Mohon tunggu...
Siti Mila Fitriati
Siti Mila Fitriati Mohon Tunggu... Guru - Guru

Hobi saya adalah membaca buku, baik itu artikel maupun yang lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Masihkah Rakyat Indonesia Berjiwa Demokrasi

27 Desember 2022   12:00 Diperbarui: 27 Desember 2022   13:08 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

MASIH KAH RAKYAT INDONESIA BERJIWA DEMOKRASI

SITI MILA FITRIATI, S.Pd

Guru PPKn, SMKN 1 Slawi, Kab. Tegal-Prov. Jateng

 

Setiap warga negara mendambakan pemerintahan yang demokratis yang dapat menjamin tegaknya kedaulatan rakyat. Rakyat merupakan subjek atau pelaku dalam proses demokrasi. Proses tersebut berawal dari sejarah adanya demokrasi di Indonesia. Untuk mewujudkan demokrasi yang sehat dan stabil diperlukan rakyat yang memiliki kesiapan berdemokrasi dan sistem pemerintahan yang demokratis. Pemerintahan yang demokratis akan memberikan peluang bagi tumbuhnya prinsip untuk menghargai keberadaan individu dan partisipasinya dalam kehidupan bernegara. Sehingga demokrasi yang dianut di Indonesia adalah demokrasi Pancasila. Demokrasi pancasila merupakan demokrasi yang berlandaskan kekeluargaan dan gotong royong yang ditujukan untuk kesejahteraan rakyat.

Demokrasi tersebut tercantum pada sila ke-4 pancasila, hal serupa juga dapat kita simak dalam UUD Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (2) yang menjelaskan bahwa "kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD". Sehingga dapat kita rumuskan dengan adanya pemilihan umum. Pemilu merupakan suatu prosedur dimana masyarakat akan memilih dan memberi wewenang kepada yang terpilih untuk menjadi pemimpin dan wakil rakyat pada Pemilu Tahun 2023. Adapun syarat yang harus dipenuhi oleh setiap warga negara untuk menjadi pemilih, diantaranya harus berusia 17 tahun atau sudah menikah dan harus punya KTP Elektronik / Suket.

Kita bandingkan Pemilu Tahun 2013 dengan Pemilu Tahun 2018. Pemilu Tahun 2013, sistem pelaksanaannya tidak serumit dengan Pemilu Tahun 2018. Pemilu Tahun 2013 adalah pemilu yang belum menggunakan KTP Elektronik (KTP manual). Oleh karena itu, pemilih yang sudah di data oleh KPU langsung bisa menggunakan hak pilihnya dengan membawa formulir C6 (undangan), dan untuk memberikan suaranya pada salah satu pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur, dalam satu surat suara yang diterima oleh pemilih.

Berdasarkan data dari KPU RI, bahwa pelaksanaan Pemilu Tahun 2018 yang diikuti oleh 171 Kota/Kab yang masing-masing berjumlah 17 Provinsi, 39 Kota, dan 115 Kabupaten. Istilah lain untuk Pemilu Tahun 2018 adalah Pilkada Serentak Tahun 2018. Dimana Pilkada tersebut, masyarakat menggunakan hak pilihnya dalam dua surat suara yang diterima oleh pemilih untuk memilih salah satu pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2018.

Sistem pelaksanaan pada Pemilu Tahun 2018 sangatlah rumit, karena harus memiliki KTP Elektronik (E-KTP) atau Surat Keterangan (Suket). Tanpa adanya KTP Elektonik / Suket tersebut, maka masyarakat tidak bisa memberikan hak pilihnya pada Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2018. Hal yang sama di tahun 2023 mendatang yaitu harus memiliki E-KTP. Ibarat pepatah mengatakan "KTP Elektronik adalah harga mati". Oleh sebab itu, mari kita sukseskan Pilkada Tahun 2023 dengan jujur dan adil. 

LINK ARTIKEL SAYA

https://www.kompasiana.com/sitimilafitriati1141/63a521085cc8042d7668e782/masihkah-rakyat-berjiwa-demokrasi

PROFIL SMKN 1 SLAWI KAB. TEGAL 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun