Mohon tunggu...
Siti Fatimah
Siti Fatimah Mohon Tunggu... Guru - SDN Grogol Selatan 01

Seorang guru SD di sebuah sekolah negeri di DKI Jakarta. Saat ini sedang memulai belajar menulis. Saya mempunyai seorang anak yang sangat senang ketika dibacakan cerita. Akan sangat bangga apabila bisa membacakan cerita dalam buku karangan sendiri kepada ananda tercinta. Semoga mimpi itu bisa terwujud.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Piti yang Malang

7 September 2022   19:28 Diperbarui: 7 September 2022   19:33 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di atas dahan pohon yang rindang, terdapat sebuah sarang burung pipit. Disitulah Piti Pipit tinggal. Piti masih sangat kecil, tetapi hal menyedihkan telah menimpanya. Ibunya kemarin ditangkap oleh pemburu, sehingga tinggallah dia sendiri di sarang itu.

Piti belum pandai terbang, tetapi karena tidak ada yang membawakannya makanan lagi, dia harus berusaha mencari makanan sendiri. Biasanya ibu Pitilah yang mencarikannya makanan dan membawakannya ke sarang, tapi kini Piti tak tahu dimana ibunya berada.

Piti mencoba menggerakkan sayapnya. Ia mencoba mengepak-kepakkan sayapnya yang masih lemah. Piti berusaha terbang keluar dari sarangnya. Saat Piti berusaha terbang, dia terjatuh. Piti pun tak menyerah, ia terus mencoba, tetapi Piti masih saja terjatuh. Tiba-tiba Mio kucing datang menghampirinya.

"Hai burung kecil, sepertinya kau kesulitan untuk terbang," kata Mio menyapanya.

"Ia Paman Kucing, aku belum bisa terbang,  aku berusaha belajar terbang, tetapi belum berhasil," jawab Piti.

"Kenapa ibumu tak mengajarimu?" Tanya Mio lagi.

"Ibuku ditangkap oleh pemburu, aku tak tahu dimana ibuku sekarang," jawab Piti sedih.

"Kasihan sekali kau burung kecil, ikutlah denganku, aku akan membantumu agar bisa terbang," kata Mio.

"Benarkan Paman Kucing? Aku sangat senang kalau Paman mau membantuku," ucap Piti dengan wajah yang riang.

Piti pun naik di atas punggung Mio. Mio membawa Piti pulang ke rumahnya. Mio merawat Piti dengan baik. Ia selalu membagi makanannya dengan Piti.

"Piti, aku sudah membaca buku tentang cara-cara terbang. Pertama kau harus belajar melompat jarak pendek terlebih dahulu. Ayo kita coba lakukan langkah pertama ini,"kata Mio mejelaskan. Piti pun melakukan latihan dengan semangat. Dia berhasil menyelesaikan latihan langkah pertama.

"Kau hebat Piti, kau sudah bisa melakukan lompatan jarak pendek," puji Mio.

Piti senang sekali mendapat pujian dari Mio, ia semakin bersemangat mengikuti latihan selanjutnya.

"Langkah selanjutnya apa Paman Kucing? aku penasaran," kata Piti bersemangat.

"Nah, langkah kedua kamu harus melompat jarak jauh, ayo coba lakukan Piti, kamu pasti bisa," kata Mio.

"Baik Paman Kucing, aku akan mencobanya," Piti langsung mempraktekkan gambar yang ada di buku Mio.

Setelah mencoba berkali-kali, akhirnya Piti pun berhasil melakukan lompatan jarak jauh. Dia pun merasa senang sekali.

"Piti, kau berhasil melewati tahap kedua, sebentar lagi kau pasti bisa terbang," kata Mio dengan penuh keyakinan.

"Lalu apa lagi yang harus aku pelajari Paman Kucing?" tanya Mio penasaran.

"Selanjutnya kau harus belajar terbang dengan mengepakkan sayapmu, berhati-hatilah Piti,"  Mio tampaknya khawatir jika Piti terjatuh.

Piti mulai mencoba terbang. Awalnya Piti masih terjatuh. Namun, berkat kegigihannya dan dorongan semangat dari Mio, Piti pun berhasil terbang.

"Hore, aku sekarang bisa terbang!" Ucap Piti dengan riang.

"Wah, kau hebat sekali Piti, semangatmu luar biasa, aku bangga padamu!" Kata Mio.

"Terima kasih Paman Kucing berkat bantuanmu, aku sekarang sudah bisa terbang." Kata Piti senang.

Sudah beberapa hari Piti tinggal di rumah Mio, saat merasa dia sudah cukup mahir untuk terbang, Piti pun berpamitan kepada Mio.

"Paman Kucing, terima kasih sudah membantuku, kini aku harus bisa melanjutkan hidupku sendiri, aku pamit ya Paman Kucing, aku akan kembali ke sarangku," kata Piti berpamitan.

"Sebenarnya aku ingin kau tetap disini Piti, aku sudah menganggapmu seperti anakku sendiri," kata Mio sedih.

"Tenanglah Paman Kucing, aku akan sering-sering main kesini," ucap Piti sambil memeluk Mio.

Mio pun melepas Piti dengan mata berlinang. Mio mendoakan agar Piti selalu selamat dan menemukan ibunya kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun