Mohon tunggu...
siti nur azizah
siti nur azizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Berkepribadian introvert membuat saya susah dalam menyampaikan argumen yang saya miliki. Dengan adanya media untuk menulis, sangat membantu saya dalam mengekspresikan argumen saya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemikiran Tauhid Ali Syari'ati: Tauhid yang Membebaskan

27 Desember 2023   18:00 Diperbarui: 27 Desember 2023   18:02 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siti Nur Azizah

Universitas Islam Sunan Gunung Djati Bandung

e-mail: st.azizah2910@gmail.com

Abstract

This article discusses liberation thinking by Ali Syari'ati, who is an example of a sui generis intellectual who was brave in his position against mainstream politics and Islamic thought. The understanding of Islam offered by Ali Syari'ati was different from the mainstream understanding at that time. The Islam that many people understood during Syari'ati's time was Islam which was only a religion of ritual and fiqh which did not cover political and social issues. In Syari'ati's thinking, Islam is not a religion that only pays attention to spiritual and moral aspects or simply the relationship between the servant and the Khaliq (Hablun min Allah), but more than that, Islam is an ideology of emancipation and liberation.

Kata Kunci: Tauhid, Kebebasan, Ali Syari'ati

Pendahuluan:

Dalam kancah pemikiran Islam modern, satu nama menonjol sebagai pionir yang tidak hanya mengajukan gagasan revolusioner, tetapi juga menyuarakan kebangkitan spiritual dan sosial: Ali Syari'ati. Dikenal karena kontribusinya yang mendalam terhadap perpaduan antara Islam dan konsep-konsep pembebasan, Syari'ati telah menjadi figur sentral dalam memahami bagaimana agama dapat menjadi agen perubahan dalam masyarakat.

Pemikiran pembebasan menurut Syari'ati bukan sekadar sebuah teori, melainkan sebuah panggilan untuk membebaskan jiwa individu dari belenggu ketidakadilan, ketidaksetaraan, dan penindasan. Namun, lebih dari itu, Syari'ati mengarahkan perhatiannya pada pembebasan kolektif, memperjuangkan kesetaraan dalam masyarakat serta menggugah semangat revolusi untuk menciptakan dunia yang lebih adil.

Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi perjalanan intelektual Syari'ati dalam membangun gagasan-gagasan tentang pembebasan dalam Islam. Mulai dari kritiknya terhadap paradigma tradisional Islam hingga konsep-konsep revolusionernya yang merambah ranah sosial, artikel ini akan menguraikan pokok-pokok penting dari pemikiran yang telah mengilhami gerakan pemikiran dan aktivisme di dunia Islam modern.

Mari kita terjun lebih dalam ke dalam khazanah pemikiran Ali Syari'ati, di mana agama bukan hanya menjadi ibadah ritual, melainkan juga panggilan untuk keadilan sosial, kesetaraan, dan pembebasan manusia.

Hasil Pembahasan:  

Riwayat Hidup

Ali Syariati lahir pada tahun 1933 di kota Mashhad, Iran. Dari usia muda, ia terpengaruh oleh suasana intelektual dan politik di Iran pada masa itu. Ia tumbuh dalam keluarga yang memiliki latar belakang agama, ayahnya adalah seorang ulama (cendekiawan agama Islam). Namun, Ali Syariati juga terpapar pada pemikiran-pemikiran modern dan filosofi Barat selama studinya di Universitas Sorbonne, Paris, di mana ia mendalami sosiologi dan ilmu politik.

Pada masa mudanya di Paris, Syariati terinspirasi oleh pemikiran-pemikiran Marxis dan sosialis yang berkembang di Eropa. Namun, ia tidak melupakan akar agamanya. Ia berusaha untuk menggabungkan pemikiran Barat modern dengan ajaran Islam untuk menciptakan visi yang lebih luas tentang keadilan sosial dan kebebasan.

Setelah kembali ke Iran pada tahun 1959, Syariati mulai aktif dalam kegiatan intelektual dan politik. Dia menggunakan platformnya sebagai dosen universitas, penulis, dan pemimpin pemikiran untuk menyebarkan gagasan-gagasan pemikiran pembebasan. Salah satu pendekatan utamanya adalah menggunakan khotbah agama dan ceramah untuk menyampaikan pesan-pesannya yang revolusioner kepada masyarakat.

