semiotika. Esai ini akan melakukan analisis semiotika pada film "Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso." Menggunakan teori Roland Barthes dalam membaca tanda dan makna yang ada dalam film ini. Dalam konteks film ini, kita akan menggali bagaimana tanda-tanda visual, auditif, kata-kata, dan simbolisme digunakan untuk membentuk narasi, karakter, dan pesan dalam film. Dengan menerapkan teori semiotika Barthes, kita akan mencoba mengungkap aspek-aspek tersembunyi dalam film ini, memahami bagaimana simbol dan tanda-tanda menceritakan cerita yang lebih mendalam daripada yang tampak di permukaan.
Film sebagai medium visual dan audiovisual telah lama menjadi sarana ekspresi seni dan cerita. Namun, di balik gambar dan suara yang kita saksikan, terdapat kompleksitas yang jauh lebih dalam dari yang terlihat di permukaan. Film adalah bentuk komunikasi yang kuat, dan kita dapat memahami pesan, makna, dan simbolisme yang terkandung di dalamnya melalui analisis Film Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso merupakan sebuah film dokumenter yang ditayangkan di Netflix tahun 2023. Film tersebut mengangkat isu tentang kasus kopi sianida yang terjadi tahun 2016 silam. Kasus kopi sianida kala itu menjadi pusat perhatian banyak orang sebab korban yaitu Wayan Mirna Salihin diduga kehilangan nyawanya karena diracuni oleh sahabatnya sendiri yaitu Jessica Kumala Wongso. Jessica merupakan tersangka tunggal dalam kasus ini dan mendapatkan hukuman 20 tahun penjara. Publik kala itu ramai menyalahkannya dan meyakini bahwa Jessica memang pembunuhnya,  namun hingga saat ini Jessica tidak pernah mengakui semua yang dituduhkan kepadanya. Publik seolah berbalik dan menjadi ragu setelah menonton film Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso. Orang banyak melihat keanehan setelah menonton film tersebut seperti tidak adanya outopsi, pernyataan yang berubah-ubah, Jessica yang sulit untuk diwawancara dan banyak kejanggalan lainnya.
Oleh karena itu, essai ini akan mencoba menganalisis tanda-tanda, simbolisme, dan makna dalam film yang mungkin terlewatkan oleh mata telanjang menggunakan teori semiotika Roland Barthes. Roland barthes adalah tokoh yang menerapkan teori-teori semuotik Ferdinand De Saussure dalam kehidupan sosial budaya. Barthes adalah seorang teoritikus semiotika yang memusatkan perhatiannya pada studi tanda dan simbol dalam bahasa dan budaya. Ia memandang bahasa sebagai sistem tanda yang digunakan untuk menyampaikan makna. Teorinya membantu kita memahami bagaimana tanda-tanda (baik dalam bentuk kata tertulis, gambar, maupun tanda-tanda lain) digunakan untuk berkomunikasi.
Salah satu konsep kunci dalam teori semiotika Roland Barthes adalah tanda (signs) dan bagaimana tanda-tanda digunakan untuk menyampaikan makna. Dalam film "Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso," tanda-tanda visual memainkan peran penting dalam membentuk pemahaman penonton tentang karakter, plot, dan tema.
Karakter Jessica Wongso, diperlihatkan melalui tanda-tanda visual yang kuat. Barthes akan mengklasifikasikan Jessica sebagai signifiant (bentuk fisik), dengan elemen visual yang mencakup penampilannya, pakaian, dan ekspresi wajahnya. Dalam Film tersebut ketika Jessica diwawancara dia menggunakan pakaian berwarna gelap, rambutnya diikat, dan ekspresinya begitu tenang. Sementara itu dalam film tersebut diperlihatkan beberapa cuplikan sidang dan dalam sidang tersebut Jessica sering menggunakan pakaian berwarna putih dengan rambutnya yang dibiarkan terurai dan ekspresinya yang sering kali terlihat tenang. Semua tanda-tanda ini membentuk karakter yang kuat dan menunjukan konotasi bahwa dia adalah sosok yang misterius dan mungkin memiliki sisi gelap dalam dirinya. Dalam hal ini, tanda-tanda visual mengarah pada makna karakter Jessica sebagai sosok misterius.
Pada awal film menunjukan wawancara bersama dengan ayah mendiang Wayan Mirna Salihin. Pada adegan tersebut memperlihatkan ketika ayah Mirna sangat piawai menggunakan pistol untuk menembak. Hal tersebut menunjukan makna konotatif terhadap ayah Mirna, makna tersebut menunjukan ayah mirna bukanlah orang sembarangan sebab orang yang mempunyai senjata api (pistol) bahkan piawai dalam menggunakannya tentu bukanlah orang sembarangan.
Dalam film tersebut juga terdapat cuplikan adegan ketika ayah Mirna diwawancara oleh media kemudian dia mengatakan "Anak saya mati yang beli kopi dia". Pernyataan tersebut menunjukan makna konotasi yang merujuk pada satu orang secara tidak langsung yaitu Jessica Kumala Wongso.
Adegan lain ketika Jessica divonis 20 tahun penjara, pengacara jessica mengatakan "Putusan ini tidak berdasarkan hukum dan kami melihat ada lonceng kematian keadilan di persidangan ini, maka dengan ini secara tegas kami menyatakan banding". Kalimat lonceng kematian keadilan merupakan kalimat yang bermakna konotatif, makna dari kali kalimat tersebut menunjukan pemberitahuan adanya keadilan yang mati.
Selain karakter, film ini juga menggunakan tanda-tanda visual untuk membangun atmosfer dan suasana. Contohnya, penggunaan warna dan pencahayaan dalam film menciptakan nuansa yang berbeda di berbagai adegan. Misalnya, adegan-adegan yang terkait dengan kopi dan restoran menggunakan pencahayaan hangat dan warna cerah, sementara adegan-adegan yang berkaitan dengan ketegangan menggunakan pencahayaan yang gelap dengan warna-warna yang lebih suram. Ini adalah contoh bagaimana kode visual dalam film digunakan untuk menyampaikan pesan dan emosi.
Dalam film ini, konsep "myth" atau mitos dari Barthes juga dapat ditemukan. Film ini mungkin menggunakan tanda-tanda visual atau audiovisual untuk mengomentari atau merefleksikan aspek-aspek sosial atau budaya tertentu. Sebagai contoh, jika kopi digambarkan sebagai simbol kenyamanan dan kehangatan, dalam film ini dapat diinterpretasikan sebagai mitos tentang bagaimana minuman ini mempengaruhi hubungan sosial atau kehidupan sehari-hari karakter.
Dengan demikian, analisis tanda dan simbol dalam film ini, dengan merujuk pada teori semiotika Roland Barthes, membantu kita memahami bagaimana elemen-elemen visual dan audiovisual digunakan untuk menyampaikan makna dan pesan yang lebih dalam dalam film "Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso." Keseluruhan film ini dapat dilihat sebagai bahasa yang terdiri dari tanda-tanda yang merangkai cerita yang mendalam dan makna yang kompleks.