Mule Metri termasuk Warisan Budaya Tak Benda?
Dalam situs budaya.kemdikbud, artikel yang membahas tentang Mule Metri disetujui diposting dalam kategori warisan budaya takbenda. Itu artinya bahwa acara Mule Metri yang menjadi budaya di daerah Blitar dan sekitarnya, harus dilindungi dan dilestarikan.
Sebuah warisan budaya yang sarat makna dan sarat hikmah kehidupan. Harus kita lestarikan dan kita kenalkan pada generasi mendatang.
Mule Metri dalam Tinjauan Ilmu Cocokologi atau Uthak Athik Mathuk
Di daerah saya Blitar, mungkin juga di daerah anda, banyak hal atau peristiwa yang secara penelitian keilmuan tidak ada dasarnya, namun masyarakat sering menggunakan ilmu Uthak Athik Mathuk atau sering dikenal Cocokologi.
Termasuk dalam istilah Mule Metri inipun masyarakat juga kreatif memaknainya. Mule Metri, singkatan dari Lemu wong mbale, mumet wong putri, (gemuk orang yang berada di tempat pertemuan, pusing bagi ibu-ibu), maksudnya, para undangan makan-makan enak, sementara ibu-ibu yang masak-masak di dapur, capek dan pusing.
Capek karena sudah beberapa hari mempersiapkan untuk acara hajatan. Pusing karena memikirkan kalau-kalau masakan untuk undangan ada kekurangan, atau sewaktu acara hampir selesai, masakan belum siap dihidangkan gegara alat masak ada yang rusak, listrik padam dan lain sebagainya.
Tapi kalau dipikir-pikir, kok benar juga ya. Para ibu yang selalu heboh mepersiapkan segala sesuatunya jauh-jauh hari, sampai hari H, bahkan setelah acara selesai, masih dilanjutkan untuk bebersih. Sedangkan para undangan (biasanya para bapak) nggak usah repot-repot, tinggal datang pada hari H, setelah selesai acara, makan-makan dan pulang. Setelahnya sudah nggak ada urusan lagi.
***
Nah, ternyata pada masyarakat kita, banyak terdapat hal-hal penting, unik sekaligus lucu, ya. Bahkan mengandung nilai filosofis yang sangat tinggi yang bisa kita ambil pelajaran dalam kehidupan. Semoga artikel ini bermanfaat.
Salam kuliner
Siti Nazarotin
Blitar, 7 Juni 2021