Syariati membawa perubahan besar dalam pemikiran Islam dengan mengedepankan gagasan tentang perlawanan terhadap penindasan, penekanan pada martabat manusia, dan perjuangan untuk keadilan sosial. Ia mengkritik tajam rezim monarki di Iran serta klerikalisme yang ia anggap sebagai penyimpangan dari ajaran asli Islam.

Pengaruh Syariati terus berkembang, terutama di kalangan generasi muda, meskipun ia meninggal pada tahun 1977 pada usia yang relatif muda akibat serangan jantung. Meskipun hidupnya singkat, warisannya sebagai seorang pemikir yang memadukan gagasan-gagasan pembebasan dengan nilai-nilai Islam tetap hidup dan memberi inspirasi bagi gerakan-gerakan pemikiran dan aktivisme di Iran dan di seluruh dunia Islam.

Pemikiran Pembebasan Ali Syari'ati

Pandangan Tauhid dalam pemikiran Ali Syari'ati, dia sebut dengan istilah Tauhid Wujud yang ilmiah dan analitis. Ali Syari'ati memandang Tauhid lebih dari sekedar teologi, melainkan memandang Tauhid sebagai pandangan dunia. Ali Syari'ati tidak mendedah konsep Tauhid dengan pendekatan teoogis, mistis, ataupun filosofis, tapi merefleksikan Tauhid dalam kerangka pandangan dunia dan ideologi. Basis ontologis Tauhid Wujud sebagai pandangan dunia adalah memandang semesta sebagai satu kesatuan, tidak terbagi atas dunia kini dan akhirat nanti, atas yang alamiah dan yang supra alamiah, atau jiwa dan raga. Tauhid Wujud memandang seluruh eksistensi sebagai bentuk tunggal, organisme tunggal yang memilliki kesadaran, cipta, rasa, dan karsa. Untuk menjadikan Islam sebagai ideologi yang mampu dipraksiskan dalam kehidupan dan memberi implikasi yang positif bagi manusia. Syari'ati menyajikan secara detail tahapan-tahapan ideologi.

Pada tahap pertama, Syari'ati berangkat dari satu pertanyaan mendasar mengenai kedudukan manusia dalam berhubungan dengan Tuhan dan alam semesta. Untuk menjelaskan hal tersebut, terlebih dahulu Syari'ati meletakkan pandangan dunia Tauhid sebagai pandangan dunia yang mendasar. Bagi Ali Syari'ati, Tauhid tak sekedar pemahaman, lebih dari itu, Tauhid adalah ideologi pembebasan. Basis ideologi Ali Syari'ati adalah Tauhid, sebuah pandangan dunia mistik-filosofis yang memandang jagad raya sebagai sebuah organisme hidup tanpa dikotomisasi. Sebagaimana dinyatakan sendiri oleh Ali Syari'ati, bahwa Tauhid meninggalkan lingkaran diskusi, penafsiran, dan perdebatan filosofis, teologis, dan ilmiah, Tauhid masuk dalam urusan masyarakat. Di dalam Tauhid tercakup berbagai masalah yang menyangkut hubungan sosial.

Menurut Syari'ati, pandangan dunia Tauhid mengindikasikan secara langsung bahwa kehidupan adalah suatu bentuk yang tunggal.50 Kehidupan adalah kesatuan dalam trinitas tiga hipotesis, yaitu Tuhan, manusia, dan alam. Tauhid menyatakan bahwa alam adalah sebuah totalitas kreasi harmoni. Hal ini tentu saja berbeda secara fundamental dengan pandangan dunia yang membagi realitas dunia ke dalam dua kategori yang dikotomistik-binerian; materi-non materi, jasmani-ruhani, khalq-makhluk, alam fisik-alam gaib, serta individu-masyarakat. Dalam pandangan Ali Syari'ati, hal tersebut adalah syirik atau lawan dari Tauhid karena menentang pandangan kesatuan antara Tuhan, manusia, dan alam. 51 Dengan kata lain pandangan dunia Tauhid adalah pandangan dunia yang melihat kenyataan sebagai realitas yang holistik, universal, integral dan monistik.

Semua makhluk dan objek di alam semesta yang merupakan refleksi atas kebesaran Tuhan. Pandangan dunia Tauhid merupakan pandangan dunia yang integral. Pandangan dunia Tauhid memberikan "kelonggaran" bagi manusia untuk mengembangkan kebebasannya, sehiingga manusia bertanggung jawab terhadap setiap perbuatan yang dilakukannya. Pandangan dunia Tauhid juga memandang bahwa manusia sebagai insan yang memiliki kemerdekaan dan martabat yang sangat tinggi.

