Seluruh makanan yang telah didoakan akan dibagi rata (tradisi ngeblok). Tradisi ini mencerminkan sikap dimana semua mendapat bagian yang sama tanpa membedakan siapa pemimpin, siapa rakyat.
“Semua sama, semua sama rata”, ujar Bapak Sumariyono
Usai prosesi "selametan", Pagelaran Wayang Kulit semalam suntuk menjadi pertunjukan yang sangat digandrungi masyarakat Desa Sumberberas. Menurut Bapak Sumariyono, wayang yang dahulu dibawa oleh Sunan Kalijaga membawa pesan sebagai salah satu bentuk penanaman moral bagi seluruh masyarakat melalui cerita yang dilakonkan dalang.
Pagelaran ini dilanjutkan dengan Upacara Ruwatan di keesokan harinya. Prosesi ruwatan dimulai dengan dalang melakonkan wayang dengan isi cerita mengenai Desa Sumberberas, pesan-pesan moral, pembacaan doa harapan baik dan dihindarkan dari hal buruk bagi desa dan masyarakatnya. Terdapat wadah berisi air bunga yang menjadi simbol ruwat (pembersihan diri) yang nantinya dibagikan pada warga yang menginginkan untuk dibawa pulang dan mandi dengan air tersebut. Prosesi ini ditutup dengan pemotongan rambut para perangkat desa dan masyarakat.
Rangkaian kegiatan dalam Bersih Desa menunjukkan bagaimana Desa Sumberberas begitu peduli dengan tradisi dan budaya warisan leluhur.
Dengan segala keunikan dan kekayaannya, Desa Sumberberas tidak hanya menjadi rumah bagi masyarakatnya, tetapi juga menjadi destinasi wisata budaya yang menarik bagi para penjelajah.
Dialog Budaya oleh Siti Maghfirotin Na’im, salah satu mahasiswa KKN-PPM UGM Periode II Tahun 2024 dilaksanakan pada hari Senin (⅝) di Balai Desa Desa Sumberberas, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur. Dialog ini menjadi mungkin sebab keterbukaan Bapak Sumariyono, tokoh kebudayaan Desa Sumberberas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H