Desa, sebagai unit pemerintahan terkecil di Indonesia, diberikan kewenangan oleh pemerintah pusat untuk meningkatkan pelayanan dan menciptakan keadilan bagi masyarakat (Pemerintah Indonesia, 2014). Otonomi desa ini bertujuan agar tanggung jawab kepada masyarakat dapat dilaksanakan secara optimal dan pembangunan antar desa berjalan merata (Rauf & Andriyani, 2023).
Percepatan pembangunan desa didukung oleh sumber daya yang memadai, termasuk keuangan, tenaga kerja, dan sarana pendukung lainnya. Salah satu upaya utama pemerintah adalah melalui alokasi dana desa, yang merupakan bagian dari transfer Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) (Pemerintah Indonesia, 2014). Pengelolaan dana desa yang baik dapat memberikan dampak signifikan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan mengurangi kemiskinan.
Dana desa, sebagai bagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), harus dikelola dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Pemerintah Indonesia, 2003). Prinsip akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan desa juga diatur dalam Permendagri No. 20 Tahun 2018 tentang Keuangan Desa, yang menegaskan pentingnya transparansi dan pertanggungjawaban dalam pengelolaan dana desa (Kementerian Dalam Negeri, 2018).
Meskipun pemerintah mengalokasikan dana desa dalam jumlah besar untuk mendukung pembangunan, penggunaan dana ini kerap menghadapi risiko penyimpangan. Menurut data Indonesia Corruption Watch (2022), sektor dana desa mencatat jumlah kasus korupsi tertinggi dengan 154 kasus yang berhasil diungkap. Fenomena ini menunjukkan pelanggaran terhadap prinsip akuntabilitas yang seharusnya menjadi dasar pengelolaan keuangan desa.
Dana Desa difokuskan untuk mendukung program dan kegiatan berskala lokal yang berkaitan dengan Pembangunan Desa serta Pemberdayaan Masyarakat Desa. Salah satu bentuk nyata dari pembangunan tersebut adalah pembangunan infrastruktur melalui Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP). Program ini dicanangkan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum, sebagai bagian dari upaya pemerintah mengatasi kemiskinan dan meningkatkan infrastruktur permukiman di pedesaan.
PPIP mendorong partisipasi aktif masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, untuk memperbaiki kualitas hidup mereka. Infrastruktur yang dibangun melalui program ini berfungsi sebagai aset pemerintah yang dirancang untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Pada tahun 2019, terjadi sejumlah kasus penyalahgunaan dana desa yang melibatkan perangkat desa. Hal ini disebabkan oleh rendahnya transparansi dan minimnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dana desa, yang memiliki peran besar dalam pembangunan dibandingkan sumber pendapatan desa lainnya (Zakariya, 2019). Contohnya adalah kasus korupsi kepala desa Mojoranu, Kecamatan Dander, Bojonegoro, yang menyelewengkan dana desa lebih dari Rp 200 juta. Kasus serupa juga terjadi pada kepala desa Glagahwangi, Kecamatan Sugihwaras, dan kepala desa Sumberejo, Kecamatan Trucuk, Bojonegoro, yang menyalahgunakan dana ratusan juta rupiah. Kejadian ini menunjukkan lemahnya transparansi dan partisipasi masyarakat dalam penyusunan serta pengawasan anggaran desa.
Dana desa sebenarnya diutamakan untuk pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat. Namun, pemberdayaan masyarakat belum sepenuhnya terealisasi, karena fokus masih pada infrastruktur. Pemerintah desa cenderung kurang transparan dalam pengelolaan keuangan, sementara partisipasi masyarakat juga minim. Penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat dalam mengidentifikasi kebutuhan dan pengambilan keputusan sangat penting untuk keberhasilan pembangunan desa (Satria & Tumbel, 2017). Tanpa partisipasi aktif, program pembangunan berpotensi gagal. Oleh karena itu, masyarakat perlu dilibatkan dalam berbagai tahap pembangunan untuk meningkatkan kapasitas dan efektivitasnya.
Untuk mencegah penyelewengan, partisipasi masyarakat dalam mengawasi pengelolaan dana desa dan pelaksanaan pembangunan harus ditingkatkan. Pengawasan masyarakat dapat dilakukan melalui pengaduan, pelaporan kasus penyimpangan, serta penilaian terhadap pelayanan dan kinerja aparatur desa. Tujuan pengawasan ini adalah memastikan pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan sesuai aturan, mencegah pemborosan, serta meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas.
Transparansi dan Akuntabilitas Penggunaan Dana Desa
Transparansi adalah kunci dalam penggunaan dana publik, karena memberikan akses kepada masyarakat untuk memantau alokasi dan penggunaan anggaran. Informasi yang terbuka mendorong masyarakat memberikan masukan dan mendeteksi penyimpangan (Sugiarto & Mutiarin, 2019). Transparansi dan akuntabilitas yang terintegrasi meningkatkan efektivitas anggaran publik dengan memastikan keputusan pemerintah sesuai kebutuhan masyarakat.
Langkah-langkah yang dapat diterapkan:
- Transparansi:
- Publikasi rencana dan realisasi anggaran melalui media yang mudah diakses.
- Pelaporan berkala penggunaan dana desa kepada masyarakat.
- Memberikan akses informasi yang mudah bagi masyarakat.
- Akuntabilitas:
- Pembentukan tim pengawas independen dari unsur masyarakat.
- Audit keuangan desa secara rutin.
- Pelaporan keuangan yang jelas kepada pemerintah dan masyarakat.