperburuk ketidaksetaraan kesehatan. Pendekatan kolaboratif dari pemerintah, lembaga kesehatan, dan masyarakat internasional diperlukan untuk menghadapi tantangan kesehatan global ini. Teknologi medis modern seperti sistem informasi kesehatan, robotika medis, dan telemedicine telah signifikan mengubah pelayanan kesehatan. (Timinerrnans, 2004) menunjukkan bahwa inovasi seperti diagnostik genetik dan pencitraan medis meningkatkan akurasi diagnosis tetapi juga memunculkan dilema etika dan sosial terkait akses, privasi, dan distribusi sumber daya. Kolaborasi antara pengembang teknologi, penyedia layanan, dan masyarakat adalah kunci untuk adopsi teknologi yang efektif dan etis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun