Mohon tunggu...
Siti Nur Aistatul Fajri
Siti Nur Aistatul Fajri Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi/penulis/ipb university

Hobi menulis dan menyukai hal-hal baru terutama seni dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Dari Scroll ke Aksi: Bagaimana Media Sosial Menyelamatkan Sungai Ciliwung

23 September 2024   20:23 Diperbarui: 23 September 2024   20:59 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Pendahuluan 

Menurut (Harian, 2021), kondisi saat ini konsisten dengan apa yang dikatakan KES Manik dalam bukunya "Manajemen Lingkungan." Menurut buku tersebut, alasan utama dari masalah lingkungan yang dihadapi dunia saat ini adalah kesulitan dalam memperoleh energi, mendapatkan bahan baku, mengembangkan industri, dan mengelola sumber daya alam secara tidak memadai. Salah satu dari beberapa dampak kurangnya perlindungan terhadap sumber daya alam adalah banjir.

Banjir sering terjadi di berbagai daerah, dan ini merupakan akibat dari perilaku  manusia yang mengabaikan pemeliharaan lingkungan. Banjir juga sering terjadi akibat  dari kebiasaan orang-orang yang terus menerus membuang sampah sembarangan.  Banjir Sungai Ciliwung adalah salah satu contoh bagaimana sumber daya alam ini  seharusnya digunakan sebagai sumber kehidupan. Sebenarnya, Sungai Ciliwung telah  berubah menjadi tempat pembuangan sampah bagi masyarakat karena jumlah sampah  yang sangat besar yang dibuang di sana, yang telah menyebabkan meluapnya sampah  yang tidak dapat dikelola. 

Berdasarkan informasi yang diberikan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Sungai Ciliwung dapat meluap hingga kedalaman 40 cm hingga 200 cm. Lima puluh unit lingkungan (RT) di Jakarta telah terendam banjir hingga tahun 2022 (CNN Indonesia). Fenomena ini menunjukkan betapa pentingnya pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, terutama dalam konteks perubahan iklim dan dampak lingkungan yang semakin terasa. 

Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, sumber daya alam adalah kekayaan alam yang dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhan mereka. Bukan hanya manusia, tetapi semua makhluk hidup lainnya juga bergantung pada sumber daya alam untuk berkembang. Melalui demikian, sumber daya alam adalah komponen lingkungan yang terdiri dari bahan biotik dan abiotik yang bekerja sama untuk menghasilkan ekosistem (Laily, 2021). Agar sumber daya alam dapat dimanfaatkan sepenuhnya dan tersedia untuk semua makhluk hidup, mereka harus dikelola dengan bijak. Sayangnya, orang-orang modern belum mampu sepenuhnya melestarikan sumber daya alam yang mengelilingi mereka. Ketidakpedulian ini menciptakan siklus kerusakan yang berdampak langsung pada kualitas hidup dan kesehatan lingkungan. Orang-orang cenderung menggunakan sumber daya ini tanpa berniat untuk melindunginya, dan untuk memperburuk keadaan, mereka adalah alasan mengapa sumber daya alam ini terdegradasi. Jika situasi ini terus berlanjut, ancaman terhadap keberlanjutan ekosistem dan kesejahteraan manusia akan semakin meningkat.

Dampak media digital terhadap cara hidup kita adalah sesuatu yang tidak bisa  diabaikan oleh masyarakat meskipun kemajuan teknologi berlangsung dengan cepat.  Ini berdampak sehari-hari pada cara kita menerbitkan, berkomunikasi, mendidik, dan menghibur diri. Semua bentuk media yang disampaikan melalui perangkat elektronik disebut sebagai media digital. Konten digital yang populer dengan keuntungan berbagi yang mudah tanpa mengorbankan kualitas adalah media sosial.

Mengingat bahwa 170 juta dari 274,9 juta warga Indonesia menggunakan media sosial, penggunaan media sosial merupakan salah satu ukuran pertumbuhan media digital (Gischa, 2021). Angka ini berdasarkan penelitian yang dilakukan secara bersama oleh Hootsuite dan perusahaan media yang berbasis di Inggris, We Are Social. 170 juta orang Indonesia, atau 61,8 persen dari total populasi negara, terlibat di media sosial pada Januari 2021. (Gischa, 2021).  

Bayangkan sebuah dunia di mana setiap sentuhan jari di layar ponsel bisa  mengubah nasib sebuah sungai. Di era digital ini, media sosial telah menjadi senjata  rahasia dalam perjuangan melawan krisis lingkungan, termasuk dalam upaya  menyelamatkan Sungai Ciliwung yang iconic. Sungai Ciliwung, yang mengalir  melintasi Bogor menuju Jakarta, telah lama menjadi saksi bisu perkembangan  peradaban. Namun, saat ini ia juga menjadi korban dari ketidakpedulian manusia.  Sampah menggunung, air tercemar, dan ekosistem terganggu.

Pembahasan 

Kota Bogor, yang terletak di provinsi Jawa Barat, Indonesia, dikenal sebagai kota hujan dengan keindahan alamnya. Namun, seperti banyak kota berkembang lainnya, Bogor menghadapi tantangan lingkungan yang signifikan, terutama terkait pengelolaan sampah dan kondisi sungai-sungainya. Salah satu sungai yang paling menjadi perhatian adalah Sungai Ciliwung, yang mengalir melalui Bogor sebelum mencapai Jakarta. Sungai ini memiliki panjang sekitar 119 kilometer dan peran vital dalam ekosistem serta kehidupan masyarakat di sepanjang alirannya.

Sayangnya, kondisi Sungai Ciliwung saat ini sangat memprihatinkan. Pencemaran air yang parah akibat pembuangan sampah dan limbah industri mengancam kualitas air sungai. Selain itu, sedimentasi yang tinggi akibat erosi dan penumpukan sampah menyebabkan pendangkalan sungai, meningkatkan risiko banjir saat musim hujan. Data dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Bogor menunjukkan bahwa Kualitas air di berbagai lokasi telah melebihi persyaratan untuk air Kelas II, yang sesuai untuk penggunaan rekreasi, budidaya ikan, dan irigasi tanaman, Sementara keberadaan bakteri E. coli menunjukkan kontaminasi dari limbah rumah tangga, tingkat BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand) yang tinggi menunjukkan adanya jumlah polusi organik yang signifikan.

Masalah sampah juga menjadi isu krusial di Kota Bogor. Dengan populasi lebih dari 1 juta jiwa, kota ini menghasilkan sekitar 600 ton sampah per hari. Sayangnya, sistem pengelolaan sampah yang ada belum mampu menangani volume tersebut secara efektif. Banyak sampah yang tidak terkelola dengan baik dan berakhir di sungai, termasuk Ciliwung. Situasi ini mencerminkan kurangnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dan pelestarian lingkungan sungai. Oleh karena itu, diperlukan upaya intensif untuk meningkatkan kesadaran dan mengubah perilaku masyarakat terkait isu ini. Salah satu inisiatif yang menarik adalah TrashTag Challenge, yang mengubah tantangan online menjadi aksi nyata. Momen viral ini tidak hanya menghasilkan banyak "likes," tetapi juga tonase sampah yang berhasil diangkut dari bantaran Sungai Ciliwung. Komunitas-komunitas lingkungan di Bogor memanfaatkan momentum ini untuk mengorganisir aksi bersih-bersih massal, yang menunjukkan betapa pentingnya partisipasi aktif dalam menjaga lingkungan. 

Selain itu, fitur Stories di Instagram menjadi medium yang kuat untuk menunjukkan kondisi real-time Sungai Ciliwung. Aktivis lingkungan dan warga setempat berbagi update harian, dari pemandangan indah sungai di pagi hari hingga tumpukan sampah yang mengejutkan. Visualisasi langsung ini menciptakan koneksi emosional yang kuat, mendorong lebih banyak orang untuk peduli dan bertindak.  Terakhir, konten edukasi di TikTok menunjukkan bahwa belajar tentang lingkungan tidak harus membosankan. Kreator konten di platform ini memproduksi video singkat tentang cara memilah sampah yang diiringi musik catchy dan tarian kreatif, menjadikan aktivitas ini sebagai tren yang menarik di kalangan anak muda Bogor. Melalui berbagai upaya ini, diharapkan kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah dan pelestarian Sungai Ciliwung dapat meningkat, sehingga kondisi lingkungan kota ini dapat membaik di masa depan.

Kesimpulan 

Media sosial telah mengubah lanskap perjuangan lingkungan, mentransformasi  kepedulian pasif menjadi aksi nyata. Melalui kekuatan konektivitas dan viralitas, isu  Sungai Ciliwung dan pentingnya pemilahan sampah berhasil menembus bubble  kehidupan digital masyarakat Bogor. Namun, kita harus ingat bahwa media sosial  hanyalah alat. Kekuatan sejati terletak pada tangan-tangan yang mengetik, hati yang  tergerak, dan kaki yang melangkah untuk membuat perubahan. 

Sungai Ciliwung mungkin belum sepenuhnya pulih, tapi gelombang perubahan telah  dimulai. Dari scroll ke scroll, dari like ke like, kita telah membuktikan bahwa  kepedulian bisa menular secepat virus di dunia maya. Jadi, tunggu apa lagi? Buka  aplikasi media sosialmu, mulai sebarkan kepedulian, dan jadilah bagian dari revolusi  hijau digital ini. Karena setiap post, setiap share, dan setiap aksi kecil kita, bisa menjadi  aliran yang mengubah nasib Sungai Ciliwung, dan pada akhirnya, masa depan  lingkungan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun