Mohon tunggu...
Siti LailatulMaghfiroh
Siti LailatulMaghfiroh Mohon Tunggu... Guru - Halo hai!

Sedang belajar mencintai menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tua Muda, Siapa Dulu?

23 Agustus 2023   21:31 Diperbarui: 23 Agustus 2023   21:43 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kalo hidupnya barokah. Gak susah dan gak nyusahno", ucap mbah menceritakan kejadian meninggal ibunya.


Mak Hal, kita biasa memanggil beliau dengan nama itu. Nama lengkap beliau Mak Halimah. Umur hampir satu abad, tenaga bak anak baru muda. Apapun dilakukannya sendiri, sejak sang suami dipanggil Sang Ilahi saat beliau mengandung anak kedelapannya. Ya, anak beliau ada delapan, enam orang anak laki-laki, dua orang anak perempuan salah satunya meninggal saat berusia 3 bulan.


Tak bisa terbayang bagaimana beliau bertahan hidup, kepala jadi kaki, kaki jadi kepala. Ketujuh anaknya tumbuh menjadi pribadi yang sholih sholihah dan sudah berkeluarga. Lima anaknya membangun rumah didekat rumah Mak Hal. Sedangkan 2 pergi ke kota seberang.


"Mak, niki sekul kale sayur damel njenengan dahar dinten niki", kata anak perempuannya.
" Aduhh aduhhh, Emak wes ngomong bola-bali to nduk..nduk. Aku ga usah dikirimi, sak aken anak bojomu, engkok kurang", ucap Mak Hal sambil menyodorkan kembali nasi sayur yang dibawakan anaknya.


Setiap hari anak perempuan Mak Hal dan menantu perempuan nya bergantian mengirim nasi sayur untuk beliau. Meskipun sudah dikirim, seperti itulah Mak Hal tetap memaksakan diri untuk menanak nasi dengan tungku jadulnya.
Terkesan tidak menghargai anak menantunya, namun niat hati Mak Hal kamu sudah memiliki keluarga dan keluarga adalah tanggung jawab utamamu. Dahulukan itu.

Penyayang tapi keras. Mungkin itu sifat yang sesuai dengan Mak Hal. Terutama pada anak cucunya perihal masalah beribadah. Tak segan-segan Mak Hal akan memukul anak cucunya ketika terlambat melaksanakan ibadah.


"Setidaknya, ada satu hal yang unggul dalam dirimu meskipun tak semua orang tau. Menjadi pribadi yang selalu berterimakasih pada Tuhan yang menciptakan mu dengan cara beribadah."


Ketika kita menjaga hubungan dengan Tuhan, Tuhan akan membantu kita menjaga hubungan dengan makhluk ciptaan-Nya. Itulah yang terjadi, Mak Hal disegani semua orang. Hingga menjelang akhir hayatnya.

Malam itu, setelah menunaikan ibadah sholat maghrib di langgar depan rumahnya. Tak seperti biasanya, Mak Hal pergi  menengok rumah anak-anaknya seakan sedang mantau sesuatu. Hingga terakhir ke rumah anak perempuannya.


"Nduk, masak nopo?"
"Nasi empok, kulupan iwak asin Mak, menu sing njenengan remeni"
"Aku kepingin mangan ndek kene nduk"
"Loh, monggo Mak, niki kulo siapaken"


Mak Hal dengan lahap memakan menu yang beliau sukai. Seusai makan, beliau berpamitan pada anak perempuannya.


"Nduk, masakanmu enak, sing ikhlas ya bakti matang bojomu"


Anak perempuannya tersipu dan masih tak paham dengan sikap ibunya yang tiba-tiba.
Mak Hal merebahkan dirinya di kasur kapuk. Matanya menatap langit-langit kamarnya yang terbuat dari anyaman bambu buatannya.


"Pun mantun tugas kulo..", ucap beliau sembari memejamkan mata dengan perlahan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun