Kewirausahaan memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dalam beberapa dekade terakhir, pemerintah Indonesia telah menciptakan berbagai program untuk mendukung pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM), yang menjadi tulang punggung perekonomian.Â
Namun, keberhasilan program tersebut tidak jarang terhambat oleh masalah tata kelola buruk atau bad governance. Korupsi, birokrasi yang berbelit, dan rendahnya transparansi sering kali menjadi hambatan utama bagi pengusaha untuk berkembang. Artikel ini akan membahas beberapa kasus tata kelola buruk yang berdampak pada kewirausahaan di Indonesia, serta memberikan rekomendasi untuk perbaikan.
Kasus Bad Governance di Indonesia
1. Korupsi dalam Perizinan Usaha
Korupsi telah menjadi masalah sistemik di Indonesia. Menurut data Transparency International (2023), skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia masih berada di angka 34 dari 100, yang mencerminkan tingkat korupsi yang tinggi.Â
Dalam sektor kewirausahaan, korupsi terjadi pada tahap pengurusan izin usaha. Sebagai contoh, survei Bank Dunia (2022) menunjukkan bahwa pengusaha kecil sering diminta membayar biaya tambahan (under the table fees) untuk mempercepat proses perizinan. Biaya ini tidak hanya memberatkan, tetapi juga menciptakan ketidaksetaraan antara pengusaha yang mampu "membayar lebih" dan mereka yang tidak.
2. Birokrasi yang Berbelit
Salah satu tantangan terbesar bagi kewirausahaan di Indonesia adalah birokrasi yang tidak efisien. Contohnya adalah sistem perpajakan dan pelaporan keuangan yang kompleks untuk usaha kecil.Â
Menurut laporan Ease of Doing Business Bank Dunia (2020), Indonesia berada di peringkat ke-73 dari 190 negara dalam hal kemudahan berbisnis, dengan poin kritis pada masalah birokrasi. Proses yang lambat dan berbelit ini membuat banyak pengusaha kehilangan peluang bisnis karena harus fokus menyelesaikan administrasi.
3. Kurangnya Transparansi dalam Pengadaan Barang dan Jasa
Ketidaktransparanan dalam tender pemerintah menjadi hambatan besar bagi pengusaha yang ingin bersaing secara adil. Misalnya, beberapa kasus menunjukkan bahwa kontrak sering kali diberikan kepada perusahaan yang memiliki hubungan dekat dengan pejabat tertentu, tanpa melalui proses seleksi yang terbuka. Hal ini menciptakan ketidakadilan dan mematikan motivasi pengusaha kecil untuk berinovasi.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!