Mohon tunggu...
Sifah Nur
Sifah Nur Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa, penulis -

Panggil aku Sifah. 20 tahun. Aku mencari kebebasan berbicara, meski hanya dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pray for Ospek ala Indonesia!!

24 Agustus 2014   22:58 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:40 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebanyakan saya dan teman-teman seluruh Indonesia sedang mengalami deg-degan dan galau yang luar biasa mengingat bulan ke sembilan sebentar lagi. Ada apa?

Saya dan teman-teman di sana bisa dipanggil MABA alias mahasiswa baru. Ya perjuangan mendapatkan perguruan tinggi yang tidak jarang menguras tenaga dan biaya ini akan segera terwujud. Nah sebelum benar-benar masuk kampus dan menjadi mahasiswa, akan ada masa dimana 'petaka' itu dimulai.

Ospek.

Ini kata sakti dan terkesan keramat bagi para mahasiswa baru di seluruh Indonesia. Sangking keramatnya, Wikipedia Indonesia menjelaskan secara rinci apa itu Ospek. Dengan bangganya kata OSPEK ikut dijelaskan sebagai momentum bersejarah bagi setiap siswa yang memasuki pintu gerbang perguruan tinggi.

Wow.. momen bersejarah. Bayangkan momentum yang bersejarah!!

Tapi.. apakah momentum yang digadang-gadang sebagai pembentukan watak mahasiswa baru ini dapat dibentuk secara benar-benar nyata dari acara Ospek?

Em.. sebenarnya jujur saja, melihat teman-teman lain pernah diplonco habis-habisan oleh senior sejak masuk SMP hingga perguruan tinggi saya jadi iri. Karena apa, saya sendiri tidak pernah mengalami bagaimana ospeknya ala orang Indonesia. Sekali lagi.. ospek ala Indonesia. Saya benar-benar tidak pernah.

Entah saya harus bersyukur atau malah iri, sejak masuk sekolah menengah pertama sampai mau masuk kampus, saya belum pernah menguncir rambut sebanyak tanggal kelahiran saya, atau memakai kaus kaki panjang sebalah, atau pakai topi dari bakul nasi sampai tas dari kantung keresek. Saya benar-benar tidak pernah.

Memang saya pernah mengalami masa-masa jadi siswa baru, tapi tidak sampai mendapatkan perlakuan seperti demikian.

Saya masuk di SMP negeri yang saat itu masih bertaraf Internasional (SBI). Sebagai murid baru, sekolah memberlakukan kegiatan khusus untuk para siswa didik barunya. Biasanya orang Indonesia menyebutnya MOS (Masa Orientasi Siswa). Tapi saat itu sekolah menyebutnya Matriculation. Matrikulasi ini ditujukan untuk kami dapat mengenal lingkungan sekolah yang diikuti dengan kegiatan-kegiatan yang berbau materi pelajaran. Lebih banyak saat itu mempelajari tentang bahasa Inggris dan pelajaran yang nantinya diajarkan di sekolah. Ada pula ditambahkan dengan memberi pengenalan pramuka sampai aktifitas fisik yang bahkan terkesan olahraga dan main ketangkasan dengan siswa baru lain.

Tidak ada yang namanya tunduk kepada senior karena melanggar membuat prakarya tas dari kardus misalnya.

Saat SMApun begitu. Saya melanjutkan di MA (Madrasah Aliyah, sederajat SMA). Karena berbasis agama, di sana kami lebih ditekankan dengan pelajaran-pelajaran berbasis agama yang kebanyakan belum pernah diterima oleh sebagian siswa baru yang berasal dari sekolah biasa, bukan madrasah.

Ya paling tidak dulu saya hanya diminta untuk membuat nama yang ditulis di atas kardus dilapis kertas berwarna. Itu saja.

Bahkan saat nanti masuk universitas, saya belum mendapatkan materi ospek yang dibuat untuk nanti masuk. (kebetulan saya masuk di universitas swasta di kota)

Berbeda dengan saudara dan teman-teman yang lain. Meski saya tidak pernah ikut ospek, tapi saya pernah ikut susah karena masalah ospek saudara dan teman saya.

Sekitar dua tahun yang lalu, saudara saya diterima di sebuah universitas negeri di Jawa Timur. Ribetnya minta ampun. Mulai dari menulis karya tulis, membuat buku dengan sampul karya sendiri, nama untuk digantung di leher sampai gantungan kunci dan benda-benda tidak jelas yang harus dibawa saat ospek tiba.

Sama seperti saudara, beberapa hari lalu teman sebangku saya yang juga diterima di perguruan tinggi yang sama sampai mendatangi rumah saya meminta bantuan untuk menggambarkan peta kampusnya. Dulu, saya juga diminta menggambarkan yang sama, peta juga.


Dan susahnya adalah gambar yang kecil harus digambar ulang dengan skala yang lebih besar. Tidak hanya urusan gambar. Pernah saya membantu membuatkan label nama dengan ukuran khusus yang sudah ditentukan oleh panitia. Meski ada contoh nyatanya ukuran yang diberikan tidak akan pas dan mustahil jika akan jadi sama persis dengan contoh yang diberikan.

Belum apa-apa sudah dibikin susah. Begadang semalaman hanya untuk membuat prakarya aneh atau tugas-tugas segunung yang meski sempurna saat dibuat.. bisa dianggap sampah oleh senior!!

Itulah ospek.

Belum lagi nanti saat di kampus. Saya sudah tidak bisa membayangkan bagaimana penderitaannya.

Ya, kita sama-sama tahu bagaimana susah dan stresnya mereka yang mengalami ospek berlebihan itu. Mulai dari stress, sakit, mau bunuh diri sampai benar-benar meninggalpun ada karena ospek.

Ini di Indonesia, di luar negeri ada juga kok ospek. Tapi tidak dengan cara yang sama.

Untuk teman-temanku yang sedang berjuang di 'pintu' medan ilmu. Semangatlah. Ospek pasti berlalu. Kita sama-sama berjuang!!

14088706271698926064
14088706271698926064

Pray for ospek!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun