Mohon tunggu...
36 Siti Nabilla
36 Siti Nabilla Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta, Fakultas Syariah, Prodi Hukum Ekonomi Syariah

Hobi merangkai bunga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penyelesaian Sengketa Wanprestasi

28 September 2023   15:30 Diperbarui: 28 September 2023   15:36 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Siti Nabilla

NIM : 212111228

Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta, Fakultas Syariah, Prodi Hukum Ekonomi Syariah 

PENYELSAIAN SENGKETA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN WARALABA (STUDI PADA PERJANJAN WARALABA C’BEZT DENPASAR)

A.Waralaba C’Bezt Denpasar

Waralaba merupakan salah satu bentuk sistem berbisnis dalam mendistribusikan barang atau jasa menggunakan merek, logo, dan sistem operasi yang sudah ada dari pemberi waralaba (franchisor) dan penerima waralaba (franchisee) memiliki hak yang sama dalam memperdagangkan barang atau jasa yang sama dalam lingkup area geografis dan periode waktu tertentu. Dalam pelaksanaan hak dan kewajiban antara franchisor dan franchisee ,segalanya tertuang dalam bentuk perjanjian waralaba (franchisee agreement). Legalitas kegiatan usaha waralaba mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1997 dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah RI No. 16 Tahun 1997 tanggal 18 Juni 1997 tentang Waralaba. 

Kemudian dilanjutkan dengan adanya Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 259/MPP/Kep/7/1997 tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba. Peraturan ini kemudian diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba dan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba. Dalam praktiknya, Perjanjian waralaba di C’bezt Denpasar belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan landasan hukum waralaba yang berlaku di Indonesia yakni Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2007. Studi kasus yang telah dilakukan terkait perlindungan hukum bagi penerima waralaba C’bezt Denpasar, masih menghambur-hamburkan ketidakadilan dan kerugian bagi penerima waralaba. 

Apabila terjadi suatu konflik atau sengketa terhadap perjanjian waralabadi C’Bezt Denpasar yang telah disepakati, maka upaya yang dapat dilakukan dalam penyelesaiannya diutamakan yakni pemberitahuan dan musyawarah.Sedangkan penyelesaian dengan jalan litigasi dilakukan apabila pemberian peringatan atau teguran dan musyawarah tidak memberikan solusiterbaik bagikedua belah pihak.Penyelesaian sengketa berupa musyawarah dan litigasidi C’bezt Denpasar menjadi ketentuan hukum positif sebagaimana tertuang dalam Undang-undang no 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Permasalahan yang timbul sebagai akibat dari sengketa atau konflik dalam perjanjian waralaba C’bezt dapat diatasi dengan adanya itikad baik dari kedua belah pihak, yaitu dengan cara teguran, musyawarah, dan litigasi. 

Penyelesaian sengketa berupa musyawarah dan litigasi yang dilakukan C’bezt Denpasar menjadi ketentuan hukum positif sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Pasal 6 ayat (2), negosiasi adalah Penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui alternatif penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis.

B.Analisis Pendekatan Yuridis Normatif, Yuridis Empiris serta Positivisme Hukum Indonesia

Dalam kasus tersebut, penelitian mengenai pendekatan yuridis normatif yaitu waralaba telah diatur dalam aturan perundang-undangan di Indonesia yang telah ditetapkan dan disepakati. Dimana peraturan waralaba telah diatur dalam PP RI No 42 tahun 2007 tentang waralaba dan Peraturan Mentri Perdagangan Republik Indonesia No 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang penyelenggaraan waralaba. Pendekatan normatif ini dasar kebenarannya adalah pragmatik yang pada umumnya merupakan kesepakatan dari para ahli hukum itu sendiri. Sedangkan dalam pendekatan empiris, yaitu suatu kebenaran dimana segala sesuatu itu benar apabila didukung oleh data dan fakta yang ada dalam kehidupan masyarakat. Dalam praktiknya kasus waralaba C' bezt melakukan pelanggaran dalam kegiatannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun