Blitar, 26 Sptember 2024. Kemah Moderasi Beragama yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama Kabupaten Blitar dalam rangka memperingati Hari Amal Bhakti (HAB) Kemenag RI ke-79 tahun 2025 menjadi ajang kebersamaan dan penguatan moderasi beragama. Acara ini berlangsung di Taman Wisata Vialor, Desa Tembalang, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar, dengan partisipasi 250 peserta yang mewakili berbagai komponen masyarakat.
Peserta kegiatan terdiri dari perwakilan berbagai agama dan profesi, seperti Guru Agama Islam, Guru Agama Kristen, Guru Agama Katolik, Guru Agama Buddha, dan Guru Agama Hindu. Selain itu, acara ini juga diikuti oleh Kepala KUA, Penyuluh Agama, Pengurus IGRA (Ikatan Guru Raudhatul Athfal), serta para Kepala Seksi Kemenag beserta istri, Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Blitar beserta istri, serta perwakilan dari Guru Madrasah, Pengawas Madrasah, dan Pengawas Agama di bawah naungan Kantor Kemenag Kabupaten Blitar.
Dinamika Kelompok dengan Permainan "Tangkap Tangan"
Salah satu permainan yang sangat menarik dan diikuti dengan antusias adalah permainan Tangkap Tangan, yang juga disebut dengan nama lokal "Ceng Cerepet" oleh pemandu. Permainan ini membawa peserta ke masa kecil mereka, memberikan nuansa nostalgia, serta tawa yang pecah di setiap arahan yang diberikan.
Pemandu dari personil Pramuka Kwarcab Kabupaten Blitar dengan suara lantang dan energik memimpin jalannya permainan. Pada aba-aba pertama, "Satu!", seluruh peserta menggerakkan tangan kirinya ke samping dengan posisi terbuka sambil meneriakkan "eaaa!". Pada aba-aba kedua, "Dua!", tangan kanan peserta yang terkatup ditepukkan ke arah tangan peserta lain di sebelahnya sambil berkata "cis!". Di aba-aba ketiga, "Tiga!", semua peserta harus menangkap tangan kiri teman di sebelah kirinya sambil menghindarkan tangan kanan mereka agar tidak tertangkap.
Suasana permainan menjadi sangat seru ketika beberapa peserta tertangkap dan harus maju ke depan untuk menerima "hukuman" yang disepakati bersama. Tawa dan sorakan terdengar riuh, menciptakan kebersamaan yang hangat di antara peserta. Dari permainan ini, para peserta diajak untuk fokus, konsentrasi, dan menyusun strategi agar dapat menyelesaikan permainan dengan baik. Tangkap Tangan tidak hanya menghibur, tetapi juga mengajarkan pentingnya konsistensi, kewaspadaan, serta kerja sama tim.
Lebih dari sekadar permainan, Tangkap Tangan juga menjadi media pembelajaran moderasi beragama yang efektif. Dalam permainan ini, setiap peserta harus memperhatikan pergerakan tangan teman di sebelah kiri dan kanan, mengoordinasikan gerakan dengan cermat, serta berupaya untuk tidak terjebak oleh kesalahan kecil.Â
Hal ini mengandung makna bahwa dalam kehidupan sehari-hari, kita perlu saling memahami dan menghargai perbedaan yang ada di sekitar kita. Ketika ada kekeliruan atau salah paham, seperti ketika tangan tertangkap, peserta tidak langsung disalahkan atau dihakimi. Sebaliknya, mereka diajak tertawa bersama, lalu maju untuk menerima "hukuman" ringan yang sudah disepakati---yang pada intinya merupakan bentuk penerimaan terhadap kekurangan manusiawi.
Permainan ini mencerminkan bagaimana prinsip moderasi beragama diterapkan: bahwa meskipun ada perbedaan latar belakang keyakinan dan cara pandang, kita bisa tetap berinteraksi dengan gembira, saling menghargai, dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.Â
Moderasi beragama mengajarkan bahwa kesalahan atau perbedaan pendapat tidak semestinya menjadi pemicu konflik, tetapi justru menjadi kesempatan untuk saling belajar dan memahami. Dengan begitu, suasana harmoni tetap terjaga, dan persatuan semakin erat, sebagaimana tercermin dalam permainan yang sederhana namun penuh makna ini.