Dalam pandangan dunia Tauhid, Tuhan adalah tujuan yang kepada-Nyalah seluruh eksistensi dan makhluk bergerak secara simultan, dan Dia jualah yang menentukan tujuan dari alam semesta ini. Penyembahan terhadap kekuatan Absolut (Allah Yang Esa) yang merupakan seruan terbesar dari ajaran Ibrahim as, terdiri atas seruan kepada semua manusia untuk menyembah Penguasa tunggal di jagad raya ini. Penyembahan tersebut dimaksudkan untuk mengarahkan perhatian manusia kepada satu tujuan penciptaan dan untuk mempercayai satu kekuatan yang paling efektif dari seluruh eksistensi dan sebagai tempat berlindung dan bergantung manusia sepanjang hayat dan sejarah.

Tauhid sebagai modus eksistensi manusia, digambarkan oleh Syari'ati dalam pembahasannya yang sangat romantik, reflektif, dan revolusioner tentang ibadah haji. Beliau mengatakan, ibadah haji menggambarkan "kepulangan" manusia kepada Allah yang Mutlak dan Tidak Terbatas, serta tidak ada yang menyerupaiNya. Perjalanan "pulang" kembali kepada Allah menunjukkan suatu gerakan yang pasti menuju kesempurnaan, kebaikan, kebenaran, keindahan, pengetahuan, kekuatan, nilai-nilai, dan fakta-fakta.

Tauhid sebagai modus eksistensi bermakna, bahwa Allah adalah tempat asal dan tempat kembali manusia. dariNyalah seluruh atribut Ilahiyah yang dimiliki oleh manusia berasal. Berbeda dengan filsafat eksistensialisme Jean Paul Sartre, yang menganggap Tuhan sebagai sosok yang menghalangi kebebasan manusia. Syari'ati memandang, bahwa tuhan adalah sosok pembebas bagi manusia, dengan melakukan upaya pendekatan diri kepadaNya, maka manusia akan terbebas dari nilai-nilai lumpur busuk yang kotor dan melambangkan keadaan manusia yang dehumanis menuju Ruh Allah yang suci sebagai sumber seluruh nilai-nilai humanisme yang universal.

Pandangan dunia Tauhid menuntut manusia hanya takut pada satu kekuatan, yaitu kekuatan Tuhan, selain Dia adalah kekuatan yang tidak mutlak alias palsu. Tauhid menjamin kebebasan manusia dan memuliakan hanya semata kepadaNya. Pandangan ini menggerakkan manusia untuk melawan segala kekuatan dominasi, belenggu, dan kenistaan manusia atas manusia. Tauhid memiliki esensi sebagai gagasan yang bekerja untuk keadilan, solidaritas, dan pembebasan. 60 Implikasi logis dari pandangan dunia Tauhid adalah bahwa menerima kondisi masyarakat yang penuh kontradiksi dan diskriminasi sosial, serta menerima pengkotak-kotakan dalam masyarakat sebagai syirik. Dengan demikian, dalam pandangan Ali Syari'ati, masyarakat tanpa kelas adalah sebuah konsekuensi dari Tauhid.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Ali Syari'ati merupakan seorang seorang intelektual sekaligus pemikir besar yang memicu energi intelektual untuk Revolusi Islam di Iran, dan menaruh perhatian lebih pada humanisme. Inti pemikirannya bahwa manusia merupakan makhluk merdeka, mempunyai potensi untuk menentukan sendiri nasibnya. Nasib manusia tidak ditentukan oleh faktor eksternal, Akan tetapi nasib manusia dibangun dengan semangat Tauhid dan memberikan pemahaman akan ideologi berdasarkan Islam yang bisa memberikan dampak positif bagi manusia dan dapat dilaksanakan dalam kehidupan nyata.

Dunia religius humanistik merupakan gagasan yang ditawarkan oleh Ali Syari'ati dalam usaha menghilangkan dualisme antara kelas penguasa dengan yang dikuasai, borjuasi dengan proletariat, yang pada akhirnya akan mendapatkan keesaan yang hakiki untuk menciptakan kesadaran kepada manusia dalam posisinya sebagai wakil Tuhan di bumi. Pandangannya tentang kehidupan dalam pandangan dunia tauhid adalah pandangan dunia yang melihat kenyataan sebagai realitas yang holistik, universal, integral dan monistik dalam kesatuan dalam trinitas tiga hipotesis, yaitu Tuhan, manusia, dan alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun