"Mas, aku suebeelll tauu, ucapan temenku gabisa dikontrol, ceplas-ceplos ga hati-hati bangetttt! Bercandanya ga lucuu..", ucapku ditelpon dengan sesenggukan.
Orang sepertiku yang mudah baper, sangat sulit jika diajak bercanda. Diam dengan tertawa terbahak-bahak, itulah responku jika tak terima. Aneh sekali bukan?
"Ya udah istirahat",
"Aku masih mau cerita, ceritaku belum selesai mas..", rengekku.
"Udaahh tidur, besok kerja", tegasnya.
Titttttt...
Sayatan luka itu tergores lagi. Air mata ini sudah kering, sangat kering. Pasangan gunanya apa si? Buat pajangan atau apa? Menurut kamu apa? Punya pasangan atau tidak, bagiku sama saja. Tetap feeling lonely.
Bukannya saling menguatkan, malah mengabaikan. Bukannya saling memberi perhatian, malah mendiamkan. Bukannya saling menjaga kepercayaan, malah menunjukkan keraguan membuat cabang dibelakang.
Andai jika disuruh memilih, sungguh aku berharap tak pernah mengenalmu mas. Namun apalah daya nasi sudah menjadi bubur.
Berkali-kali ku coba memutuskan kisah yang terlanjur terjadi, namun aku tetap terperangkap dengan rayuan palsumu. Bosan, mungkin itu yang kamu rasakan dengan menjalin kasih ini yang hampir menuju 1460 hari ini. Jika kamu bosan, mengapa kamu tak lekas pergi? Mengapa tetap setia menyiksaku? Tak pernahkah kau terpikir, aku pun menguat-nguatkan diri dengan sikap dinginmu bak kulkas berjalan. Kamu ada, tapi terasa tak ada.
"Kita kok jadi gini ya mas, asing.. "
"Mas, lagi males telpon. Lebih baik ketemu"
Ya, itulah caramu meluluhkan hati rentanku, bertemu. Kamu tau aku pasti akan sangat suka jika diajak bertemu. Apalagi kamu tau jika saat bertemu, aku akan takluk dengan setiap ucapanmu. Kamu tau titik lemahku dan kamu tetap mengulang setiap hal itu saat aku mulai tak tahan dengan suhu dinginmu.
"Aku mau putus"
Kalimat yang menjadi hal lumrah ku ucapkan setiap mulai tak tahan dengannya. Hatiku memang milikmu mas, tapi tidak dengan sikapmu yang terus-menerus seperti ini.
"Mas, sampai kapan mas gini?"
"Maksudnya?"
"Dingin, acuh padaku. Ketika aku kesulitan. Tanpa kabar ketika aku membutuhkan. Aku pacar mas bukan, sih?"
"Mulaii"
"Aku hanya nanya mas, tujuan punya pasangan apa sih? Jika apa-apa pada akhirnya harus menjalani sendiri?"
"Sudah, ayo pulang"
"Mas..."
Aku hanya ingin dianggap ada mas, aku ada untuk mas, mas ada untukku dengan tujuan akhir yang sama. Hati rapuhku, membutuhkan hangatnya dirimu. Hatiku terlalu lelah menopang hidup keras ini sendiri. Setiap menghadapi sikap dinginmu, teringat perihal kamu yang sangatttttt perhatian pada kasih gelapmu. Kenapa bisa dengannya seperhatian itu? Kenapa bisa dengannya sebingung itu saat tak mendengar kabarnya? Kenapa denganku tidak?
"Lepaskan dia",Â
kata teman dekatku ketika mendengar sikap kamu padaku.
Sudah kucoba, tapi tetap gagal. Untuk terakhir kalinya, jika kamu memang merasa seorang laki-laki dan mampu menghargai perempuan. Dengan tulus hati, jangan menyiksaku lagi. Jika ingin pergi, aku persilahkan. Jika ingin menetap, tolong perlakukanku dengan baik. Sungguh luka kecilku makin terbuka lebar karenamu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H