Mohon tunggu...
SITI MAROAH
SITI MAROAH Mohon Tunggu... Guru - Guru Penggiat Literasi

Guru Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Orientasi Literasi Sekolah

25 Maret 2019   05:38 Diperbarui: 25 Maret 2019   05:52 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masuknya materi budaya literasi dan program GLS dalam MPLS tentu sangat melegakan karena tampak membawa angin harapan yang positif bagi terciptanya lingkungan sekolah yang intelek, berbudaya dan kondusif. Lebih dari itu, dalam pelaksanaan GLS sekolah juga membuka diri untuk bersinergi dengan pihak-pihak lain untuk sama-sama meningkatkan budaya literasi sebagai salah satu sokoguru institusi pendidikan. 

Dalam konteks gerakan literasi di Kota Banjar, misalnya, kehadiran Yayasan Ruang Baca Komunitas (YRBK) telah menjadi 'partner' sekaligus 'supporter' kegiatan literasi, termasuk dalam program MPLS. 

Tim Relawan YRBK turut terlibat menjadi pemateri dan berbagi ihwal literasi dalam kegiatan MPLS di sejumlah sekolah di Kota Banjar. Ini tentu dapat saling menguatkan orientasi, termasuk dan terutama mendukung program GLS dan WJLRC yang telah dicanangkan sebagai program unggulan Dinas Pendidikan.    

Sebagai sebuah gerakan, program literasi sekolah melalui kegiatan GLS dan WJLRC tentu perlu diacungi jempol dan diapresiasi para insan pendidikan. Harus diakui bahwa program ini telah cukup berhasil memberi warna tersendiri dalam gerakan literasi di negeri ini. Melalui beragam kegiatan WJLRC di berbagai tempat, geliat para pelajar untuk gemar membaca mulai tampak membahana. 

Kalau saja kondisi ini dapat terus dijaga, kita tentu dapat berharap bahwa penelitian-penelitian yang selama ini menempatkan budaya literasi masyarakat Indonesia pada posisi terpuruk dan terburuk sebagaimana dilaporkan PISA dan UNESCO akan segera terkoreksi dengan sendirinya.

Hanya saja, menurut hemat saya, kegiatan literasi dalam program WJLRC perlu terus diteliti, dikaji, dan dikritisi agar memiliki implikasi optimal dalam perbaikan kualitas budaya literasi kita. Salah satunya yang juga tidak kalah penting, kegiatan literasi dalam program WJLRC perlu disinergikan dengan capaian target dari proses KBM di sekolah. 

Karena itu, buku-buku sumber yang ditugaskan dalam kegiatan WJLRC tidak perlu "taklid" pada buku-buku sastrawi sebagaimana terjadi selama ini. Namun para siswa juga diarahkan untuk membaca dan menamatkan buku-buku referensi lainnya yang lebih variatif.

 Sekadar contoh, misalnya, sebagai pengampu mata pelajaran sosiologi saya akan memberi penugasan kepada para siswa untuk membaca lebih banyak buku-buku yang berkaitan dengan sosiologi, tentu saja di luar buku panduan yang sudah ada. 

Pengayaan berikutnya para siswa didorong selain menamatkan dan mereview buku-buku referensi itu juga diberikan waktu untuk mempresentasikan hasil bacaannya, berdiskusi, bermain peran (role play), debat sosial, dan bentuk-bentuk penugasan lain yang memotivasi mereka untuk terlibat dalam upaya-upaya pemecahan masalah (problem solving) serta pencarian solusi alternatif dalam menghadapi berbagai persoalan sosial-kemasyarakatan secara signifikan. Dengan begitu, kegiatan literasi akan lebih efektif dan bermakna, sekaligus berkontribusi dalam pencapaian target hasil dari proses KBM secara simultan.*

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun