Dulu sekali saya pernah berharap dan memohon-mohon,
"Tuhan, kirimkanlah lelaki yang cinta pada hamba, yang tidak mengejar kecantikan, karena saya memang kalah cantik dari Syahrini, yang jika dia bersama saya dia tak akan pernah berselingkuh!"
Sepertinya sekarang saya mendapat kiriman lelaki itu, dari Tuhan! Tapi, sebelum saya kisahkan lelaki yang ajaib yang tak akan berselingkuh itu, mari saya jabarkan betapa Tuhan itu selalu mengabulkan doa-doa saya!
Di semester 2 dulu, saya pernah berdoa pada Tuhan,
"Ya Allah, saya ingin punya Hardisk eksternal!"
Sampai di semester ke 4 saya belum juga mendapatkan apa yang saya mau. Padahal saya sudah berdoa terus dan terus. Pada akhirnya di semester ke 5 laptop saya rusak parah dan tak bisa di servis lagi.
"Alhamdulillah, hardisknya masih aman, Mbak. Nanti biar hardisknya dikeluarkan dan Mbak jadi PUNYA HARDISK EKSTERNAL!"
Gosh!!! Tuhan benar-benar menjawab doa saya! (Yah, meski cara-Nya sedikit mengejutkan dan menyesakkan :D )
Beberapa waktu lalu saya sempet ngobrol sama temen sekamar, sambil bedakan--- pakai bedak.
"Nduk, pingin ganti bedak nih. Tapi kok bedak ini gak habis-habis ya?"
begitu usai saya berbedak ria, bedak itu dengan indahnya meleset dari tangan dan jatuh berguling-guling di lantai. Isinya pun remuk gak karuan sehingga mau gak mau, saya harus ganti dengan yang baru.
***
Saya sempat mempraktekkan di Photosop, wajah saya, kalau diberi efek blur,,, cantiknya bukan main! Yah paling tidak menurut saya pribadilah...
Dan beruntungnya, pacar saya memiliki penglihatan yang buruk meski ia telah khatam melakukan operasi ablasio retina dan operasi katarak. Jarak pandangnya tidak jauh. Dunia yang dia lihat tak ubahnya dunia yang dimasukkan ke Photosop dan diberi efek blur. Jadilah saya tampak begitu menawan di mata dia!
Dengan kondisinya yang demikian, tentu akan sulit sekali bagi dia untuk berkeliaran mencari selingkuhan. Dia adalah pejalan kaki yang buruk di siang hari. Dan lebih buruk lagi jika petang. Syaraf matanya yang sudah korslet membuatnya lemah dalam melihat gradasi warna. Hal ini saya sadari ketika berulang kali dia kesulitan menemukan barang entah ponsel entah bolpoin entah buku, andai barang-barang tersebut tergeletak di tempat yang warnanya tak jauh berbeda. Namun, dia akan segera mengenali andai ada bolpoin warna merah menyala, jatuh di tanah berwarna gelap.
Dan jika saja, jika kelak saya jadi menikah dengan dia, maka saya patut bersyukur sebab Tuhan telah memenuhi doa-doa saya tempo dulu.
Saya ingin menjadi yang utama di mata kekasih saya. Syarat ini juga terpenuhi jika saya menikah dengan pacar saya yang sekarang ini. Waktu itu, satu-satunya hal yang membuatnya bersemangat (menjelang dan pasca operasi), adalah saya. Tak heran keluarganya kebanjiran air mata mendapati saya menjenguk anak mereka. Mereka menangis, saya tak kalah hebat menangisnya, sedang kami sedang heboh-hebohnya menangis, pacar saya itu justru dengan tenangnya menepuk-nepuk pundak saya. Jangan menangis. Jangan bersedih. katanya.
Memangnya saya menangis untuk siapa?
Terlepas dari tragedi tangis menangis itu, saya amat bahagia karena saya telah menjadi sesosok wanita yang begitu berpengaruh dalam kebahagiannya. Bukankah saya selalu mengalami krisis percaya diri dan selalu merasa tak penting?
***
Terkadang saya menangisi nasib pacar saya yang begitu memilukan. Punya dua mata tapi hanya bisa menggunakan yang sebelah. Cuma sebelah, tak sempurna lagi. Belum lagi skripsinya yang tak kunjung rampung akibat operasi-operasi dan terapi tengkurap yang memakan waktu berbulan-bulan. Kondisi itu patut membuat saya menangis.
Terkadang lagi saya menangisi nasib saya sendiri yang begitu mencintai lelaki tak sempurna seperti dia. Bagaimana masa depan saya nanti? Bagaimana anak-anak kami nanti? Saya juga patut menangis untuk nasib saya sendiri!
Namun, ada satu kejadian yang selalu membuat saya bahagia tak terkira sekaligus terharu sekaligus bersedih.
Saya hendak berbelanja buah di pasar tradisional dan dia mengantar saya (kebetulan waktu itu saya PKL di tempat dia). Waktu itu, maksud saya, saya berjalan dulu di depan, menunggui dia yang memarkir sepeda.
Saya berdiri di tempat yang seharusnya bisa dilihat. Hanya saja warna baju saya membaur dengan warna baju-baju orang di pasar.
Saya menonton dengan diam. Pacar saya gelisah mencari-cari saya. Wajahnya cemas. Padahal, dia telah melewati saya berulang kali. Dia terus mondar-mandir di sekitar saya tanpa tahu saya berada cukup dekat dengannya dan sedang berusaha keras menahan untuk tidak menangis!
Saya bahagia dan bersedih dan kemudian bahagia lagi, untuk hal yang tak saya mengerti!
[caption id="attachment_311699" align="aligncenter" width="432" caption="ipus"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H