Organisasi masyarakat sipil dapat mengambil peran dengan menginisiasi kampanye kesadaran tentang pelecehan seksual, terutama di daerah-daerah dengan akses informasi terbatas. Langkah-langkah preventif ini diharapkan mampu mencegah kasus serupa terjadi di masa depan.
Cerita salah satu korban sangat menyayat hati. Seorang remaja perempuan yang masih duduk di bangku SMP mengaku merasa hancur setelah menjadi korban pelecehan Agus. Ia mengatakan, "Saya merasa tidak berharga lagi. Saya takut keluar rumah dan bertemu orang." Kisah ini menjadi pengingat akan pentingnya pendampingan psikologis bagi korban pelecehan, terutama mereka yang masih dalam usia muda.
Di sisi lain, keluarga korban juga merasakan dampak yang tidak kalah berat. Banyak dari mereka merasa bersalah karena tidak mampu melindungi anggota keluarga mereka. Hal ini menunjukkan bahwa pelecehan seksual bukan hanya menyakiti individu, tetapi juga menghancurkan tatanan sosial di sekitarnya
Salah satu cerita yang muncul dari kasus ini melibatkan seorang korban yang awalnya diajak berbicara oleh Agus di sebuah tempat umum. Agus berpura-pura meminta bantuan untuk sesuatu yang sepele. Setelah mendapatkan perhatian korban, ia mulai melakukan tindakan yang tidak pantas. Kejadian ini menunjukkan bahwa pelecehan dapat terjadi kapan saja dan oleh siapa saja, bahkan di tempat yang dianggap aman.
Kasus Agus Buntung merupakan peringatan keras bagi masyarakat bahwa pelecehan seksual adalah masalah serius yang membutuhkan perhatian semua pihak. Selain penegakan hukum yang tegas, dukungan psikologis dan sosial bagi korban juga sangat penting. Dengan adanya kesadaran dan langkah nyata, diharapkan keadilan dapat ditegakkan, dan kasus serupa dapat dicegah di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H