Mohon tunggu...
Siti LailatulMaghfiroh
Siti LailatulMaghfiroh Mohon Tunggu... Guru - Halo hai!

Sedang belajar mencintai menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tokoh Kedua

14 Oktober 2023   22:07 Diperbarui: 14 Oktober 2023   22:50 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TERNYATA bukan aku tokoh utamanya.


Nyatanya kisah ini kurangkai sendiri. Kisah yang tersusun beribu episode dengan rapi dan sudah kututup beberapa bulan lalu kembali kurangkai dengan hati-hati.

"Yang terakhir, ketika aku mendengar kabar dia akan menikah", Danu meneruskan ceritanya tentang pertanyaanku apa yang membuatnya menangis semasa hidupnya.

"Kami kenal tahun 2020 saat membuat artikel karya ilmiah bersama dan entah kenapa saat itu rasa mulai tumbuh. Dia menikah tahun lalu satu bulan sebelum aku wisuda. Sempat aku membuat janji untuk mengajaknya bertemu, namun ya Tuhan tak berkehendak. Sekarang dia sudah menikah mungkin sudah hamil, jadi yasudahlah. Haha..haha...haha", ucap Danu menertawakan kisahnya.


Seketika aku terdiam, kisah itu tak lucu bagiku. Seakan kisah yang Danu sampaikan masuk dalam benak dan menusuk tubuhku secara perlahan. Apalagi aku kenal perempuan itu, perempuan lembut bersuara merdu, namanya Alifa. Kami semua teman satu angkatan sesama kuliah. 

Dan apa ini, ternyata saat dia merangkai kisah kami, dia menempatkan hatinya pada orang lain orang yang kukenal. Tidak, tidak, itu bukan kisah kami, tapi itu kisahku. Kisah yang hanya ada dalam benakku, kisah yang hanya ada dalam khayalanku saja.

Tapi ya begitulah perempuan, suka memancing penyakit. Andai tak menanyakan hal itu, aku tak kan sesedih ini meskipun itu sudah lalu. 


"Far? Are u okay? Farah sedih??", tanya Danu mulai cemas dengan responku yang tak menyambut baik kisah masa lalunya.
"Ya, aku sedih..", jawabku singkat.
"Far, itu udah lalu kok. Udah lewat, aku pun udah lupa"
"Iya... kamu gak nyesel dia nikah sama orang lain?", tanyaku dengan raut wajah tak nyaman.
"Nggak, far. Aku sudah melepasnya dengan ikhlas.", kata Danu sembari mengusap kepalaku.

 
Lalu bagaimana denganku Danu? Waktu kau menaruh hati padanya, aku bersamamu. Mungkin aku saat itu terlalu percaya diri bahwa kamu juga menaruh hati padaku. Sungguh tak tahu malu. Terlambat menyadari ini sepaket resiko jika menjalin kasih tanpa status.

Ingatanku melayang pada masa itu. 

"Kamu yakin mau balikan sama dia Far?", tegas Erin.

Erin, dia teman sekantorku. Saksi bisu kisah jenaku bersama Danu. Kisah asmara kami yang rumit membuat kami cukup dekat. Namun lebih jelas kisahnya, karena status yang resmi hanya saja dengan laki-laki yang sedingin kulkas. Tak seperti kisahku berlabuh tak jelas kemana.

"Emang aku pernah jadian rin? Nggak."
"Iya nggak sii, cuman sekarang kamu udah deket lagi sama Danu setelah kejadian waktu itu. Berarti ini balikan donggggg. "
"Ngga rin, nggakk tau maksdunya. "

Aku tak pernah lupa episode itu, episode dimana Danu pergi meninggalkan ku dengan mendadak. Terlalu mendadak, setidaknya dia memberitahuku terlebih dulu saat akan memutuskan pergi agar aku bisa mempersiapkan diri. 

Dan sebenarnya sudah, hanya saja aku yang terlalu pura-pura menyadari kode yang dia berikan. Danu pergi dengan dalih memang kita yang tak bisa menyatu. Lebih tepatnya aku bukan rumah yang dia cari. 

Baru terhitung tiga bulan kami kembali dekat dan masih sama tanpa status. Aku tahu ini berbahaya, jurang begitu dalam menantiku lagi didepan. Apakah cinta segila ini? 

"Far, aku minta perihal kejadian waktu itu, bukan maksudku melukaimu. Aku menyesali itu semua.", ucap Danu

"Danu, kamu gapapa?"

"Gapapa Far, aku merasa bersalah dengan sikapku yang seperti itu. Bertindak tegas meninggalkanmu dan memaksamu pergi. Maafkan aku Far.."

"Danu...."

Bom waktu menungguku. Lamunan itu pecah mengingat kisah jenakaku saat Danu mengusap kepalaku sembari tersenyum meyakinkan ku bahwa dia telah lupa tentang kisahnya bersama Alifa. 

Aku mematung. Sentuhan tangan selalu menjadi penyebab jantung manusia bisa berdegup kencang. Kukira rasa ini sudah larut tercampur dengan sakit yang tak kunjung sembuh. Apa mungkin aku terlalu mencintainya, itu sebabnya aku tetap gugup ditatapnya seperti itu. Jangan terbuai dulu, ini baru kisah hubungan tanpa status bagian dua yang akan berakhir entah naas atau mati tersenyum. 


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun